![]() |
| Photo by Andrew Neel |
Tepat dua bulan yang lalu aku memutuskan untuk tidak berkomunikasi lagi dengan dia. Seperti yang ditulis Brianna Wiest dalam bukunya 101 Essays that will Change the way You Think,
It's intersting to think about how we make people who used to be everything into nothing again.
Dan mungkin inilah bagian paling berat dari proses melupakan: meski tidak bisa benar-benar ada yang lupa, tapi tentang membiasakan diri dengan kondisi baru. Dia yang dulunya sangat berarti dan hadir setiap hari, kini tidak ada lagi dan kebiasaan-kebiasaan yang pernah dilakukan bersama tentu harus berhenti.
Sudah dititik lelah dan kami memang tidak memiliki tujuan yang sama. Dia yang hanya ingin sekedar menjadi teman saja tanpa melibatkan perasaan, sedangkan aku? Tentu, perasaan itu terlanjur tumbuh seiring dengan banyak hari yang dilalui bersama dengan cerita dan pengalaman yang sering dibagi satu dengan yang lainnya.
Ini bukan yang pertama kalinya aku memutuskan untuk meninggalkan dia. Dulu pun sempat begitu, namun aku tergoda untuk kembali menghubungi dia dan kami menjadi akrab kembali. Dengan harapan dia bisa berubah perasaannya.
Sayang seribu sayang, I wasted my time. Dengan berat hati dan belajar untuk memprioritaskan diri sendiri akhirnya aku kembali memutuskan itu. Meski terkadang di awal terasa berat karena tidak terbiasa dengan rutinitas yang baru, aku terus memaksakan diri aku untuk mulai terbiasa dengan itu semua. Yang biasanya cerita dan berkeluh kesah, atau sekedar mengirim foto tentang pekerjaan kini tak ada lagi notifikasi tentang itu. Yang biasanya perasan-perasaan aku divalidasi oleh dia, kini mau tidak mau aku harus belajar untuk memvalidasi perasaan aku sendiri oleh diri aku sendiri tentunya. Aku tak bisa terus menerus bertumpu dan bersandar pada orang lain. Meski orang itu memberikan kamu kenyamanan, mampu memahami kamu dengan baik, selalu ada kapanpun kamu membutuhkan dia, kalau pada akhirnya dia tidak memiliki niat baik untuk hidup bersama dengan kamu buat apa? Aku tahu aku sadar. He is my type. But then, once again. We haven't both got same intention.
Even we ended, the memories: there are always those bits that linger, on the places you went and the things yous said, and the songs you listened to remain.
Sabtu kemarin, tidak sengaja aku mendengar lagu We Don't Talk Anymore - Charly Puth, Selena Gomez di teachers room. Aku terdiam. Yang dulunya terbiasa saling mengabari, kini hanya saling melihat di story instagram. Aku akui, ada perasaan menyusup yang kadang mendorong aku untuk menghubunginya kembali.
Setelah dihubungi, terus mau apalagi?
Mau melukai diri kamu sendiri sama harapan yang kamu buat sendiri?
Jelas-jelas dia hanya ingin berteman sama kamu. Gak lebih. Kalaupun dia sebaik itu sama kamu, seperhatian itu sama kamu, ingat. Hatinya masih ragu sama kamu, dan tidak pernah mau memperjuangkan kamu. Bukankah jika kedua orang ditakdirkan untuk bisa bersatu, keduanya akan saling memperjuangkan bukan?
Aku kembali mengurungkan niat itu. Dan hanya melihat profil instagramnya sesekali. Meski tidak ada new udpate. Karena memang dia tidak suka update terkait kehidupan dia di sana. Tapi saat ini aku bersyukur pada diri aku sendiri karena aku bisa meredam keinginan itu.
Aku tahu, aku terima, dan aku sadar. Aku tak akan pernah bisa benar-benar melupakan dia. Apalagi dia adalah laki-laki pertama yang mampu membuat aku merasa dihargai, dilihat, dan didengar. Meski begitu, aku yakin. Kita yang pada awalnya asing, akan kembali menjadi asing. Bedanya dulu tanpa kenangan, kini kenangannya akan tetap melekat ada. Walau begitu, semuanya akan pudar seperti sebelumnya. Kelak, jika kita bertemu ataupun harus kembali berkomunikasi kita akan memulai seperti sebelumnya tidak kenal satu sama lain.
We all start as strangers, but we forget that we rarely choose who ends up a stranger, too. - Brianna West -
Dari dia aku belajar, bahwa sampai kapanpun ternyata hanya diri sendiri yang mampu menemani dan tidak akan pernah meninggalkan.
Hi,
I miss you.
And how are you? Hope you're doing well.
Thank you for coming into my life.
Thank you for being my best friend for two years.
Talking, sharing, laughing, and crying with you are such beautiful memories that will be kept in my heart. Event hough, I have to learn to let you go and I know I'm not good at it.
I write it because I miss you.
I realize that we don't share the same intention, and thus why we couldn't meet at the same point and fight for it together.
Hope you can find the right one for you, and I do, too.
Love,
Solihat

Duhh jadi sedih baca cerita ini. Apa ini berdasarkan kisah nyata ? Kalo bener memang susah untuk dilupakan...
ReplyDeleteKadang rindu itu datang tiba-tiba, ya. Nggak perlu alasan, cuma terasa sesak aja. Tapi menulisnya memang bisa bikin perasaan lebih lega
ReplyDeleteehm kak, jadi sedih bacanya, tapi ini tulisannya bagus, malah bisa jadi ide cerita fiksi hehe
ReplyDeleteCinta, apalagi cinta pertama, emg sulit dilupakan. Bahkan meski kita sudah memiliki jalan masing2. Namun apapun pilihan yang telah dibuat, jgn sampai goyah hanya karena cinta sesaat. Apalagi kembali ke cinta pertama yang bakal meruntuhkan mahligai cintai yg telah dibangun.
ReplyDeleteKecuali kita msh sendirian, dan dia jg sendirian. Sok atuh, kembali jadian. Loh. Hehehe. Cerita romantisnya ngena bgt kak. Apalagi dibaca saat hujan gerimis. Sambil minum kopi malah teringat mantan. Haha.
It's interesting to think about how we make people who used to be everything into nothing again.
ReplyDeleteRasanya aneh, tapi ternyata kita bisa ya
Entah ini fiksi atau beneran curhat penulis tapi sebagai orang yang pernah merasakan cinta tentunya aku juga bisa mengerti perasaan penulis. Semoga nanti bisa ketemu dia yang memang mencarimu yaa
ReplyDeleteEntah ini fiksi atau beneran curhat penulis tapi sebagai orang yang pernah merasakan cinta tentunya aku juga bisa mengerti perasaan penulis. Semoga nanti bisa ketemu dia yang memang mencarimu yaa
ReplyDeleteCerita mantan atau TTM ini memang ada benarnya. Sesekali ada godaan untuk menghubungi di awal² masa setelah putus. Tapi seiring berjalannya waktu, saat perasaan sudah tak mengambil alih, logika pun menempatkan diri. Perlahan logika itu bisa menghardik sangat keras. Ketus dan marah. Lalu dengan tegas dirimu akan bilang, "idih! Bisa²nya aku wasting time sama dia." Dan rasa marah bahkan jengkel pun hadir. Dari titik ini, biasanya seseorang akan muncul rasa percaya diri untuk move on. Sometimes, we give time to time. Sebelum akhirnya mendapatkan tempat berlabuh yg tepat.. ❤️
ReplyDeleteSemangat.. This too shall pass.
ReplyDeleteTerus berdoa segera dipertemukan dengan jodoh yg sejati ya..
I feel you, Kak. Ngebiasain diri buat gak gatel hubungin tuh pertama-tama berat banget. Dulu tuh gak hubungin di WA, tapi masih curi-curi lihat kabar di sosial media. Terus pas sudah siap, baru deh bener-bener gak lihat. Kadang ada yang kuremove, ada yang kusembunyikan biar hati juga aman
ReplyDeleterindu itu emang paling nyiksa. kita cuma bisa nahan dan diam. semoga kejadian ini tidak membuat kakak menutup diri ya. yakinlah, akan ada orang yang peduli untuk kamu kak. semangat!
ReplyDeleteHuuff~
ReplyDeletePasti berat yaah.. masa-masa penuh kenangan dan kudu udahan karena satu dan banyak hal yang membuat kita semakin asing.
Bukan salah siapa-siapa dan bukan salah waktu yang kurang tepat juga..
Hanya perlu sosok yang bisa dijadikan sandaran dengan pasti untuk masa depan.
Sebuah hubungan yang kalau tidak dibangun dua arah, memang sebaiknya tidak diteruskan. Semoga Tuhan mempertemukan dengan seseorang yang menghargai dan jodoh yang sejati.
ReplyDeleteAduhh beratttt sayang tapi udahan tuh gimana yaa
ReplyDeleteTerasa klise ga sih "aku sayang sama kamu tapi aku mau kamu bahagia, jadi ayo kita jalan masing-masing aja"
Huwaghhhhh rumusku tidak bgitu wkwkwk
Aku posesif saat aku punya seseorang disamping aku
kayak seseorang yang sedang belajar berdamai dengan luka sambil tetap menghargai apa yang pernah terjadi. Rasanya relate, karena hampir semua orang pernah ada di fase “kangen tapi tahu harus pergi”.
ReplyDelete