Hi Solihat

Let me share with you here

  • Home
  • Contact Me

 

www.canva.com

Bismillahirrahmanirrahiim

Takut Kecoa? Ada yang sama?

Literally tadinya aku gak akan nulis ini. Cuma pas mau nulis kebelet pengen buang air kecil dan pas mau masuk ke kamar mandi, Astaghfirullah! Itu kecoa entah datang dari mana lagi mondar-mandir di belakang kloset bikin aku bergidik dan bingung harus diapain biar mati. Semprotan buat pembunuh serangga belum beli, padahal tadi pagi pas ditelfon Mamah bilang suruh beli. Biar pas dateng tuh si kecoa langsung semprot dan nanti juga mati sendiri jadi bisa langsung dibuang kecoanya. Because she knows that I'm so scared with cockroach.

Bingung harus diapain, teriak minta tolong tetangga ya kali mereka dari kemaren pintunya nutup terus dan keluar cuma kalau mau masak doang di dapur umum ( I wanna cry with this situation. I know it’s the first time for me so I’m not used with this 😭). Kebiasaan 6 tahun lebih di asrama kalau ada kecoa ya auto teriak, lari pontang-panting dari ujung ruangan ke ujung ruangan dan nanti giliran Unni sama Tuti yang beraksi. (Selain aku ada Keke sama Dina yang sama-sama takut kecoa jadi suka teriak berjama'ah dan berebut tempat yang aman. Kan jadi kangen kan karena takutnya bareng-bareng gak sendirian😭😆). Atau kalau lagi di rumah, pasti bakal teriak-teriak manggil, “Mamaahh… Mamaahhh…” “Bapakk… Bapakk…” habis itu Bapak akan bawa sapu buat mukul si kecoa atau Mamah dengan membawa semprotan pembunuh serangga.

And now? Mau gak mau aku harus beraksi sendiri. Bermodalkan cairan pembersih wc yang aku arahkan ke si kecoa malah bikin si kecoa lari terbirit-birit muterin isi kamar mandi😢. Udah puyeng kayaknya eh malah mau naik keluar dari kamar mandi. Panik lah! I immediately brought a broom dan aku pukul langsung si kecoanya eh si kecoanya malah mau terbang malah bikin aku ngejerit! Untungnya gak kenceng amet karena aku tahu nanti malah menimbulkan kepanikan bagi yang lain. Masa gegara kecoa heboh. Kan nanti gitu 😔. Ok. Masih dengan pegang sapu, si kecoa bener-bener keluar dari toilet dan lari ke pojokan deket botol gas kecil. Memaksakan diri untuk berani padahal sebenarnya takut setengah mati, aku mencoba buat neken si botol ke dinding dan alhasil si kecoa malah keluar mau lari ke arah aku tapi malah balik lagi ke belakang si botol. Duh udah pengen nangis! Mana di luar hujan lagi, petirnya nyamber gede! Aku tarik nafas coba buat sekali lagi meski dengan perasaan takut  sampai akhirnya aku mengulanginya hingga 3x. Dan di ketiga kalinya ini lah akhirnya si kecoa udah mulai gak berdaya dengan keadaan terbalik. Yes! Buru-buru aku seret pakai sapu meski dengan was-was dan pas aku buang ke luar ruangan nihil! Itu se kecoa entah lari ke mana. Lho bukannya tadi udah kebalik ya?

Aku cek lagi dan dia lari lagi ke pojokan itu! Arghh!!! Aku kembali lagi melakukan hal yang sama, memukul itu si kecoa hingga terbalik lalu aku seret hati-hati meski dengan hati yang super duper ketakutan dan taraaaaa dia akhirnya mati di teras kosan ku.

Kalau ditanya kenapa takut sama kecoa, ya takut. Asli TAKUT! Apalagi pas terbangnya iihhhh pokoknya. Aku yang biasanya selalu mengandalkan teman-teman, Mamah, Bapak, kini mau gak mau harus menghadapi rasa ketakutan itu sendirian. Gak enak sih. Tapi ya kali mau dibiarin aja itu kecoa berkeliaran di kamar mandi dan harus nahan pipis? Gak juga kan?

Punya pengalaman yang sama soal kecoa? Share with me here!

“Keadaan benar-benar membuatku harus menghadapi dan melawan rasa takut sendirian.”


Cheers,

Ihat

 

Photo by Toa Heftiba on Unsplash

Ada hal yang tak seharusnya aku mulai. Karena aku tak pernah tahu arus ini akan membawa aku ke mana. Meski diawal aku sudah menyadarinya bahwa ini akan berakhir bencana tapi perasaan yang datang terus saja menggedor pintu hatiku, minta aku membukanya, mengakuinya. Dan aku tak sanggup untuk menahan gedoran itu hingga aku mempersilahkan mereka masuk dan menempatkannya di sudut ruang hatiku yang masih tersisa.

Adalah kamu. Yang aku sendiri tak pernah menyangka akan terlibat urusan asmara. Kamu yang selama ini hanya aku anggap sebagai teman biasa lambat laun semua berubah termasuk sesuatu dalam hati kini selalu ingin ikut berbicara. Gayaku yang kaku begitu berjumpa denganmu, berbicara dengan nada datar dan selalu menghindar dari berbagai topik pembicaraan, komunikasi seperlunya adalah cara aku menyelamatkan diriku dari hal-hal yang nantinya hanya akan membuatku sakit berkepanjangan. Mungkin kamu akan mengira itu adalah caraku untuk memberikan radar padamu. Bukan. Bukan itu. Aku tak butuh perhatian darimu. Aku tak butuh kamu tahu atau tidak soal perasaaanku. Karena buat apa? Buat apa jika kamu hanya sekedar ingin tahu dan kamu akan tetap pergi bersamanya?

Tak ada yang salah dengan perasaan yang datang. Meski perasaan itu tak berpihak, patah sebelum dimulai, bertepuk sebelah tangan. Aku yakin akan ada suatu nasihat yang bisa aku ambil. Akan ada suatu  pengalaman baru untuk aku agar terus belajar menghindari kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi sebelumnya. Cinta tak pernah salah datang. Hanya waktu yang salah dan kamu adalah bukan orang yang tepat. Aku akan salah jika aku tetap mencoba mendekatimu, mengambil semua peluang yang ada, dan berusaha mematahkan kisahmu bersamanya. Tapi aku tak seegois itu. Aku tak sejahat itu.

Aku tak perlu melakukan hal bodoh untuk perkara cinta. Yang aku yakini adalah jika kamu orangnya maka kamu akan melepaskan pelukan yang lain dan berpaling padaku. Bukan begitu? Jika kamu masih berada dalam pelukannya dan enggan melepaskannya lantas mengapa aku harus melepaskanmu secara paksa dari pelukannya?

Sekalipun kenangan manis pernah tercipta, itu tak ada artinya di hidupmu bukan? Aku hanyalah cameo dalam hidupmu hingga akhirnya kamu akan cepat lupa terhadapku. Kamu akan lupa terhadap hari-hari yang pernah dilalui bersama.

Tolong jangan salahkan aku atas perasaan ini. Aku pun tak mengerti dan tak tahu dari manakah asal mulanya perasaaan ini hadir. Menyeruak dalam hati lantas meminta tempat untuk disinggahi. Meski kisahnya tak pernah benar-benar hidup dalam kenyataan, setidaknya pernah hidup di sudut hati yang lain meski harus ku padamkan juga pada akhirnya.

Menyakitkan bukan? Kembali mencintai orang yang salah. Mencintai orang yang jelas-jelas dari awal tak bisa kita miliki. Tapi aku bisa apa? Bukankah kita tak bisa memilih esok lusa akan jatuh pada hati siapa? Bertemu dengan siapa? Sekalipun dengan doa, bukankah ada taqdir yang sudah ditetapkan yang tak  bisa dirubah ketetapannya dan memaksa kita mau tidak mau untuk melaluinya?

Pada cinta yang hadir dan kamu yang singgah. Terima kasih atas hangatnya pertemuan, kisah-kisah yang menyenangkan dan juga mendebarkan. Aku sangat berterima kasih dan bersyukur. Karena tak ada alasan untuk aku membencimu meski dirimu tak bisa ku miliki seutuhnya. Kelak jika kau mengetahui kebenarannya, kuharap kau tak membenciku.


Love,

Ihat

Photo by Adismara Putri Pradiri on Unsplash


Bismillahirrahmaaniirahiim

Kemarin saya baru saja pergi ke kampus untuk mengambil Ijazah meski ya harus bolak-balik sana-sini buat minta surat-surat yang dibutuhkan untuk pengambilan Ijazah. Alhamdulillah gak sia-sia sih. Finally I got it. Sepulang dari kampus as usually I use a public transportation karena emang belum punya motor sendiri sih. Siang itu saat matahari sedang terik-teriknya panas saya memutuskan buat naik angkutan umum 01 nanti berhenti di halte Taman Lokasana habis itu dilanjut dengan menggunakan mobil Ciamisan, sejenis mobil angkutan umum jurusan Tasik-Ciamis dan saya menyebutnya mobil Ciamisan.

Alhamdulillah saya mendapati mobil Ciamisan yang penuh dan saya kebagian duduk di depan di samping Mamang sopirnya. Kalau mobil Ciamisannya penuh itu artinya mobil akan terus melaju dan gak akan ngetem. Ngetem itu artinya berhenti dibeberapa lokasi untuk menunggu penumpang naik. Nah pas di pertigaan jalan, mobil Ciamisan yang saya tumpangi itu malah berhenti padahal di depannya sudah ada mobil Ciamisan lain yang memang sedang ngetem, dikarenakan penumpangnya sedikit. Saya sempat mengerutkan kening, kok si Mangnya malah berhenti sih? Tak lama si Mang sopir Ciamisan yang saya tumpangi ini mobilnya, beliau itu malah turun dan menyebrangi jalan raya. Saya kira si Mamang supir mau setoran hasil nariknya hari ini eh ternyata beliau itu sedang membantu seorang ibu-ibu yang akan menyebrangi jalan dan hendak menaiki mobil Ciamisan. Begitu mereka berhasil menyebrang, si Mang supir mobil Ciamisan yang di depan malah teriak-teriaknya dari kursi pengemudi sambil bilang,

“Eta penumpang urang! Naha kalah ku maneh dicokot! Urang tatadi nungguan!” Kurang lebih artinya begini itu penumpang saya. Kenapa malah kamu yang ambil! Dari tadi saya nungguin!

Dan si Ibu itu juga malah membuka pintu mobil Ciamisan yang saya tumpangi. Mungkin karena tadi ya dibantuin nyebrang sama si Mangnya. Cuma sayangnya si Ibu gak jadi naik karena mobilnya penuh dan udah gak muat lagi si kursi penumpangnya. Si Mang supir mobil Ciamisan yang saya tumpangi beliau sudah masuk lagi ke dalam mobil kemudian menjalankan lagi mobilnya sambil berteriak ke supir Mang mobil Ciamisan yang tadi,

“Matakan boga suku teh pake. Lain cicing wae nungguan penumpang datang! Naon hesena turun pangmentaskeun!.” Makannya kalau punya kaki itu dipake. Bukannya diem aja nunggu penumpang datang! Apa susahnya bantuin nyebrangin orang!

Saya hanya diam menyaksikan kejadian itu. Hingga akhirnya saya menyimpulkan sendiri dari kejadian ini bahwa yang namanya rezeki memang seharusnya dijemput. Gak cuma diem aja nunggu bola datang, istilahnya begitu. Dari kasus si Mang itu bisa dilihat kan rezeki bisa segera diperoleh dengan menjemputnya? Meski ya si Ibu tadi gak jadi naik karena mobilnya ternyata udah penuh.

Menurut kalian gimana?


Love,

Ihat

Photo by Mikhail Nilov from Pexels


Zaman saya pas Muallimien/SMA pengen punya botol minum aja susahnya minta ampun. Meski ada di lemari perabotan rumah, tapi botol minumnya itu udah jelek bahkan bocor. Jadi kalau dibawa ke sekolah harus pakai krresek biar gak rembes gitu airnya atau enggak dipegang soalnya kalau dimasukin ke tas udahlah tau-tau buku yang ada di dalam tas ikut kebasahan. Makannya dulu sekalian berangkat sekolah saya suka mampir dulu ke warung buat beli air minum kemasan botol. Habis itu botolnya gak saya buang, saya pake lagi sampai botolnya udah keliatan ledrek (kucel, jelek).

Sebenarnya ya malu juga sih kalau lagi kumpul istirahat, makan sama temen-temen saat yang lain bawa botol minum bermerek katakanlah Lion Star, Tupperware, wah nyali saya langsung ciut. Tapi ya mau gimana lagi saya cuma bisa mandang tempat minum tersebut sambil sesekali saya pegang.

Tidak hanya botol minum, kotak makan juga. Jadi dulu itu dari kelas X temen-temen saya rajin bawa bekal ke sekolah. Selain biar irit uang juga karena kebanyakan dari mereka tidak sempat sarapan di rumah jadi dibekal gitu makanannya. Hampir semua teman-teman saya memiliki kotak makan atau biasanya saya menyebutnya misting. Dan ya sama rata-rata bermerek gitu. Lantas saya sendiri? Saya juga di rumah ada kotak makan dan itupun sering rebutan dengan adik. Waktu itu di rumah cuma punya dua kotak makan, yang satu ukurannya kecil dan sudah jelek ya, yang satunya lagi lumayan besar tapi penutupnya gampang ngebuka. Pernah suatu ketika saya bekal nasi dengan lauknya itu tumis kentang bumbu kuning. Saya pakai kotak makanannya yang ukurannya agak besar dan tak lupa saya masukin ke kresek juga karena takut tumpah. Alhasil pas pelajaran pertama aroma bumbu kuning itu menyeruak begitu saya membuka tas untuk ambil buku dan yaa… Taraaa!!! Beberapa buku saya di dalam tas  kena bumbu kuning dari tumis kentang tersebut. Ternyata kreseknya bocor dan si nasi berserta kentangnya jatuh semua ke kresek. Setelah kejadian itu saya gak mau lagi pakai kotak makan itu dan memilih menggunakan bungkus nasi dan plastik untuk lauknya.

Lalu bagaimana sekarang?

Alhamdulillah wa syukurillah selain saya bisa beli sendiri botol minum dan juga kotak makan, beberapa tetangga ada yang suka ngasih ke rumah. Belum lagi beberapa orang tua anak asuh saya ada yang mengirimi saya kado berisi botol minum dan kotak makan. Sekarang Alhamdulillah kalau pergi kemana-mana bawa botol minum itu gak gampang bocor. Jadi meski disimpan di dalam tas dengan barang yang lain aman.

Nah makannya saya suka ngomel-ngomel kalau sedang mengontrol ruangan asrama anak-anak. Melihat botol minum dan kotak makan yang disimpan di mana saja membuat saya langsung bergegas mengumpulkannya disuatu tempat sambil ngomel-ngomel. Karena bagi saya itu berharga sekali. Saya pernah mengalami bagaimana susahnya untuk bisa memiliki alat makan dan minum tersebut.

Jadi buat kamu yang masih menyiakan-nyiakan suatu barang karena kamu anggap kamu mudah mendapatkannya coba renungkan. Diluaran sana banyak orang yang sangat sulit untuk bisa meraih apa yang sudah kamu miliki saat ini. Maka dari itu rawatlah, jangan disimpan di mana saja, kalaupun misal karena barangnya sudah banyak dan tidak terpakai lebih baik kamu berikan barang tersebut kepada orang yang membutuhkan.


Love,

De Ihat

Photo by cottonbro from Pexels


Katamu
Aku adalah jari manis yang kelak akan kau sematkan cincin sebagai pengikat
Katamu
Aku adalah hal yang akan selalu ditunggu dan didoakan agar bisa bertemu di dunia nyata
Katamu
Aku adalah yang mau sama-sama menemani dan juga menanti

Dulu
Iya itu katamu
Dulu

Katamu 
Aku adalah hal yang telah yang lalu
Katamu
Aku adalah hal yang telah usang dan usai
Katamu
Aku adalah bukan sosok yang harus diperjuangkan lagi

Katamu
Kini
Dan itulah yang sebenar-benarnya

Hingga akhirnya aku menyesali apa katamu dulu
Karena katamu dulu adalah basi, mengingkari, sekaligus mengkhianati

Dari aku yang selalu merasa tertipu kamu dan waktu,

De Ihat

Photo by Ann on Unsplash

Lately, I don't know why I feel like I'm upset, I'm terrible, worried about anything that I don't know what is, feel let down and sometimes feel like I lost direction. Honestly, this feelings affect on my daily activities. I'm not excited for facing my days, I'm lazy to start the days, and in my mind I just wanna run away from this situation. 

I know, I can't be like this for a long time. Thus, I try to ask my self first. Why am I like this? Ihat, do you have any problems? Do you wanna something that can't be said? I cry instead of looking the answer. I shake my head because I don't know and I'm confused with my own self. 

Lastly, I try to talk with Allah. What's going on with me Allah? Is that something wrong with me Allah? And slowly I'm starting to get the answer. Have I not been less grateful to Allah so far? Did I not really accept what Allah has given to me? And that question makes me feel calm, so I realize that my problem is I truly less grateful to Allah. 

Flashback to yesterday, without realizing I always compared my life with the others' life. Of course I knew about them from social media. When I saw my friends' status I felt I was envy. They got to continue their study especially in Master degree, they're getting married soon,  they have bornt baby, or they got the what fun a job. What they shared on social media looked more beautiful than my life. 

I was wondering with my self. Why is my life like this? I must work 24 hours in boarding school that sometimes makes me feel bored. I must save my money for my future because I cannot ask for it to my parents. And also, I asked to my self, why am I still single? Am I not enough pretty? 

My ego answered such as like I should get a job nine to five so I have a me time more. I should have started registering myself to continue my school. I should take a course. I should have a minimal fiance. 

Can you see that if I keep looking at other people's life, my life looks pathetic doesn't it? And after I found my problems I directly istighfar, with say "Astaghfirullah hal'adzziim". I shouldn't do this more. I should more grateful to Allah. Allah gave me what I need not I want. Comparing my life with other just made me tired, denying the blessings that Allah has given to me.😭 Whereas my sholat is not necessarily true, not necessarily khusyuk. Who am I who dares to deny His blessings? 

Astaghfirullah hal'adziim aladzi laa ilaha illa huwal hayyul qoyyum wa atuubu ilaiih.

It could be that my current life is the dream of many people out there or if I get what I want now,  I will be far away from Allah. Thus Allah take cares of me with blessing my life like what I have now. 

Start from today I must train my self to always grateful what Allah bless for me such as:

1. I say "alhamdulillah wa syukurillah" when I start the day.
2. Remember that your life now is a people's dream out there so no matter what happens please grateful it.
3. Stop to scroll social media if not necessary.
4. Reading the Al-Qur'an or a book that makes me more thankful to Allah SWT.

May Allah always guide us to His path. Aamiin


Love,


Newer Posts Older Posts Home

ABOUT ME

I'm a storyteller who could look back at my life and get a valuable story out of it. I'm trying to figure things out by writing. Welcome to my journey! Please hit me up hisolihat@gmail.com.

You are looking for...

  • ▼  2025 (25)
    • ▼  July (2)
      • Refleksi Catatan 20: Lingkungan Baru dan Perasaan ...
      • Refleksi Catatan 19: I'm Still His Little Girl
    • ►  June (3)
    • ►  May (7)
    • ►  April (3)
    • ►  March (3)
    • ►  February (2)
    • ►  January (5)
  • ►  2024 (44)
    • ►  December (2)
    • ►  November (4)
    • ►  October (10)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (3)
    • ►  May (2)
    • ►  April (3)
    • ►  March (2)
    • ►  February (6)
    • ►  January (4)
  • ►  2023 (30)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  May (13)
    • ►  April (5)
    • ►  March (1)
    • ►  February (5)
    • ►  January (1)
  • ►  2022 (30)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  May (6)
    • ►  April (4)
    • ►  March (4)
    • ►  February (3)
    • ►  January (8)
  • ►  2021 (15)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (4)
    • ►  September (1)
    • ►  July (4)
    • ►  June (1)

Thank You!

Friends

Get new posts by email:
Powered by follow.it

1minggu1cerita
BloggerHub Indonesia

Follow Me On Instagram

Translate

Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Template