Monday, August 05, 2024
![]() |
| doc. pribadi |
Untuk teman-teman yang kemarin tangannya sempat ku cengkram erat.
Bukan karena takut kotor atau manja, tapi memang setiap kali melihat jalanan curam atau melihat sesuatu dari ketinggian adalah hal yang paling aku takuti.
Meski beberapa kali diberi tahu untuk berpijak di sana dan di sini, tetap fikiran kacauku yang menguasaiku. Padahal saat aku memberanikan diri untuk percaya bahwa itu tidak berbahaya. Betul, itu tidak berbahaya. Dan aku selamat tanpa jatuh sekalipun. Dari sana aku baru mengetahui diriku sendiri bahwa ternyata alih-alih percaya pada orang lain ternyata aku lebih percaya pada fikiran burukku yang justru malah menyesatkanku.
Atau mungkin ada yang beberapa kali mendengar aku bertanya,
"Nanti jalannya curam lagi gak?"
"Nanti kita main air?"
Lalu dijawab, "Gak usah banyak nanya, jalani aja."
Aku terdiam mendengarkan jawaban itu. Jawaban yang menohok sekaligus membuatku berfikir, buat apa khawatir atas sesuatu hal yang nanti akan ada dihadapanmu? Kenapa kamu tidak menikmati hal-hal yang ada dihadapanmu saat ini? Menghawatirkan hal-hal yang menanti dihadapanmu justru malah membuatmu kehilangan moment untuk menikmati waktumu saat ini.
Atau ada beberapa orang yang menawari bantuan kepadaku di saat aku sungkan untuk meminta tolong. Dari sana aku belajar, tidak semua orang membenci hal merepotkan kok. Masih ada orang yang bersedia membantumu. Mereka bukan tidak mau membantumu, mungkin mereka tidak tahu kalau kamu itu butuh pertolongan karena kamu lebih memilih untuk diam saja dan asik sendirian seolah kamu bisa menghandle semuanya seorang diri.
Love,
Ihat
Thursday, April 20, 2023
Ngabuburit ke kekuburan? Ngapain?
Beberapa teman-teman aku di media sosial memberikan komentar kurang lebih seperti itu saat aku mem-post foto-foto hasil walking tour ke Ereveld Pandu. Jawabanku ya, why not? I got many stories here.
Sabtu, 15
April 2023 lalu aku berkesempatan untuk bisa kembali mengikuti walking tour
with CeritaBandung.id dengan rute perjalanan “Senja di Ereveld Pandu.” Waw!
Salah satu destinasi yang aku tunggu selama ini! Jadi ada hikmahnya juga ya kebagian
tiket kereta malam, siangnya bisa jalan-jalan dulu yey!
Yang pertama kali terlintas di benak sebelum mengikuti rute kali ini adalah aku berfikir untuk bisa mengambil foto terbaik di makam yang tersusun rapi dan cantik ini. Unfortunately, fikiran itu mendadak musnah begitu mengikuti langsung rute perjalanan ini. Bukan karena suasana “kuburan” yang orang-orang pasti tebak menyeramkan; tidak. Tapi setelah mendengarkan sejarah dari tour guidenya membuat kami sebagai peserta tour harus bisa saling respect satu sama lain.
Firstly, di rute kali ini kami gak diajak langsung menuju Ereveld Pandu, tapi kami diajak untuk mengunjungi makam-makam para tokoh sejarah yang berada di TPU Pandu. Dimulai dari makamnya Raymond Kenndy, seorang professor antropologi dari Yale University yang sampai saat ini kasus pembunuhannya belum terungkap, kemudian kami juga diajak mengunjungi makam Alexius Impurung Mendur, seorang fotografer yang mengabadikan peristiwa detik-detik proklamasi kemerdekaan RI. Ada juga makam Prof. Ir. Charles Prosper Wolff Schoemaker yang merupakan seorang arsitek, dosen ITB, dan juga guru Ir. Soekarno. Beberapa karya beliau salah satunya adalah Villa Isola yang berada di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.
![]() |
| doc. pribadi |
Selain itu
ada juga makam keluarga Ursone yang merupakan warga asal Italia, yang kemudian menetap
tinggal di Bandung tepatnya di daerah Lembang dan memiliki usaha berupa
perternakan susu sapi. Selain itu, mereka juga memberikan tanahnya secara cuma-cuma
untuk pendirian Observatorium Bosccha lho! Gimana keren kan?
![]() |
| doc. pribadi |
Barulah terakhir kami mengunjungi Ereveld Pandu, sebuah kompleks pemakaman yang dikelola oleh Yayasan pemakaman Belanda, yaitu Oorlogs Graven Stichting (OSG). Makam yang tersusun rapi dan cantik ini merupakan tempat peristirahatan terakhir bagi para korban Perang Dunia Kedua.
![]() |
| doc.pribadi |
![]() |
| doc. pri |
Terkadang
kita terlalu menyepelekan hal-hal yang kita anggap sudah tiada padahal di sana
ada makna dan juga pembelajaran yang bisa kita ambil. Contohnya, dari
perjalanan kali ini adalah beberapa maut yang masih menyisakan tanya yang sulit
untuk bisa dipecahkan siapa dalangnya. Namun percaya dan yakin bahwa jika di
dunia belum bisa terpecahkan, di akhirat nanti pasti akan terbalaskan.
Pada saat
hari ketika mereka dibangkitkan oleh Allah semuanya, lalu diberitakan kepada
mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal
perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan
segala sesuatu.” (Q.S
Al-Mujadilah ayat 6).
Gimana masih
mau komen, ngapain ngabuburit ke kuburan? :D
Love,
Ihat
Wednesday, February 08, 2023
Lama tak menulis. Sebenarnya banyak sekali hal-hal yang ingin aku bagi di sini. Entah mungkin karena penyakit procrastinating aku kambuh lagi atau bagaimana. Hingga sebuah video reels di Instagram menamparku bahwa lakukan sedikit dan jangan menunda-nunda.
Pada hari Minggu,
22 Januari 2023 lalu aku berkesempatan untuk mengikuti walking tour bersama
Cerita Bandung. Dengan rute perjalanan Patung Pastor H.C.Verbraak yang berada
di Taman Maluku dan berakhir di Gedung Sate. Ini adalah pertama kalinya untuk
aku mengikuti acara tour kota Bandung. Bermodalkan nekat dan ingin lari dari kenyataan namun tak bisa :D, akhirnya tanpa berharap banyak rupanya namaku masuk di list pada rute perjalanan ini. Tarif untuk
kegiatan ini, Cerita Bandung sendiri menerapkan sistem pay as you wish. Lalu
bagaimana cara kita kisa mengikuti tur ini? Cukup mudah, kita hanya perlu
menunggu jadwal tur yang rilis setiap Rabu malam di akun Instagram Cerita
Bandung @ceritabandung.id, setelah itu kita bisa mengisi form untuk mendaftar
di link yang ada di bio Instagram Cerita Bandung.
![]() |
| Doc. Pribadi |
![]() |
| Doc. Pribadi |
![]() |
| Doc. Pribadi |
Salah satu hal yang paling menarik dari acara tour minggu lalu, yaitu sejarah mengenai Stasion Radio Malabar. Meski monumen Doktor de Groot atau yang kerap disebut dengan monumen Pantat Bugil kini hanya tinggal nama dan sudah berganti menjadi Masjid Istiqomah, kemudian stasion Radio Malabar sendiri kondisinya saat ini kini sudah tinggal puing-puing reruntuhan. Ada satu cerita menarik mengenai dua orang yang berjauhan yang kemudian saling terhubung dengan menggunakan telepon tanpa kabel. Yaitu seorang anak yang tinggal di Bandung sementara itu ibunya tinggal di Belanda. Setelah bisa menelfon itu tak lama sang Ibu meninggal. Hingga kemudian tercipta lah lagu Hallo Bandoeng karya Willy Derby pada tahun 1929.
Dari kisah tersebut bisa menjadi bahan
renungan dan refleksi untuk diri sendiri, di era canggih seperti saat ini kita bisa
menghubungi semua orang dengan begitu mudahnya tapi entah mengapa selalu kita lupakan.
Contoh, bagi teman-teman yang diperantauan kadang kita lupa, hingga tak sadar
sudah berbulan-bulan tidak pulang ke rumah lalu lupa mengabari orang tua. Sampai-sampai
kita menerima kenyataan bahwa kita terpaksa harus pulang karena kondisi orang
tua kita sakit atau sudah tidak ada. Selama ada kesempatan maka sempatkanlah untuk
menelfon, bertukar kabar, atau pulang sejenak untuk melepas rindu yang melanda.
Karena sungguh tak ada obat selain segera bertemu untuk rindu yang sudah
menggebu.
Semoga di
lain kesempatan bisa kembali lagi mengikuti walking tour dari Cerita Bandung.
Karena sungguh rupanya Bandung menyimpan banyak cerita di setiap sudut yang
kita lewati dan bisa menjadi bahan untuk evaluasi diri.














Social Media
Search