Hi Solihat

Let me share with you here

  • Home
  • Contact Me

 


I haven’t been writing a lot these past two months. I haven’t been sharing a lot as well. I didn’t have any idea to do so. Moving to this city is not easy from me, far from family; my big support system. I was sad most of the time. Angry, other times. Small things triggered my insecurities. Even I know, live here is one of my dreams and also being an English teacher is my big dream. So, I didn’t write a lot and I didn’t share a lot.

My heart was empty. Actually, when I wrote here, I was confused. I just sat down, stared at the computer, played the keyboard. Usually after hanging out with my friends, I got any idea so directly I wrote it on my laptop, publish it in my blog. But, I don’t know why for my situation right now, I didn’t get anything to share with you. To get the inspiration is so hard from me.

Should I take rest for a while from social media?

Should I give big motivation to myself?

Should I read many books to charge my mind and my energy?

Should I come closer to Allah? As my creator?  

In the reality, I find it burden to be a teacher. While I was writing here, I got the reason for that. Yep, because I put “teacher” as my big dream.

Thus, please! Just give it a try, you have nothing to lose. Never give up!  

 

Love,

Ihat

 


Dear kamu,

Lama tak jumpa dan yang kudapati adalah kabar kamu telah meminang orang lain. Kaget, bahagia, sekaligus kecewa bercampur dalam hati. Cerita-certia imajinasiku mendadak luluh, hancur dan aku tak berdaya untuk melanjutkan kisah fiksi ini.

Kamu yang ku kira akan menjadi terakhir bagiku ternyata tidak. Bukan kamu orangnya. Kamu adalah harapan terakhir yang selalu aku panjatkan, rupanya hanya menjadi tempat persinggahan dan kisah yang sudah usai. Yang seharusnya sudah aku tutup lembarannya tujuh tahun yang lalu.

Doa yang kamu panjatkan yang pertama dan juga rupanya menjadi yang terakhir bagiku itu harusnya sudah menjadi bab akhir yang tak perlu aku lanjutkan lagi dengan paragraph baru berisi harapan-harapan kosong.

Aku kembali pada titik terendahku.

Kembali pada garis merah yang selama ini dengan susah payah aku telah menarik diri darinya.

Aku kembali terjerebab hanya karena kenyataan yang seolah-olah selalu menipuku.

Aku benci dibuat bahagia kemudian tak lama dibuat menderita

Aku benci pada cinta yang datang yang pada akhirnya hanya membuat aku kembali menjadi seperti orang gila.

Aku mulai membenci diriku sendiri karena begitu mudahnya terperdaya

Aku mulai merutuk pada diri sendiri

Sudah tak seharusnya kemarin aku mencarimu

Meminta kepada-Nya

Jelas dari awal kamu hanya datang sebagai pelangi di hidupku.

Yang hanya bisa dipandang namun tak bisa diraih.

Sudah sadar sekarang?

Yuk, kembali lagi berjalan untuk pulang pada rumah sendiri

Tak apa-apa sambil terseok-seok asal sampai

Doakan agar kamu bahagia dengan kehidupan barumu

Namun sungguh aku tak sanggup jika pertemuan pertama nanti setelah tujuh tahun tak jumpa

Kamu sudah menggandeng tangan seorang perempuan, yang tak lain dan tak bukan adalah istrimu.


Dan hujan mengguyur deras malam ini seolah meredam tangisku agar kamu tak mendengarnya. 


Love,

Ihat



www.canva.com

Bismillahirrahmanirrahiim...


It's been a long time, almost two months I've never written here. I was busy and hadn't found the pattern to get the new job done. I'm still learning it, so working on it is a bit hampered, considering all this is new to me.

I feel insecure. I felt so useless, and even I kept lowering myself even though the new people around me didn't say anything to me. They said that I was pretty confident when performing in front. Even when hanging out or meeting, I don't look like I'm down.

I know these are just my feelings. The satanic feelings keep whispering for me to give up. Yet this place is perfect. A theme that will make me grow, develop and even make my relationship with God closer.

Now I'm starting to stroll because I can't run. I simply try, give my best and enjoy all this process even though it is very annoying and tiring.

Don't people who are experts start from their incompetence which is then honed, and when they find failure, they get up and don't give up?

Common Ihat. You can do it! Don't underestimate yourself. Starting now, let's study hard, work hard, memorize forcefully, and don't forget to Allah for always praying and asking for Him everything. Your tahajjud, don't leave it. 

Remember! Just Allah will enable you. Just Allah will help you. Just Allah will make easy your way.  

It is just about time. I need to enjoy everything that comes to me. Pray to Allah, ask for Him and never get bored doing it. 


Love,

Ihat


Photo by Pixabay from Pexels


Mimpiku menjadi kenyataan. 

Tak pernah terduga tak pernah terbayangkan sebelumnya dan kini sudah di depan mata. Bandung! Salah satu kota impianku semenjak SMA... I'm coming now!

Setelah berpamitan kepada kedua orang tua sekaligus meminta restu aku memilih berangkat menggunakan bus. Sendiri. 

"Bandung." Gumamku sendiri lalu teringat pada pesan yang sempat aku kirim satu tahun yang lalu padamu melalui media sosial karena aku tak tahu nomor handphone mu. 

Aku : apa kabar?
Kamu : alhamdulillah baik

Tanpa bertanya  balik kamu begitu dingin menjawabnya. Padahal seandainya kamu tahu, aku merindukanmu sendirian di sini. 

Aku : di mana sekarang?

Tak ayal, aku kembali bertanya lagi meski aku harus memaksa diri sendiri untuk berjanji bahwa ini akan jadi pesan terakhirku padamu.

Kamu : di Bandung

Ok baiklah. Janji harus ditepati dan aku berhenti untuk menghubungimu lagi. Bandung katamu. 

Aku tersenyum perih setelah membaca pesan itu dan aku tidak menyadari rupanya ada orang yang kini sudah duduk di sampingku. Aku memilih memandangi jalanan lewat kaca jendela mobil sambil sesekali tertidur. Dan aku sama sekali tak tertarik untuk melirik wajah penumpang di sampingku ini. Yang aku lihat hanya dia memakai celana jeans hitam panjang dan sepatu coklat. Rupanya dia seorang laki-laki. 

Bus akhirnya berhenti di tempat pemberhentian akhir. Dan aku masih shock dengan kehadiranmu yang tiba-tiba dan pertanyaanmu yang seolah-olah mengolok-olok perasaanku. Aku buru-buru turun dan berjalan mendahuluimu. 

"Tan, Intan.." Panggilmu dan aku tak menggubris hingga akhirnya langkahku tetap saja tersusul olehmu. 

Kamu menyodorkan hpmu padaku. 
"Simpan nomormu di sini." 

Aku menatapnya sekilas dengan hati berdebar-debar. "Buat apa?" Tanyaku. 

"Mungkin kita bisa janjian untuk bertemu lagi dilain waktu."

Aku terdiam sambil memandangi hpmu yang masih berada ditanganmu. Dengan ragu akhirnya aku menerima hpmu kemudian mengetik nomorku. 

"Ini." Kataku sambil mengembalikan hp.

Kamu tersenyum. Senyum yang berhasil membuat aku jatuh cinta padamu sepuluh tahun yang lalu. 

"Kamu ke arah mana? Kiri? Kanan?"

"Kiri."

"Baiklah. Saya ke kanan. Sampai jumpa." Kamu melangkah pergi lebih dahulu sambil melambaikan tangan padaku.

Apa maksud dari pertemuan ini Tuhan? Tanyaku dalam hati. 

💓💓💓

Dua minggu setelah pertemuan denganmu itu kamu sama sekali tidak menghubungiku. Dalam hati sebenarnya aku ingin menghubungi kamu tapi aku tidak tahu nomor hp kamu. Dan sialnya lagi aku malah kembali mengharapkan kamu. Sesekali aku memeriksa hp berharap ada nomor baru yang masuk dan tentunya itu kamu. Tapi nihil. Hingga detik ini tak ada nomor baru yang masuk.

Aku kembali berlari mengililingi lapangan Gasibu sendirian. Hari Minggu pagi ini aku sempatkan untuk berolahraga ke lapang Gasibu. Entah angin apa yang membawaku ke sini. 

"Kamu ke sini sendiri?" Aku langsung menoleh kesamping begitu ada orang yang rupanya tengah menyapaku.

Aku mengerutkan kening dan setelah sadar siapa yang tengah menyapaku ini aku langsung menghentikan lariku.

"Kamu kok tahu aku ke sini?"

"Kalau saya tahu kamu di sini sepertinya saya tak akan pergi ke sini." 

Aku diam sambil mendengus kesal.

"Rupanya takdir sedang bekerja untuk mempertemukan kita kembali."

Aku tak menggubrisnya lalu kembali melanjutkan lari. Walau dalam hati sebenarnya aku senang bukan main karena bisa bertemu lagi denganmu.

"Saya perhatikan tadi kamu sempat mengecek-ngecek hp. Kenapa? Nunggu pesan dari saya ya?" Katamu lagi menyebalkan sambil berusaha mengimbangi laju lariku.

Aku menoleh padanya lalu mendelik kesal dan meninggalkannya. Aku buru-buru menyebrangi jalan kemudian menyetop angkot. Meski pada saat di angkot aku berusaha mencarimu tapi kamu tak terlihat sama sekali.

Rupanya dia hanya iseng sama aku. Mana mungkin kan dia serius sama aku? Akunya aja yang keburu baper. Emang dari dulu gak akan....

Sebuah pesan dari nomor yang tidak dikenal masuk dan membuyarkan semua fikiran-fikiran jelekku.

Kamu kok malah lari terus pulang naik angkot? Saya kan tadinya mau ngajak sarapan bareng sama kamu. 

Aku tersenyum malu sendiri dan membiarkan pesan itu hanya menyisakan centang dua biru. 

Jangan lupa di save nomor saya. Habis ini jangan pernah lari ninggalin saya sendiri. Nanti kita akan bertemu lagi dengan waktu yang telah ditentukan. Semoga Allah mengizinkan waktu untuk pertemuan-pertemuan kita ke depan. 

Hatiku dagdigdug tak karuan. Masa iya terakhir ketemu itu di acara reuni pas kita baru aja keluar SMA, 7 tahun yang lalu. Habis itu tak ada komunikasi lagi. Paling-paling pesan tahun lalu yang kamu jawab jutek itu.

Apa jangan-jangan kamu lagi patah hati kemudian sengaja ngasih pelampiasan sama aku? Atau kamu lagi diburu-buru nikah sama orang tua kamu terus kamu pilih aku buat jadi istri/calon istri sementara habis itu aku bakal ditinggal begitu saja?

Fikiran-fikiranku melayang jauh tak berarah. Rasa senangku seketika hilang dan lenyap. Kembali terbayang saat kamu dulu malah memilih jadian bersama sahabatku sendiri. 

Love,
Ihat


Foto oleh cottonbro dari Pexels


Memendam sebuah perasaan itu terasa menyesakkan bukan? Entah itu perasaan sedih, kecewa, senang, hingga bahagia karena jatuh cinta. Menyimpannya sendiri dan hanya mampu dituangkan dalam sebuah aksara di malam-malam yang dingin pada tumpukan kertas yang dikunci rapat adalah kebiasaanku. Seluruh perasaan yang aku alami hari ini selalu aku curahkan menjelang beranjak pergi untuk memejamkan mata. Karena bagiku perasaan yang dibawa tidur hanya akan membuat otak terus menerus bekerja mengingatnya lalu menjelmakannya menjadi mimpi-mimpi malam yang panjang yang terkadang meresahkan atau membuat tak keruan hingga tak ingin terbangunkan oleh suara kokokkan ayam tetangga.

Adalah hari itu. Saat aku tak mampu lagi memendam seluruh perasaan yang aku miliki sejak awal kita berjumpa maka dengan segenap keberanian yang telah aku kumpulkan jauh-jauh hari aku membulatkan tekad untuk mengirimkan sepotong lirik lagu padamu sebagai representasi dari isi hatiku.

Kau buat aku bertanya

Kau buat aku mencari

Tentang rasa ini aku tak mengerti

Akankah sama jadinya bila bukan kamu

Lalu senyummu menyadarkanku

Kaulah cinta pertama dan terakhirku.

Sherina Munaf - Cinta Pertama dan Terakhir

Dengan perasaan campur aduk dan hati yang berdebar keras akhirnya aku putuskan untuk kembali mengirimmu pesan.

Maaf salah kirim

Karena pada saat itu kita tak bisa menarik pesan yang statusnya telah terkirim. Berbeda dengan sekarang. Bisa jadi dia tak keburu untuk membacanya lantaran pesannya sudah kamu tarik. Tapi zaman itu beda. Apa yang telah kamu lakukan ya sudah. Tak bisa lagi ditarik. Hingga pesan itu aku yakin kamu membacanya dan sebuah pesan balasan sampai padaku.

Hayo buat siapa hayo? Nanti saya sampaikan ke orangnya.

Aku hanya tersenyum membacanya. Kamu itu benar-benar polos, tidak tahu, atau memang sengaja menjawab seperti itu sebagai bentuk sebuah penolakan yang halus?

Kamu tak perlu menyampaikannya pada orang lain. Kamu sendiri adalah orangnya. Bisikku dalam hati. 

Gak usah. Salah kirim kok. 

Tak butuh hitungan menit sebuah pesan kembali hadir.

Ayolah beri tahu saya, nanti saya sampaikan.

Aku merebahkan diri di atas kasur sambil menatap langit-langit kamar dan membiarkan pesanmu itu tanpa membalasnya. Hingga aku tertidur kemudian terbangun di keesokan harinya dan mendapati lagi sebuah pesan darimu.

Ayo buat siapa sebenarnya pesan itu?

Masih sambil tersenyum dengan sedikit menantang aku menjawab,

Kalau buat kamu gimana?

Bergeming. Tak ada lagi pesan masuk darimu. 

Hingga akhirnya kembali berjumpa di sekolah dengan sedikit perasaan canggung. 

💓💓💓

Lagu Sherina Munaf-Cinta Pertama dan Terakhir akhirnya selesai diputar membuat aku kembali ke masa kini. Duduk sendirian tanpa mengindahkan kursi di samping sambil menikmati panorama sore yang indah dari balik jendela bus, aku tersenyum sendirian. 

"Jadi lagu itu dulu benar-benar buat saya?"  

Sebuah suara tiba-tiba muncul dari seorang penumpang di sampingku, membuat aku menoleh padanya.

"Kamu?" Aku cukup terkejut sekaligus gugup.

"Hari ini masih berlaku gak kalau lagunya itu buat saya? Bukan cuma jadi yang pertama tapi jadi yang terakhir juga."

Senyumku memudar. Antara percaya sekaligus tidak. Antara mimpi atau kenyataan karena sejatinya pertemuan ini adalah pertemuan kami setelah tujuh tahun berpisah. 

"Saya dari tadi duduk di samping kamu tapi kamunya menghadap ke jendela terus. Mungkin kamu lagi mengenang saya karena lagu itu diputar." Jawabmu penuh percaya diri sambil tersenyum menggoda. 


Love,

Ihat



www.canva.com


Berada di detik detik akhir usia 24 menuju awal 25. Ketika Mamahku dulu tengah mempersiapkan pernikahannya bersama Bapakku. 

Dan aku kini? 

Aku kira dengan bertambahnya usia maka urusan hidup akan mudah. Karena kita tak lagi terikat peraturan seperti anak kecil yang harus selalu patuh pada peraturan. Kita bisa bebas melalukan apapun tanpa ada yang melarang, tak seperti saat kita kecil semua akses dibatasi hanya karena perkara masih di bawah umur. 

Justru yang aneh adalah semakin bebasnya hidup ini maka semakin terkekangnya kita oleh belenggu-belenggu fikiran yang menakutkan. Kita mungkin bisa hidup bebas tapi tuntutan yang tak pernah kita minta justru datang dari arah mana saja. Satu atau dua kali kamu bisa kebal menanggapinya. Tapi saat tuntutan itu berkali-kali menghujammu maka kamu akan merasa terperosok, merasa hina, merasa tak pantas karena tak bisa berada di garis yang sama dengan mereka. 

Di usia yang sama saat kita kecil, kita merasa semua yang ada di kelas sama. Mendapatkan perlakuan yang sama dari guru, mendapatkan pelajaran yang sama, pr yang sama. Yang membedakan hanya yang rajin pasti akan mendapatkan ranking dan yang malas akan tertinggal bukan begitu?

Tapi mengapa begitu memasuki usia dewasa saat usia kita sama tapi jalan kita jelas-jelas sangat berbeda. Soal kerja keras tak melulu dapat menghasilkan hal memuaskan. Bahkan tak jarang malah berakhir kesengsaraan, kekecewaan. Berbeda saat sekolah dulu, hanya perlu belajar yang benar, belajar yang rajin, taat pada guru dan juga pertaturan maka istilah usaha tak mengkhianati hasil memang betul adanya.

Lantas mengapa setelah dewasa istilah itu seolah tak berguna? Mengapa ada orang yang usahanya biasa biasa saja tapi hasilnya bisa memuaskan? Apa perkara keberuntungan hidup mulai bekerja di sini? 

Kadang dalam hati bertanya sambil melihat ke langit atas, mengapa Tuhan memberiku waktu yang amat banyak untuk hidup yang tak tentu ini? Mengapa harus melalui banyak ujian hidup di saat orang lain seusiaku masih bisa melakukan hal yang sangat ingin dia lakukan? Untuk apa waktu sebanyak ini diberikan jika aku harus tetap tegar menghadapi hantaman kerasnya deburan ombak?

Terkadang aku benci perkara usia. Maka aku tak suka merayakan ulang tahun. Aku tak suka dengan harapan yang dipanjatkan lalu meniup lilin. Untuk apa? Aku sudah bosan dengan harapan. Apalagi harapan pada manusia. Karena pada akhirnya hanya akan membuat hati terluka dan juga kecewa. Pada Tuhanku pun harapanku hanya dua,

Jika itu yang terbaik menurut Engkau maka permudah, tapi jika itu sebaliknya maka jauhkanlah.

See? Aku tak pernah lagi berekspektasi pada hal-hal lain. Sudah muak rasanya saat kegagalan justru yang menimpa. Ya karena itu. Karena harapan yang kita sandarkan adalah pada hal-hal yang tak mampu mewujudkannya. Bukankah manusia tak mampu mewujudkan harapan? Maka dari itu mengapa dalam agama yang dianutku, kita diajarkan untuk berharap tentang segala hidup ini dan memasrahkannya pada sang Maha Pencipta, Allah. Sehingga hati kita nanti apapun yang akan terjadi telah sanggup dan mampu menerima segala yang telah digariskanNya. Bukankah begitu?

Perkara usia. Perkara ulang tahun. Perkara doa panjang umur dan aku membenci itu pula. Mengapa harus meminta umur yang panjang saat teman teman se usia kita sudah pergi mendahului? Bukankah hidup terasa amat sepi karena tak ada lagi bahan obrolan dengan teman sebaya? Haruskah hanya berteman dengan radio yang menyiarkan acara "dari zaman dulu, dari tahun X" sehingga kita bisa mengenang masa-masa yang telah lalu? Bukankah itu terlalu melelahkan?

Perkara usia. Perkara dewasa yang selalu diributkan soal pencapaian. Buat apa? Buat ngerasa hidup lebih bahagia karena banyaknya pencapaian yang telah dicapai? Lantas bagaimana dengan urusan akhirat? Lupa karena terlalu sibuk dengan urusan dunia? Capek kalau terus menerus membandingkan. Tak akan ada habisnya. Yang ada kamu lupa soal akhiratmu dan malah mati dengan hati yang masih mengejar urusan duniawi.

Demikianlah pemikiran-pemikiran yang mengganggu malam ini sebelum beranjak tidur.

Good night,
Ihat
Newer Posts Older Posts Home

ABOUT ME

I'm a storyteller who could look back at my life and get a valuable story out of it. I'm trying to figure things out by writing. Welcome to my journey! Please hit me up hisolihat@gmail.com.

You are looking for...

  • ▼  2025 (25)
    • ▼  July (2)
      • Refleksi Catatan 20: Lingkungan Baru dan Perasaan ...
      • Refleksi Catatan 19: I'm Still His Little Girl
    • ►  June (3)
    • ►  May (7)
    • ►  April (3)
    • ►  March (3)
    • ►  February (2)
    • ►  January (5)
  • ►  2024 (44)
    • ►  December (2)
    • ►  November (4)
    • ►  October (10)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (3)
    • ►  May (2)
    • ►  April (3)
    • ►  March (2)
    • ►  February (6)
    • ►  January (4)
  • ►  2023 (30)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  May (13)
    • ►  April (5)
    • ►  March (1)
    • ►  February (5)
    • ►  January (1)
  • ►  2022 (30)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  May (6)
    • ►  April (4)
    • ►  March (4)
    • ►  February (3)
    • ►  January (8)
  • ►  2021 (15)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (4)
    • ►  September (1)
    • ►  July (4)
    • ►  June (1)

Thank You!

Friends

Get new posts by email:
Powered by follow.it

1minggu1cerita
BloggerHub Indonesia

Follow Me On Instagram

Translate

Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Template