Hi Solihat

Let me share with you here

  • Home
  • Contact Me

canva.com

Bismillahirrohmanirrahim

On last Thursday, I visited my old friend yang baru saja melahirkan anak pertamanya di sebuah rumah sakit di kota tempat tinggalku. Suasana suka cita sekaligus deg-degan menyelimuti ruangan pasien dikarenakan temanku, sang ibu menunggu kehadiran putranya yang masih berada di ruang bayi. Sayangnya pada hari itu aku tidak sempat bertemu dengan bayinya.

Ada satu pertanyaan yang sempat membuat aku agak ciut nyali.

“Tos gaduh sabaraha hiji ayeuna?” Dalam bahasa Indonesia berarti sudah punya berapa sekarang? Pertanyaan itu diajukan oleh Ibundanya teman aku. Aku langsung ngeh. Maksud si ibu adalah anak.

Aku menggelengkan kepala sekaligus menjawab, “Belum nikah Bu,” yang tak lama kemudian ditimpali oleh temanku juga yang sama-sama menggelengkan kepala sambil bilang hal yang sama denganku.

Ibunda teman aku langsung mengusap punggungku, “Gak apa-apa. Tenang. Nanti juga ketemu sama jodohnya kalau sudah waktunya.”

Aku hanya tersenyum masam. Menahan getir.

Well, talking about searching for love, partner, marriage, for me it’s a something tiring. Mungkin karena udah sering kecewa, udah sering banget ngalamin patah hati, so honestly tiap coba kenalan suka nething duluan karena apa? Ya ujung-ujungnya patah sebelum dimulai atau kalau enggak ditinggalin pas udah punya rasa.

Memasuki usia 24 tahun, bagi aku sebagai cewek udah mulai tuh agak ngerasasa khawatir. Beberapa teman sekolah SMA aku dari 11 orang perempuannya 7 orang sudah menikah, 1 sudah tunangan dan sedang mempersiapkan pernikahannya, 3 orang masih single termasuk aku di dalamnya. Terkadang aku juga suka minder kalau udah ada kumpul-kumpul. Entah itu nengok temen atau menghadiri acara pernikahan karena mereka pasti bakal datang sama pasangannya sementara aku? Aku masih diantar jemput Bapak/adik atau enggak biasa pesen ojol. Dan yang paling nyesek kalau udah ditanyain soal calon pasangan kemudian aku jawab, I’m single. I’m still single. Dan dari mereka pada gak percaya.

Ada yang mencoba buat nenangin aku, menghibur aku seperti yang diucapkan oleh Ibu temanku itu, ada juga yang bilang karena aku terlalu sibuk belajar, kerja, bahkan ada yang sampai bilang kalau selera aku ketinggian.

Whatever you said, I don’t care! Cause you would never to be me and you would never to understand me till the end. Masing-masing dari kita punya masalah yang berbeda yang harus dihadapi bukan? Mungkin masalah aku ya di sini. This is my struggle.

Sometimes I would wonder, why is it happened to me? I’m beautiful enough, I’m pretty good, I’m a struggle woman.

I was almost crazy with these my questions. Thus, I try to slow down my mind and I say to myself like: “It’s ok. Your life is not just about searching for love, marriage. There are many important things that shall you do.” Even I truly know. It is so hard to do. But once more life must go on.

Hingga pada shubuh tadi, I just had read an e-mail from Aida Azlin yang dikirim pada 23 November 2021 lalu berjudul Are you seeking? Then you shall find. Her writing really realizes me and touches my heart.

I believe it is the same with searching for love – one may think it has to come in front of a partner, but love comes in many shapes and shades. Perhaps Allah SWT wants you to find love in knowledge, love in servitude, live in friendship, and in many other ways that only He knows what your soul in in dire need of.

Aida Azlin – Are you seeking? Then you shall find

Setelah membaca paragraf ini aku kemudian termenung. Betul urusan mencari pasangan memang menjadi struggle sendiri buat aku tapi cintanya Allah rupanya turun dalam bentuk lain untuk aku. Misal alhamdulillah urusan pekerjaan Allah mudahkan untuk aku, bisa kuliah dari hasil kerja keras sendiri, aku masih punya orang tua yang lengkap yang menyayangi aku, yang tidak pernah menuntut apapun dari aku, yang selalu mendukung di setiap keputusan hidup yang aku ambil. Teman-teman seperjuangan yang selalu ada, mengingatkan dalam hal-hal kebaikan. Adik-adik di rumah yang senantiasa membantu walau kadang menyebalkan.

“To find things with a grateful heart, not with an anxious heart.”

Aida Azlin – Are you seeking? Then you shall find

Dari pada aku capek-capek mengoceh atas hal yang selalu aku cari, dalam hal ini adalah searching for love, lebih baik aku mensyukuri cinta yang ada, cinta yang Allah beri dalam bentuk lain.

Namun terkadang terlintas dalam fikiran hal-hal yang tidak aku inginkan. Selama ini Allah telah memberikan aku cinta dalam wujud lain, nah ketika waktunya cinta dalam bentuk partner itu tiba, aku harus membayarnya dengan melepaskan wujud cinta lain yang aku miliki saat ini. Itu yang aku takutkan. Tapi ya di dunia ini memang betul tidak ada sesuatu yang bisa kita miliki kecuali harus ada pengorbanan yang dilakukan untuk mendapatkannya.

Tak bisa dipungkiri memang. Misal kalau lagi jalan sama temen-temen atau lagi jalan sama keluarga lihat pasangan muda-mudi pergi makan berdua, nonton di bioskop, atau sekedar jalan-jalan dalam hati tentu ada rasa iri.

Kok orang lain bisa ya begitu, kok aku susah sih? Pengen kayak gitu tapi difikir-fikir lagi, buat apa? Pacaran juga gak menjamin kamu bakal nikah sama dia. Yang ada kamu malah ngumpulin dosa. Harusnya kamu tuh bersyukur tiap kali kamu jatuh kemudian Allah patahkan. Itu tandanya Allah sayang sama kamu, biar kamu gak terjerumus sama hal-hal yang Allah gak suka.

Kini memasuki tahun baru aku sudah mulai bisa melepaskan fikiran-fikiran jelimet yang pada akhirnya hanya akan membuat aku kufur nikmat kepada Allah. Sembari menunggu jodoh yang datang, aku bisa bekerja dahulu, mewujudkan mimpi-mimpi yang belum terlealisasi, membahagiakan ke dua orang tua, adik-adik di rumah. Memperbanyak relasi, silaturahmi, mencari ilmu entah itu lewat membaca buku, mendengarkan podcast, menonton YouTube atau film, ikut majelis ta’lim.

Insya Allah, I believe that Allah will meet me with someone who is pleased by Him in His perfect time. Aamiin.

With love,

www.pixabay.com


Bismillahirrahmanirrahiim

Pernah gak sih ngerasain gimana rasanya saat kamu udah susah payah mendisiplinkan diri buat tetep antre eh tiba-tiba orang yang paling akhir yang baru aja datang dengan mudahnya maju duluan, serobot antrean tanpa ngerasa bersalah? Jengkel gak sih? Ih pengen marah, pengen sumpah serapah but please Ihat, calm down. Take a breath. Jangan sampai isi tulisan kamu saat ini isinya malah makian kamu sama orang yang udah serobot antrean kamu. Huhuuuu.

I wanna talk to you about my today! Today is my bad day. :’(

Karena gigi berlubang aku gak ada perubahan membaik setelah di tambal sementara, dokter gigi yang di Puskesmas akhirnya memberikan rujukan untuk pengobatan gigi aku selanjutnya ke rumah sakit. Ok. I thought this was the same hospital as usually I visited a few days ago. But in the fact, aku dirujuk ke rumah sakit lain. Aku bertanya lagi ke dokternya and she said yes, I should go there. Ok. No problem. And I went to the hospital at 1 p.m.

I ordered ojol and when I arrived there I decided to use the emergency stairs karena liftnya penuh dan lama. Dan ternyata poli giginya ada di lantai 5 huhuuu. Capek? Iya tentu. Cuma yang aku fikirkan adalah it’s ok. Jalan kaki, naik tangga sekalian olahraga buang keringat. Enough. Dan pas aku sampai di lantai 5 karena ini pertama kalinya buat aku berobat ke rumah sakit ini mau gak mau aku tanya-tanya dulu dong ke petugasnya. Kata petugasnya aku harus nunggu jam 2 buat bisa ambil nomor antreannya. Aku mengiyakan cuma aku penasaran dan mengunjungi mesin nomor antrean, sambil mijit-mijit layarnya yang touchscreen tapi tetep aja belum bisa keluar karena emang belum waktunya. Masih tersisa 45 menit dan aku memilih untuk berjalan menuju jendela besar sambil melihat pemandangan dari lantai 5. Masya Allah! It’s amazing! Langit yang mulai mendung dan jalanan yang masih ramai dilalui kendaraan.

30 menit lagi dan aku balik lagi ke mesin pengambilan nomor antrean. Dipijit berkali-kali tetep aja belum bisa keluar nomor antreannya kemudian aku memilih untuk duduk di kursi tunggu sambil bertanya kepada pengunjung lain dan cowok bertopi yang duduk di depan aku langsung menjawab pertanyaanku.

“Kalau ke gigi nanti jam 2. Nanti kalau tombol giginya udah kuning baru bisa ambil nomor antrean.” Ucapnya dan aku hanya manggut-manggut.

10 menit lagi menuju jam 2, cowok bertopi itu udah siap siaga nunggu di depan mesin pengambil nomor antrean sedangkan aku masih santai duduk di kursi. 8 menit yang tersisa dia mengangguk kepadaku, isyarat agar aku ikut mengantre di belakangnya. Kemudian aku pun ikut mengantre di belakangnya yang kini sudah dahulu terhalang oleh satu orang. Saat jam 2 teng petugas sudah mulai memanggil nomor antrean 1 dan cowok bertopi itu langsung mengambil nomor antreannya disusul orang yang dihadapanku dan tanpa aba-aba ternyata orang lain sudah ikut mengerubungi mesin pengambil nomor antrean di pinggirnya. Aku yang masih melongo melihat orang rebutan ambil nomor ternyata malah ke serobot sama Ibu-ibu yang  bilang dia butuh dua nomor. Begitu ditekan lagi tombolnya si nomor sudah tidak keluar lagi dan si Ibu udah megang nomor antrean 10.

“Lho Bu?” Aku mulai panik. Ya kali aku gak dapet nomor antrean.

“Bentar Neng, saya butuh satu nomor lagi tapi kok gak keluar ya.” si ibu juga mulai panik dan keliatan wajah bersalah.

“Ibu nomor berapa itu?”

“Ini nomor 10.” Kemudian si Ibu bertanya ke pasien lain yang sudah mengambil nomor antrean. Begitu ditanyakan ke petugas kuota pasien hanya 10 orang.

Shit!

“Cuma 10 pak? Berarti udah habis?” Tanyaku

“Iya. Cuma 10 kuotanya.”

Antara kesal bercampur marah dan malu aku gak bisa ngelakuin apapun di depan meja pendaftaran selain mainin hp dengan fikiran kacau. Sementara itu cowok bertopi tadi sudah mendaftarkan diri di loket pendaftaran 1.

“Ya Allah lama-lama nunggu dari tadi dan hasilnya apa? Nihil? Harus balik lagi?”

Lihat tangga darurat udah males jalan, aku langsung berjalan menuju lift dan sialnya lagi liftnya lama bikin aku tambah kesel. Tak ada pilihan lain selain kembali menuruni anak tangga. Dan selama menuruni anak tangga itu tak henti-hentinya mulut aku komat-kamit di balik masker yang aku kenakan, saking nahan kesal.

Begitu sampai lobi depan aku langsung kirim pesan ke Mamah, kalau aku kesel banget sama kelakukan si ibu itu. Ditambah karena ini pertama kalinya bagiku berobat ke rumah sakit ini dan aku belum punya pengalaman apa-apa. That’s was my first time! First experience.

Gak apa-apa. Besok lagi aja. Jadi pengalaman. Kan baru pertama kali.

Meski jawaban Mamah gitu tetep aja rasa kesal di hati bercampur marah udah pengen meledak saat itu juga. Tapi ya mikir lagi, ini kan di rumah sakit. Ya kali marah-marah kayak orang kesurupan.

Diluar hujan udah mulai turun. Niat mau pesen ojol malah buru-buru  keluar dari halaman rumah sakit, jalan kaki cepet sambil mulut gak berhenti menggerutu. Mata udah mulai sembab karena sebenarnya udah pengen nangis kejer.

“Dasar si Ibu yaa mau disumpahin apa nyerobot….”

“Teh mau ke mana?” belum selesai aku ngucapin sumpah serapah, seseorang datang berjalan di sisiku mengimbangi langkah kakiku yang cepat. Ternyata cowok bertopi tadi.

“Mau pulang.” Jawabku sedatar mungkin sambil liat ke langit biar air mata gak turun.

“Kok pulang?”

“Habis mau gimana lagi, antreannya diserobot. Kuotanya juga udah habis.”

“Pantesan saya cari kok malah pulang. Malah si ibu itu yang daftar. Padahal Teteh duluan kan ya tadi yang daftar.”

“Iya gak apa-apa kok.” Padahal dalam hati masih jengkel dan ini lagi duh nambah malu lagi. “Besok kira-kira jam berapa ya?”

“Besok jam 8 Teh atau enggak sama kayak sekarang jam 4 tan. Cuma gitu iya ambil antrian 2 jam sebelum pendaftaran.”

“Oh iya. Iya. Duluan ya.” kataku buru-buru karena sebenarnya malu ketahuan pulang duluan padahal antre bareng. Sementara itu dia hanya mengangguk sopan sambil mengepulkan asap rokok dari mulutnya.

Dan tanpa sadar aku malah sudah berjalan jauh dan hampir sampai rumah dengan pakaian yang agak kebasahan karena hujan.

Ya Allah mau sumpah serapah gak jadi karena keburu dipotong pertanyaan cowok tadi. Thanks Allah for saving me. Makasih karena pada akhirnya aku gak ngedoain yang enggak-enggak. Takut doa buruknya malah balik ke kita. Ya udah doain aja biar si ibunya sadar gak nyerobot antrean lagi.

“Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman setia.” (Q.S. Fussilat: 34)

But wait, I’ve realized. Kan tadi pas aku turun tangga itu dia masih ada di meja pendaftaran dan selama aku turun tangga juga gak ngerasa ada orang yang ngikutin dari belakang. Kok cepet banget ya jalannya? Bisa nyusulin gitu. Ah mungkin dia nyusulin aku takutnya aku malah pulang sehabis dapet antrean. Semoga gak ketemu lagi kalau berobat. Mau ditaruh di mana mukaku. Hiks :’(

Di sisi lain aku juga kurang cekatan. Yes, I admit that I was wrong. Besok-besok lagi mau diem depan mesin pengambil nomor antreannya aja sambil search dulu dokter mana yang bagian tugas. Biar gak kejadian kayak tadi lagi. Diserobot antrean sama orang lain.

Be patient,

canva.com


Bismillahirrahmanirrahiim

On last Monday, I and my friends visited Jati Sewu Cibungbang swimming pool, located at Baregbeg, Ciamis. I was excited when arrived there. I immediately took a picture, went for a walk around, and I was so happy.

I didn’t know why I was so happy. Maybe because after six months I never travel, just stay at dormitory. I thought so. Udahlah habis itu I prepared for swimming, because my plan was swimming. My friend, Unni told me about the swimming pool but I didn’t care and I just followed Aa who tried the depth of swimming pool. You can guest what happen next. Of course. I drowned, I was panic and Unni didn’t realize that I drowned. She thought that I and Aa played together in the pool. OMG!

Doc. Pribadi

And it was true! There was no one helped me. I tried for holding Aa’s hand but he tried to let my hand. Aa is my friend’s son. He is third grade of Senior High School which his body is smaller than me. You can imagine it! Ya Allah. My mind was messed up and I just thought that I would die at that time. I tried to do the same thing but it wasn’t work out. I’ve given up and then I heard my other friends shouted that I drowned. Habis diteriakin gitu barulah yang lain mulai panik dan berkumpul di pinggir kolam. Temanku itu langsung menceburkan diri dan membantu aku untuk keluar dari air. The process was not easy! Gak tahu kenapa susah sekali untuk aku menapaki tangga kolamnya dan aku malah kembali lagi ketarik ke dalam dan temanku mulai kewalahan karena aku susah didorong menuju tangga kolam. Finally, I tried hard to step on the pool ladder and alhamdulillah I could! Huhuuuu.

From this experience I got some lessons:

  1. Beware. Follow the instruction. If you go to the swimming pool please ask the pool guard about the depth of swimming pool. Jangan kayak aku langsung nyebur gitu aja.
  2. If your friend is talking please listen her/him. Don’t just ignore it. Aku kan gitu, coba kalau aku mendengarkan dengan baik, maybe I wouldn’t drown.
  3. Don’t be panic. Actually, kalau aku kemarin bisa tenang pas lagi tenggelam, aku bisa mengapungkan diri aku sendiri kemudian berenang sedikit ke tepian. Karena panik itulah aku malah mencelakakan diri aku sendiri.
  4. Lastly, I think this is very important. Kalau gak bisa renang dan ingin berenang kamu WAJIB ditemani oleh teman atau orang tua atau siapapun itu agar kamu terawasi. Udahlah gak bisa renang, renangnya sendirian nanti giliran tenggelam siapa yang mau nolongin? Aku aja yang ada temen mereka nyadarnya telat kalau aku itu sebenarnya tenggelam.

Truly, when I got out from the pool I was embarrassed and wanted to cry. I hope you can learn from my experience.

Have a great holiday!

Love,

www.pixabay.com


Bismillahirrahmanirrahiim

Tidak terasa sudah memasuki hari-hari terakhir di bulan November. Itu artinya obat yang harus aku konsumsi juga tinggal tersisa beberapa butir lagi. Rasanya senang sekali karena tidak lagi harus meminum obat ditiap pagi. Even I realized, yesterday I was furious and disappointed why Allah gave me this test. Sampai-sampai aku bilang gini, Ya Allah why me? Kenapa harus aku yang melalui ujian ini? Kenapa orang lain yang pola hidupnya lebih parah dari aku mereka bisa tetap sehat dan bisa makan apapun sepuasnya mereka tanpa harus merasa sakit? Allah maksudnya apa ngasih aku ujian begini? Aku capek harus sakit mulu, bolak-balik rumah sakit, minum obat setiap hari, menahan rasa sakit. Dan berbagai keluhan lainnya yang sesungguhnya tidak pantas aku utarakan karena sakit itu sendiri memang bersumber dari pola hidup aku yang tidak sehat.

Maka setelah rasa sakit itu datang mau tidak mau dimulai dari makanan, aku hanya bisa memakan sayur bening, buah, minum air putih. Tak ada lagi makan makanan berasa gurih, pedas, jeroan, lemak-lemak tertentu. Mau tidak mau akupun harus memaksakan diri untuk berolahraga minimal 15 menit setiap hari. Sampai akhirnya proses itu masih berlanjut hingga hari ini dan karena sudah menjadi kebiasaan, hal yang pada awalnya terasa berat kini menjadi ringan bagiku. Ditambah dulunya aku yang malas sekali untuk berolahraga, kini satu hari terlewat serasa seperti ada yang kurang :D. Kini efeknya pun terasa di badan. Meski berat badan masih stuck di angka itu, tapi baju-baju mulai terasa longgar dan badan menjadi lebih segar.

Pada hari Selasa, 12 November 2021 aku mendapatkan email dari Aida Azlin, seperti biasa #AATuesdayLoveLetters dengan judul In A Difficulty? Find Your Ease. Dalam tulisannya itu Aida bilang bahwa saat ia menemukan kesulitan, her mindset switch from “struggle-stricken” to “solution-driven”. Ditambah dalil Q.S Al-Insyirah 5-6, “Sungguh setiap kesulitan bersama kemudahan, sungguh bersama kesulitan ada kemudahan.” Kemudian ada satu kalimatnya yang membuat aku kembali merenung,

But the ease is a mystery and so it is our job to find it.

And then, I try to find the ease from my test. Sekilas memang kayak Allah is unfair for my life. Tapi dibalik rasa sakit yang aku derita, selain sebagai penggugur dosa memang betul ada kemudahan di sana yang aku sendiri baru bisa menyadarinya setelah akan selesai menjalani pengobatan. Kemudahan-kemudan itu diantaranya:

  1. When I was sick, my father always accompanied me to visit the doctor. Even he was not full time, but he always was there when I needed something. Hal ini yang bikin aku pengen nangis. Padahal pas aku masih harus bolak-balik rumah sakit bulan kemarin, dagangan kedua orang tuaku sedang merosot. Tapi demi anak mereka rela berkorban.
  2. My mother pays me more attention. Sosoknya yang biasanya cuek dan dingin berubah total menjadi penuh perhatian. Until this day, she always cooks the healthy food for me. Padahal biasanya she rarely cooks anything. She always texts me or calls me, asks me about my condition. And one day, she forces herself to go to my dormitory for ensuring that I’m ok. It’s amazing for me. And I’m grateful for it. Thanks Allah!
  3. Aku yang dulunya pengen diet dan tidak pernah kesampaian karena selalu saja gagal dengan makanan, pada akhirnya kini mau tidak mau aku harus menjalaninya. Begitupun dengan olahraga yang dulu jarang banget dilakukan akhirnya kini mau tidak mau harus dilakukan agar membantu proses penyembuhan. Mungkin dengan cara ini Allah memberikan kemudahan bagi aku untuk menjalani proses diet. Alhamdulillah kini sudah terasa manfaatnya meski pada awalnya terasa berat saat dilakukan. Kadang aku berfikir apa jangan-jangan rasa sakit ini Allah kasih ke aku sebagai teguran bahwa sudah seharusnya aku diet dan menyanyangi tubuh aku sendiri?

Such as Aida said that our job is to find the ease, exactly it’s really true. I have realized when I almost pass this condition. Diawal boro-boro. Yang ada semuanya kayak udah gelap, kayak Allah itu jahat banget sama aku. Memang benar, kita akan menyadari bahwa kemudahan-kemudahan itu selalu ada di setiap perjalanan yang kita anggap sulit, saat kita akan berakhir diujung perjalanan itu atau setelah kita melalui perjalanan itu sendiri.

Mungkin perlu diimani lagi Q.S Al-Insyirah ayat 5-6. Meski sering dibaca dan saat dilihat terjemahnya terbilang mudah ternyata saat dijalani tak semudah yang diucapkan.

Allah, please forgive me! For the bad prejudices that I did yesterday.

Semoga kita selalu segera menyadari bahwa dari setiap perjalanan sulit yang datang akan selalu ada kemudahan yang mengiringinya tanpa harus menunggu perjalanan itu usai atau bahkan saat kita telah usai melewatinya. Sehingga kita terhindar dari sikap suudzan kepada Allah.

with love,

Photo by Brett Jordan from Pexels



Bismillahirrahmanirrahiim

Hari itu saat aku sedang berselancar di Instagram, aku mendapatkan sebuah informasi mengenai layanan konsultasi psikologi gratis yang diadakan oleh Klik.Klas @klik.klas bersama Rumah Amal Salman @rumahamalsalman dan Psikologi Bergerak @psikologibergerak yaitu Layanan Psikologi #TemaniTeman dan #TemaniNakes Batch 3. Ada beberapa syarat dan ketentuan yang harus diikuti. Diantaranya me-mention tiga teman di kolom komentar, share postingan di Ig story atau di grup masing-masing tapi aku memilih untuk men-share postingannya di Ig story. Berkomitmen mengikuti layanan psikologi sesuai jadwal yang telah disepakati. Setiap peserta hanya dapat berkonsultasi sekali dalam sepekan. Durasi konsultasi selama kurang lebih 60 menit. Meski hanya mendapatkan jatah satu kali konsul dengan durasi waktu 60 menit menurutku itu lebih dari cukup. Selain syarat dan ketentuan tersebut, setiap peserta yang ingin mengikuti layanan ini pun harus mengisi form di Google Form yang telah disediakan oleh panitia.

Instagram @klik.klas


Selasa, 16 November 2021 akhirnya hari itu tiba dan sesi konsultasi psikolog aku dilaksanakan tepat pukul 11.00 sampai 12.00. Melalui Google Meet aku log in 15 menit lebih awal sesuai peraturannya. Dan ternyata saat aku log in itu, psikolognya sudah stand by dan tidak perlu menunggu jam 11 pas. Psikolog aku, Marina Yollanda, langsung menyapaku, bertanya mengenai identitasku dan juga kabarku. Sesi konsultasipun berlangsung sampai pukul 12 tepat.

Hal yang aku konsultasikan adalah mengenai rasa ketakutan aku akan suatu hal yang belum pasti terjadi (overthinking) karena aku pernah mengalaminya di masa lalu. Fikiran-fikiran negatif ini sering muncul menjelang aku tidur yang pada akhirnya membuat aku susah tidur dan tidur aku pun tidak nyenyak. Dan hal ini benar-benar mengganggu jam tidur malamku.

Psikolog Marina bertanya padaku,

“Coba Ihat saya mau tanya, Ihat ini hidup di masa lalu, masa kini, atau masa depan?”

“Masa kini.” Jawabku.

“Nah karena Ihat hidup di masa kini, berarti harusnya Ihat harus fokus di masa kini. Masa lalu kan sudah berlalu, sedangkan masa depan belum tentu terjadi. Bagaimana dengan ketakutan akan suatu hal karena dulunya pernah kejadian? Kita akui saja bahwa hal itu pernah terjadi di masa lalu, bukan saat ini, dan belum tentu terjadi di masa depan.”

Aku pun terdiam mendengar penjelasan dari Psikologku. Otaku kembali mulai berfikir, jangan-jangan selama ini rasa ketakutan itu muncul karena aku belum mengakui bahwa hal itu “pernah” terjadi di masa lalu dan bukan saat ini ataupun masa nanti. Bisa saja selama ini aku hidup dalam bayang-bayang ketakutan masa lalu.

“Yang perlu Ihat ingat adalah, kita tidak bisa menghindari apa yang sudah menjadi ketentuan untuk kita.” Lanjut Psikolog Marina.

Jleb! Ucapan beliau ini sangat tepat sasaran.

“Kematian, kegagalan, keberhasilan, pertemuan, perpisahan. Semua ini adalah sesuatu hal yang pasti terjadi pada setiap orang.”

Aku beristighfar, memohon ampun kepada Allah. Ya Allah jadi selama ini iman aku sangat lemah sekali. Aku lupa bahwa ketakutan akan hal seperti ini sudah ada dalam Al-Qur’an.

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang ditimpa musibah mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un” (sesungguhnya kami milik Allah dan  kepada-Nyalah kamu kembali).” (Q.S Al-Baqarah 155-156)

“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah.” ( Q.S Al-Hadid 22)

 Aku bersyukur sekali bisa mendapatkan kesempatan untuk bisa berkonsutasi langsung dengan psikolog. Ternyata bercerita ke psikolog itu berbeda dengan bercerita ke teman. Mungkin kalau cerita ke teman justru aku malah mendapatkan sebuah judgment. Seperti “alah gitu aja difikirin. Gak usah overthinking kali. Makanya jangan hidup di masa lalu.” Meski sebenarnya urgensinya sama aja yaitu mengingatkan agar kita tidak berlarut-larut dalam masa lalu, tapi cara penyampaiannya sangat berbeda. Dengan psikolog aku bisa bercerita bebas tanpa merasa takut dihakimi. Hal-hal yang selama ini selalu aku sembunyikan perlahan terkuak di waktu yang hanya berdurasi 60 menit ini. Bebanku perlahan berkurang dan aku mulai mencari cara sendiri untuk menenangkan fikiranku dikala fikiran-fikiran negatif muncul.

  1. Mulai saat ini saat fikiran-fikiran buruk itu menghampiri aku langsung beristighfar. Karena fikiran-fikiran buruk itu bisa saja datang dari bisikan syetan membuat kita tidak yakin atas takdir Allah.
  2. Mengakui hal-hal yang tidak menyenangkan yang terjadi di masa lalu : “ya sudah, sudah terjadi di masa lalu bukan di masa kini apalagi di masa depan.” Yang telah lalu biarlah berlalu. Life must go on. Karena mau tidak mau hidup akan terus membawa kita berjalan bukan berdiam diri.
  3. Kalaupun harus gagal lagi, tidak apa-apa. Tidak ada yang salah, hanya perlu dicoba lagi. Tetap optimis. Perkara gagal dan berhasil bukan jangkauan kita. Tugas kita hanya berusaha/berikhtiar, berdo’a, dan bertawakal.
  4. Meyakini sepenuhnya bahwa apa yang terjadi sudah dituliskan oleh Allah SWT. Apa yang harus terjadi dalam kehidupan kita sudah menjadi ketentuan kita dan berhenti berandai-andai. Karena berandai-andai termasuk orang munafik. Lihat kisahnya dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 166-168.

“…Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engaku bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” (Q.S Al-Baqarah: 286)

as a self reminder,



Photo by cottonbro from Pexels


Bismillahirrahmanirrahiim

Sore itu sebuah perbincangan pun dimulai dengan membahas kucing, kemudian aku bilang bahwa aku tidak bisa berlama-lama bermain dengan kucing atau berada satu ruangan dengan kucing lantaran aku alergi bulu kucing. And then my friend said,

“Alergi kucing? Lebai.”

“Eh bener waktu di rumah temen waktu itu langsung pilek. Bersin-bersin. Mata merah.” Kataku ngasih penjelasan tapi yang bersangkutan terlihat bodo amat.

Kemudian temanku yang lain bilang dengan suara pelan namun masih bisa didengar jelas,

“Cewek kamu alergi kucing? Lemah.”

Aku hanya diam sambil mengunyah makananku. Ngeladenin omongan orang yang seperti itu memang tidak akan ada selesai-selesainya. Rasanya nyesek sebenarnya dikatain begitu. Toh aku juga gak mau punya alergi begitu dan itupun bukan pilihan aku.

Sebenarnya dari kecil begitu. Setiap ada kucing masuk rumah atau aku main sama kucing lama, gak cuci tangan, cepet untuk membuat aku bersin-bersin dan pilek. Bahkan pada saat main ke rumah teman sewaktu ngampus dulu, mataku langsung memerah dan bersin-bersin karena di rumahnya banyak banget kucing. Padahal kucingnya bersih. Dia sendiri yang rajin rawat kucing-kucingnya. Sampai yang pas ke dua kalinya main ke sana aku minta buat ngeluarin kucingnya jangan masuk ke kamarnya karena takut bersin-bersin lagi. Alhasil meski itu kucing udah dikeluarin dari kamarnya tetep aja masih bikin mata aku merah-merah dan bersin-bersin. Karena udah gak tahan aku langsung izin pamit pulang padahal tugas kuliah saat itu belum selesai dikerjakan.

Terakhir ketika kemarin WFH, ada kucing tetangga yang lucu menurutku, warnanya bulunya kuning kecoklatan, dan bulunya lebat. Si kucing sering banget mampir ke rumah membuat aku selalu mengelus-ngelus bulunya. Tanpa sadar saat itu aku langsung ngucek mata karena gatal dan akhirnya mataku merah dan aku kembali bersin-bersin. Setelah dari kejadian-kejadian itu meski aku ingin sekali mengelus bulu kucing; selalu aku tahan keinginan itu.

Jadi gimana? Masih mau ngatain yang alergi bulu kucing itu lebai? Lemah? Dari hal ini aku belajar bahwa kita jangan pernah menyepelekan suatu urusan orang lain. Misal karena pusing dikit, ah gitu doang pusing, atau seperti kasusku barusan. Karena kan kita tidak mengalaminya, ocoba kalau kita sendiri yang ngalaminnya masih mau disepelekan orang kayak gitu? Yang punya riwayat alergi bulu kucing pasti tahu gimana rasanya ketika alergi itu kambuh. Nyiksa sebenarnya. Mata gatelnya ampun, belum lagi hidung juga, meler, bersin-bersin. Aku juga bisa berhenti si alerginya kalau udah 4-5 jam jauh dari kucing atau berada di ruangan yang sama sekali tidak ada kucingnya.

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (H.R Bukhari dan Muslim)

as a for reminder,



Newer Posts Older Posts Home

ABOUT ME

I'm a storyteller who could look back at my life and get a valuable story out of it. I'm trying to figure things out by writing. Welcome to my journey! Please hit me up hisolihat@gmail.com.

You are looking for...

  • ▼  2025 (25)
    • ▼  July (2)
      • Refleksi Catatan 20: Lingkungan Baru dan Perasaan ...
      • Refleksi Catatan 19: I'm Still His Little Girl
    • ►  June (3)
    • ►  May (7)
    • ►  April (3)
    • ►  March (3)
    • ►  February (2)
    • ►  January (5)
  • ►  2024 (44)
    • ►  December (2)
    • ►  November (4)
    • ►  October (10)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (3)
    • ►  May (2)
    • ►  April (3)
    • ►  March (2)
    • ►  February (6)
    • ►  January (4)
  • ►  2023 (30)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  May (13)
    • ►  April (5)
    • ►  March (1)
    • ►  February (5)
    • ►  January (1)
  • ►  2022 (30)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  May (6)
    • ►  April (4)
    • ►  March (4)
    • ►  February (3)
    • ►  January (8)
  • ►  2021 (15)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (4)
    • ►  September (1)
    • ►  July (4)
    • ►  June (1)

Thank You!

Friends

Get new posts by email:
Powered by follow.it

1minggu1cerita
BloggerHub Indonesia

Follow Me On Instagram

Translate

Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Template