Nadia:
Kak, kalau FB kakak itu Reza Pratama bukan nama profilnya?
Reza:
Yap! 100 buat Nadia.
Nadia tersenyum bahagia sembari memeluk gulingnya erat. Semenjak berkenalan dengan Reza itulah hari-hari Nadia terasa seperti musim semi setiap hari. Ringan, hangat, dan penuh kejutan kecil.
Reza:
Jadi Nadia suka sama siapa nih?
Nadia:
Ah itu mah secret dong. Hahaa.
Reza:
Ayo dong, nanti sama Kakak dibantu kalau Kakak tahu orangnya.
Nadia:
Nggak ah, nanti juga Kakak tau sendiri.
Atau mungkin pesan yang dibuka Nadia setelah Nadia pulang sekolah.
Reza:
Udah pulang?
Gimana tadi sekolahnya? Seru gak?
Ketemu sama orang yang disuka gak?
Pesan-pesan itu datang hampir setiap hari.
Sampai suatu hari di sore yang cerah saat Nadia tengah mendengarkan radio dan menunggu request-annya dibacakan, ponsel Nokianya berdering. Tanda SMS masuk.
Reza:
Nad, lagi apa?
Nadia:
Lagi dengerin radio. Kakak sendiri lagi apa?
Reza:
Lagi nonton Persib.
Nadia membiarkan SMS itu terbuka begitu saja karena ia fokus mendengarkan SMSnya dibacakan oleh penyiar radio.
Reza:
Nad…
SMS baru masuk lagi berbarengan dengan selesai dibacakannya SMS Nadia di radio.
Nadia:
Eh iya Kak, gimana?
Reza:
Nadia suka Persib gak?
Nadia:
Mm, suka. Kenapa gitu Kak?
Reza:
Bisa temenin nonton?
Nadia menatap layar ponselnya lama sekali. Seperti ada sesuatu yang mengepak lembut dalam dadanya. Perasaan asing yang membuatnya tersenyum tanpa sadar.
Nadia:
Temenin nonton gimana Kak?
Percakapan-percakapan itu menjadi bagian dari hari-harinya. Dan lama-lama, Reza mulai mengungkapkan sesuatu yang lebih jujur.
Sampai suatu malam, sebuah pesan dari Reza muncul di layar ponsel Nadia. Pesan yang pada akhirnya membekas di ingatan Nadia seumur hidupnya.
Reza:
Kakak boleh nanya gak?
Nadia:
Boleh, kak. Mau nanya apa?
Beberapa detik sunyi. Lalu muncul balasan yang membuat jantung Nadia terasa berhenti berdetak.
Reza:
Nadia, mau enggak saling percaya? Nadia percaya sama Kakak, Kakak percaya sama Nadia.
Nadia menatap layar lama.
Saling percaya? Apa maksudnya
Nadia:
Saling percaya?
Reza:
Iya. Harapan supaya kita bisa saling percaya.
Nadia:
Maksudnya?
Balasan berikutnya membuat Nadia terasa sesak.
Reza:
Perasaan Nadia sekarang ke Kakak gimana?
Jantung Nadia bagai dihantam. Jarinya kaku. Nadia tidak membalas. Bukan karena tidak tahu jawabannya, tetapi karena terlalu takut mengatakannya.
Beberapa menit kemudian, Reza mengirim pesan lagi.
Reza:
Iya sudah, kalau Nadia belum siap.
Kakak cuma mau bilang, Kakak punya harapan ke Nadia.
Supaya Nadia bisa terus menemani Kakak.
Nadia memandangi layar itu sepanjang malam. Tidak ada yang Nadia balas. Nadia membiarkan pesan itu terbuka.
***
Keesokan harinya…
Setelah mengumpulkan keberanian, Nadia akhirnya membalas dan berterus terang akan perasaannya.
Jadi, Kakak lagi menjalani hubungan spesial dong?
Jawaban Reza ringan, tetapi mengikat.
Sementara itu Nadia memeluk gulingnya erat dengan senyum yang terus mengembang di bibirnya.
Reza yang akhirnya menyebut hubungan mereka HTS-hubungan tanpa status. Hubungan yang berjalan seolah nyata, tetapi tidak pernah benar-benar diberi tempat untuk tumbuh.
Satu, dua, tiga hingga empat minggu semua berjalan seperti biasa. Nadia bahagia setiap kali mendapatkan pesan-pesan dukungan dari Reza. Nadia tidak benar-benar mengerti sebenarnya apa itu HTS. Tapi Nadia mengerti satu hal:
Reza perhatian.
Reza membuatnya merasa dilihat
Dan untuk pertama kalinya, Nadia merasa penting bagi seseorang.
Namun sayang, setiap awal selalu ada akhir. Hanya saja Nadia tidak pernah mengantisipasi itu. Sampai kemudian pesan itu mulai jarang datang.
Semakin jarang.
Lalu berhenti.
Nomornya tidak aktif.
Facebooknya hilang.
Seakan Reza menghapus diri dari dunia.
Nadia menunggu dalam diam.
Dan yang tersisa hanyalah pertanyaan yang tak pernah terjawab.
Apa salahku?
Kenapa menghilang?
Kenapa tidak pamit?
Kenapa tidak ada kata selesai?
Pertanyaan-pertanyaan itu tetap tinggal di hati Nadia, bertahun-tahun lamanya.
Comments
Post a Comment