 |
| doc.pribadi |
Identitas Buku
Judul: Loving the Wounded Soul
Penulis: Regis Machdy
Tahun Terbit: Cetakan enambelas, Mei 2024
Penerbit: PT Gramedia, Jakarta
Blurb
Depresi adalah penyakit yang sangat menganggu, bahkan dapat memunculkan keinginan untuk mengakhiri hidup bagi yang mengalaminya. Di tengah pergulatan orang dengan depresi, banyak stigma yang melabeli sehingga mereka kesulitan untuk mendapatkan pertolongan. Regis, sebagai salah satu penyintas depresi dan akademisi psikologi, akan mengungkap apa itu depresi dan mengapa depresi rentan dialami manusia abad ini.
Buku Loving the Wounded Soul membahas depresi secara komprehensif, mulai dari aspek klinis dan budaya, faktor internal dan eksternal, serta higher meaning dari kehadiran depresi itu sendiri. Tak hanya menjadi pedoman bagi orang dengan depresi, buku ininjuga penting bagi pendamping dan siapa saja yang ingin memahami kompleksitas jiwa sekaligus menemukan sejati kehidupan.
Tiga Insight Utama
1. Pikiran orang dengan depresi sangat kompleks dan dipenuhi narasi negatif.
Pikiran mereka seperti benang kusut, puzzle yang tak pernah lengkap, dan labirin yang tanpa jalan keluar. Mereka mengalami sedih yang tak berkesudahan, lalu pikiran mereka selalu mempertanyakannya. Setiap pengalaman dianalisis, setiap memori kami ingat sebagai luka, dan setiap kenangan kami anggap sebagai duka. Kami membungkus diri dalam kesedihan, memenjarakan pikiran kami sendiri dalam kegelapan.
2. Pikiran bunuh diri bukanlah bentuk mencari perhatian.
Siapapun yang memiliki pikiran bunuh diri, mereka bukan mencari perhatian atau sengaja menginginkannya. Orang dengan depresi yang memiliki pikiran bunuh diri pun tak pernah menginginkan kondisi tersebut. (p. 66-67)
3. Terapi bicara memegang peran penting dalam pemulihan depresi.
Terapi bicara dapat diutamakan dalam pemulihan depresi. Depresi harus dihadapi, maka kita yang mengalami depresi harus bisa keluar dari penjara pikiran yang kita buat sendiri. (p. 192)
Refleksi Pribadi
Membaca buku ini membuatku semakin sadar bahwa di dunia ini, tidak ada orang yang benar-benar normal lalu tiba-tiba ingin bunuh diri. Pikiran tersebut tidak muncul begitu saja.
Ini bukan semata soal kurang iman, kurang bersyukur, atau kurang kuat. Di baliknya, ada luka yang tidak terlihat, beban yang terlalu lama dipendam, dan kelelahan yang tidak pernah benar-benar mendapat ruang.
Mereka yang mengalami depresi sebenarnya hanya membutuhkan satu hal yang sangat manusiawi: ruang untuk dipahami. Didengarkan tanpa dihakimi. Diterima tanpa disudutkan. Buku ini mengajarkanku bahwa memanusiakan manusia adalah bentuk empati paling sederhana. Mengakui bahwa semua perasaan itu valid dan setiap peristiwa tidak bisa kita pukul rata kadarnya.
Setiap manusia memiliki kapasitasnya masing-masing dalam menghadapi masalah. Dan memahami hal itu, barangkali, adalah langkah kecil yang bisa menyelamatkan seseorang atau bahkan diri kita sendiri.
Penutup
Buku ini tidak memberian aku jawaban instan tentang bagaimana caranya sembuh. Tetapi buku ini memberikan aku sesuatu yang jauh lebih penting: pengertian. Tentang diri sendiri, tentang orang lain, dan tentang luka yang sering kali tidak terlihat.
Aku belajar bahwa depresi bukanlah kelemahan, melainkan sinyal bahwa ada bagian jiwa yang terlalu lama diabaikan. Dan mencintai jiwa yang terluka bukan berarti memaksa diri untuk segera baik-baik saja, melainkan berani berhenti sejenak, mengakui lelah, lalu perlahan mencari pertolongan.
Semoga setelah membaca buku ini, kita bisa lebih lembut pada orang lain, dan terutama pada diri sendiri. Karena barangkali, itulah langkah awal dari proses penyembuhan yang sesungguhnya.
Post a Comment