Hi Solihat

Let me share with you here

  • Home
  • Contact Me
Photo by cottonbro studio


Seminggu ini cukup melelahkan. Banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikan. Ketidaknyamanan yang sedang aku hadapi saat ini rupanya mengajarkan aku untuk lebih tangguh dan lebih kuat lagi. 

"Gimana kabarnya? Udah sehat?" 

"Alhamdulillah sehat." 

"Bener-bener udah sehat? Sehat full?"

"Iya."

"Ah, enggak. Kamu itu sebenarnya sakit. Kita bisa lihat kalau kamu itu sedang tidak baik-baik saja."

"Udahlah, jangan bahas itu." Jawabku. "Iya aku tahu, aku lagi gak baik-baik aja. Sekarat malah. Hahahaaa.."

Pada akhirnya situasi apapun ya mau gak mau harus dihadapi bukan?

Aku bersyukur karena di minggu ini di balik kenyataan pahit yang harus aku jalani, aku masih punya teman-teman yang support, yang setia sama aku. Meskipun dengan hal-hal kecil, tapi itu mampu membuat aku kembali semangat lagi dan tak kehilangan harapan. 

Tiba-tiba harus menemani kegiatan siswa keluar, mendapatkan perspektif baru bahwa ya dicoba aja dulu, gak perlu harus nunggu sempurna. Semuanya kan proses pembelajaran. 

Mulai belajar tenang saat menghadapi hal-hal yang memang di luar kendali. 

Mulai belajar untuk tidak show off di depan orang yang tinggi hati, merasa serba tahu. Tersenyum tipis dan pura-pura bodoh ternyata menyenangkan juga ya. Kalau dulu biasanya aku tuh gak mau kalah, pasti aku akan menyampaikan hal lain lagi karena ya gak mau kalah saing itu. Kalau sekarang ya angguk-angguk, tersenyum tipis. Habis itu kalau obrolannya udah bukan urusan kerjaan lagi aku memilih untuk pergi, mengurusi urusanku sendiri. 

Aku juga mau ngucapin terima kasih sama diri sendiri, terima kasih karena kamu sudah bisa berani sendiri, keluar dari circle yang memang kamu tidak nyaman di sana. Sudah bisa menolak secara halus dan tegas. Udah mulai gak sakit hati lagi kalau diabaikan, atau diajak paling terakhir :D

Makasih karena kamu udah mulai bodo amat sama lingkungan yang memang mentreat kamu selalu menjadi the last one. Kalau dulu masih kefikiran, sakit hati karena gak diajak, atau terpaksa ikut karena diajak paling terakhir kemudian di sana kamu malah dikacangin. Kalau sekarang ya, mohon maaf. Diajak gak diajakin, I don't care. I can do it by myself. Diajakin terakhir? Wah udah langsung reject. 

Kalau bukan diri kita sendiri yang menghargai, lantas siapa lagi?

Terima kasih yaa sudah mulai berubah sedikit sedikit dan menetapkan boundaries. Mulai belajar berfikir tenang dan mengambil jeda sejenak sebelum mengambil keputusan, berani menolak, dan ngobrol seperlunya aja. 


Fighting!

Tenang, gak akan lama lagi kok :) 


Cheers

Ihat

Photo by Tara Winstead


Can we skip to the good part? -The Good Part, AJR-

Gak bisa, gak bisa. Kamu harus hadapi itu satu persatu-satu.

Cuma bisa menghela nafas, tersenyum getir, tertawa hambar, mau nangis sulit, mau teriak nanti disangka kek orang yang kesurupan. Mau guling-guling nanti disangka orang gila. Ya Allah, kamu tahu momen seperti ya betul mau tidak mau harus kamu hadapi, nikmati, dan gimana lagi ya? Intinya jangan nyerah lah. 

Gak nyaman dengan situasi saat ini, tapi Allah sudah menempatkan kamu sejauh ini bukan tanpa alasan. Gak ada di dunia ini yang Allah ciptakan dan ciptaannya itu sia-sia. 

"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka." (QS. Ali Imran: 191)

Lantas kamu saat ini masih terus bertanya-tanya,

Ya Allah kenapa ini begini?

Ya Allah kenapa ini begitu?

Kamu sibuk cari jawaban? Cari alasan kenapa semua harus terjadi? Sementara tugas kamu adalah mencari jalan keluarnya bukan mencari kenapanya. Ya iyalah gimana kamu gak pusing? Gimana kamu bisa nikmatin sekecil apapun nikmat yang udah Allah kasih, kalau kamunya aja masih belum bisa menerima kondisi kamu. 

Tenang, semua yang terjadi gak perlu harus selalu dicari alasannya. Cukup diterima dan tak perlu difikirkan masa depannya seperti apa. Nanti kamu tiap malam overthinking atau anxiety kamu tambah parah. Lepaskan, biar Allah yang atur. Percaya pada setiap ketetapanNya untuk kamu bahwa apapun yang terjadi dalam hidup ini gak ada yang sia-sia. 

Yuk, diperkuat lagi iman sama Allah nya, qada dan qadarNya. Tambahkan terus berdoa dan meminta pertolongan padaNya. Karena sejatinya dunia dan seisinya ini hanya milik Dia semata. 

Lelah boleh, tapi menyerah jangan ya. Sekali-kali jangan. 

Cukup jalani walau harus tertatih, gak apa-apa lambat asal selamat.

Selamat malam,

Ihat

Photo by Maria Geller

Hari itu sebenarnya aku cuma ingin perjalanan tenang. Aku udah capek banget dan perjalanan kereta selalu jadi waktu terbaik untuk menyendiri, dengerin playlist, atau tidur selama perjalanan. Apalagi naik kereta eksekutif! Tapi semua rencana itu berantakan begitu aku sampai di gerbong.

Seseorang sudah duduk di kursi yang tertera pada tiketku.

"Permisi, maaf Ma.." kataku, hampir menyebut Mas sampai akhirnya aku terlalu cepat untuk menyadari bahwa orang itu... "Daffa? Daff? Ini kursi aku." 

Dia terbangun dari tidurnya. Membuka selimut yang menyelimuti wajahnya dengan tatapan setengah linglung tapi ada sedikit kejutan di wajahnya. Ternyata dia adalah Daffa, teman SMA yang sudah 8 tahun tak pernah bertemu. Tapi nostalgia sirna begitu saja, karena bukannya pindah, dia malah berkata dengan nada santai,

"Ihat? Ih, udahlah udah pewe."

Aku mulai kesal. "Tapi ini kan kursi aku, pindah ih."

"Ya udah sih, santai aja. Kursi kan cuma kursi. Udah di sana aja duduk."

"Ih gak mau." Kataku kesal. 

"Ini temen SMA, Kak." Lanjut dia nunjuk aku sambil menoleh ke samping ujung dekat jendela. Rupanya dia pergi bersama Kakaknya. Aku hanya menoleh sebentar kepada Kakaknya itu tanpa senyuman sedikitpun. 

Aku mencoba menahan diri, tapi rasanya kayak semua energi buruk hari itu terkumpul di detik itu juga. Bukannya berdebat lebih jauh, aku langsung duduk di kursi sebelahnya—yang memang harusnya itu kursinya dia! 

"Dikira tadi Ibu-Ibu. Makannya bingung, Ibu-Ibu siapa sih. Eh taunya."

What? Ibu-Ibu? Aku menatap wajahnya yang jaraknya hanya 10 cm dengan tatapan kesal. 

"Dari mana?" Tanyanya kemudian sambil menoleh padaku. 

"Aku? Aku emang sekarang tinggal di Bandung." Kataku masih dengan perasaan menahan rasa kesal. 

"Di Bandung? Di mana?"

"Pasir Impun."

"Pasir Impun?"

Oh iya, mana dia tahu Pasir Impun. Batinku.

"Cicaheum."

"Masih kuliah?"

"Udah beres. Kerja."

"Kerja? Kerja apa?"

"Ngajar."

"Ngajar?"

"Ngajar di sekolah."

Ya ampun, ngeselin banget!!

"Sekolah?"

"SMP."

"SMP?"

"SMP Harapan."

"Oh..."

Aku menghebuskan nafas panjang. Lalu kami berdua pun terdiam. Dia sibuk dengan games di handphonenya sementara aku sibuk membalas chat di grup bersama sahabat-sahabat terdekatku. 

"Kamu naik dari stasiun Bandung?" tanyaku setelah hening lama.

"Iya. Mau pulang soalnya adek wisuda besok, tuh sama Kakak." Jawabnya lalu kembali memainkan smartphonenya.

Hatiku masih tetep dongkol sebenarnya karena itu kursi aku yang udah aku pesan sengaja deket jendela biar bisa bergalau ria. Rupanya rasa kesal tak bisa melawan rasa kantuk yang menyerang. Sayup-sayup mataku mulai tertutup dan aku mengambil posisi untuk tidur sambil nyerong ke arah dia! Sengaja! Biar dia risih lihat aku yang tidur dan menghadap ke dia! 

Aku menghitung dalam hati. Sudah sampai hitungan 20 kok gak ada perubahan sih. Dalam hati aku masih ngomel-ngomel meski mata tetap dipaksa untuk terpejam. 

"Hmm.." tak lama terdengar dia berdehem. "Ya udah Hat, gih pindah nih." Ucapnya sambil berdiri dan aku pura-pura terbangun lalu pindah ke kursi asliku. 

Yes! Berhasil. 

Setelah pindah ke kursi asliku, aku pura-pura tertidur kembali menghadap ke jendela dan membelakangi dia. Padahal dalam hati aku sudah gatal ingin membalas balasan chat yang sedang berlangsung di grup. Selang beberapa menit aku membuka hp dan malah cekikikan sendiri sambil membalas chat. 

"Adek wisuda besok?" tanyaku lagi setelah hening lama dengan perasaan yang sudah lebih ringan dari sebelumnya. 

"Iya, besok wisudanya. Makanya aku sama Kakak pulang."

"Oh gitu ya. Temen aku juga besok sama tuh wisuda, tapi dia wisuda S2."

"Besok kamu ke sana juga dong?"

"Mm, gak tahu sih ya. Kayaknya enggak deh." Hening sejenak kembali tercipta. "Jadi sekarang ini kamu di Bandung atau di Tasik?" Tanyaku lagi.

"Ya.. Aku sih di mana aja bebas." Jawabnya datar.

Heuhh!! Ditanya malah jawabnya gitu! Ngeselin!!

"Hahahaaaa..." Aku tertawa sumbang menahan kesal kembali dalam hati. 

Kami kembali sibuk dengan urusan masing-masing. Aku kembali memejamkan mata dan dia kembali pada permainan di smartphonenya. 

Tak terasa kereta yang aku tumpangi dalam hitungan menit akan segera berhenti di stasiun yang aku tuju. Sambil menghadap ke jendela dan mengahayal kehidupan yang lebih baik di masa depan tiba-tiba...

"Heh bangun Ihat, bentar lagi turun." 

Bayangan itu berhamburan kabur. Senyum yang terukir di wajah sirna dengan seketika. Sambil menarik nafas panjang menahan kesal aku jawab dengan nada ketus dan mendelik kesal.

"Iya." 

Eh yang bersangkutan malah tersenyum menahan tawa. 

"Duluan ya Daf, Kak." Ucapku pamit kepada dia dan kakaknya begitu kereta sudah berhenti di stasiun tujuanku. 

Untung saja perasaan kesalnya udah sirna sebelum keluar dari gerbong. 

Dan begitu sampai rumah, begitu aku cerita pada Mamah, Mamah tertawa terbahak mendengar cerita keributan kecilku itu.

Perasaan gak ada lucu-lucunya deh. Yang ada kesel setengah mati iya. Batinku. 


Photo by Polina Tankilevitch

Seminggu ini rasanya seperti perjalanan emosional yang tak terduga. Senin pagi yang ceria, Selasa yang bahagia, Rabu penuh syukur dan gelak tawa, hingga Kamis aku memutuskan untuk tidak masuk lantaran perutku yang terasa begah dan sakit disusul mual-mual saat bangun tidur. Aku segera mengabari rekan kerjaku kalau aku hari itu tidak bisa masuk. Aku memilih untuk mengistirahatkan diri dan berfikir rasa sakit ini akan berakhir dengan beristirahat seharian ini saja, besok sudah pasti bisa masuk kembali untuk bekerja, inshallah. 

Jumat pagi. Sudah mandi, sudah merias diri ternyata pusing yang ku tahan sejak bangun pagi malah semakin menjadi-jadi. Duduk diam di pinggiran kasur sambil coba atur nafas tetap saja di sekelilingku rasanya seperti berputar-putar. Terpaksa aku mengirimkan pesan kembali bahwa aku belum bisa masuk bekerja. Sungguh, pagi itu rasanya tak bisa ditahan lagi, akhirnya akupun memutuskan untuk pergi ke dokter sendirian. Dengan naik transportasi online akhirnya aku sampai di klinik yang aku tuju. Sambil menunggu antrian rasanya ada yang lebih sesak dalam hati. Jauh dari keluarga, tidak ada sanak keluarga satupun, ya begitulah namanya anak rantau. Padahalkan merantau adalah keinginanku sendiri, tapi kalau udah sakit rasanya kok malah jadi tambah melow ya. Diperiksa dokter yang aku kira pasti akan cukup dengan diberi obat ternyata maag aku kondisinya udah mulai cukup parah dan dokter meminta aku untuk disuntik aja. 

Ku kira selama satu minggu kemarin, aku baik-baik saja. Ternyata jauh sebelum aku ambruk hari itu, sebenarnya tubuhku sudah banyak memberikan signal cuma ya aku ignore gitu aja. Barulah aku mengabari orang rumah bahwa aku sedang tidak sehat. Rencana untuk pulang sebenarnya sudah direncanakan dari seminggu sebelumnya ya, bahkan berniat untuk mengunjungi festival. Qadarullah, kondisi tubuhku yang menyerah, jadi aku pulang dalam rangka beristirahat. Meski, Mamaku khawatir sekali pada saat aku dalam perjalanan pulang, tapi alhamdulillah aku bisa pulang dengan selamat. 

Sedih sih, karena pas sampai rumah aku juga lebih banyak beristirahat. Adekku nampaknya kesal karena tidak jadi pergi ke festival. Padahal itu adalah momen yang aku nanti-nanti selama ini. Pergi ke festival bersama Mama di bulan Oktober. Karena selama 27 tahun ini aku belum pernah pergi ke festival bersama Mama, kalau sama Bapak pernah ya waktu aku kecil. Kadang suka bertanya-tanya, kemarin-kemarin aku kemana sih? Sibuk ya sama urusan kerjaan? Sekarang udah jauh baru deh kerasa. 

Selama beristirahat di rumah pun, Mama kelihatan sekali khawatirnya. Bilang, ya kalau jauh gini. Kalau sakit kan gak ada yang ngurusin. Apalagi memang seumur-umur kalau maag aku kambuh gak pernah sampai disuntik. Cukup dengan minum obat atau diistirahatkan biasanya cepat pulih lagi. Gak cuma Mama aja sih, Bapak pun sampai bilang, ini kalau sakit kayak gini terus mana bisa kamu jauh-jauh dari Bapak. 

Nyes! Rasanya kayak jleb gitu. Kenapa ya? Apa mungkin karena kedekatan kita baru terasa diakhir-akhir ini? Nyesek ada, pengen nangis iya. Aku tahu, orang tua aku tahu. Hubungan kita dulu gak sedekat ini, bahkan dulu waktu aku SD, kalau sakit tuh udah pasti ditinggal dan aku tinggal sendiri di rumah. Dan semuanya ya baru terbongkar sekarang. Mama yang ku kira dulu cuek dan lebih memilih kerjaan ternyata ya, hatinya tidak bisa fokus selama bekerja dan ingat aku yang lagi sakit di rumah sendiri. Makanya sekarang, tiap ada apa-apa pasti khawatiran banget.

Awalnya, aku pulang ke rumah kan hanya ingin istirahat, ingin sembuh. Tapi nyatanya, dalam prosesnya aku seperti menemukan alasan yang lebih dalam untuk tetap tinggal bersama mereka - orang tuaku yang sudah menua. 

"Kalau masih pusing, ya udah jangan dulu pulang. Nggak usah buru-buru balik," ucap Mama sore kemarin, membuat aku agak terdiam lama. 

"Maunya gitu sih, Mah. Tapi kalau udah dewasa gimana ya, gak bisa semudah izin kayak waktu sekolah." Jawabku sambil menahan buliran air mata. 

"Ya udah, besok mau dimasakin apa? Biar shubuh sekalian Bapak ke pasar."

Nyes. Udah, udah. Perasaan aku kacau balau. 

"Mm.. Pengen ayam aja, ayam goreng."

Dan tadaaa... keesokannya, bangun tidur sudah tercium aroma ayam goreng dari dapur. 

"Gimana masih pusing?" tanya Mama.

"Alhamdulillah udah mendingan Ma," jawabku.

Kesibukan di kota, jauh dari keluarga, di bawah tekanan pekerjaan kadang membuat aku lupa untuk bisa mengambil jeda sejenak. Merasakan kebahagiaan dari kesederhanaan suasana rumah yang sering kali kita lupa untuk bisa mengunjunginya. Ternyata support system terbaik aku saat ini adalah keluarga. Kehadiran dan perhatian Mama dan Bapak yang sedikit demi sedikit mampu mengobati anak kecil dalam diri ini, membuat aku merasa bahwa ternyata ada lho tempat di mana aku selalu diterima tanpa syarat. 

Mungkin perasaan-perasaan tidak nyaman yang aku rasakan selama berbulan-bulan ini dan juga suara-suara bising di kepala adalah pertanda aku harus lebih sering pulang kali ya? Ya, karena setiap kali pulang perasaan-perasaan dan suara-suara bising itu hilang, lenyap. Mungkin hal-hal yang dirasa tidak nyaman ini memberikan tanda untuk aku agar bisa tinggal lebih lama lagi dengan orang tuaku. 

Perihal waktu, kita tidak pernah tahu. Semoga di akhir bulan resignku nanti aku bisa pulang ke rumah dan menemani mereka sepenuhnya. Sungguh, aku sudah kehilangan waktu yang sangat banyak bersama mereka. Ya Allah, tolong takdirkan itu untukku. 


Untuk kamu, yang masih bisa pulang dan menemui orang tua, sesering mungkin temui mereka ya. :')


Cheers,

Ihat


Hai...

Kamu apa kabar? 

Gimana? Rasanya masih beratkah? Setelah kemarin kamu berhasil membawa perasaanmu ke mode cukup tenang, tapi ternyata itu tidak bertahan lama ya?

Capek? Kesel? Kecewa? Muak sama keadaan? Udah pengen minggat? Ya mau gimana lagi ya, bertahanlah sedikit. Bertahanlah sebentar lagi. 

Gak apa-apa merasa gak enak itu wajar, gak apa-apa kalau harus merasakan sakitnya dulu, kecewa, bingung dengan jalan yang akan dilalui ke depan mau gimana. Sepahit apapun, semenakutkan apapun gak apa-apa. Cukup dilalui aja pelan-pelan ya. 

Gak harus buru-buru kok, gak harus lihat kiri-kanan. Cukup fokus sama jalan yang ada dihadapanmu ya. 

Ingat ini hidup kamu.

Kalau bukan kamu yang memperjuangkan siapa lagi? Kalau bukan dari diri kamu sendiri yang menguatkan siapa lagi? 

Sekali lagi, gak apa-apa. Jalani aja sebisanya, semampunya. Kalaupun gak faham dan belum menemukan jawaban, gak apa-apa. Karena gak setiap hal yang terjadi harus kita ketahui jawabannya saat ini. 

Tolong perluas lagi sabarnya, walaupun perasaan tidak mengenakan itu kerap kali hadir belajar untuk diterima dan dirasakan ya. Yakin kok, semuanya juga bersifat sementara.

Semangat!

Love

Ihat

Photo by Kelly


Hai diary online,

Sebelum minggu ini berakhir, ada banyak hal yang ingin aku sampaikan.

Pertama, aku sangat bersyukur bisa melewati hari sampai detik ini, itupun karena bantuan Allah juga. Meski kecemasan, ketakutan, dan juga kegelapan kadang masih menyelimuti. Walau pada faktanya, dunia gak seseram yang ada di bayangan fikiran kamu kok. 

Kedua, alhamdulillah, aku bersyukur karena semakin hari aku bisa mengenal diriku sendiri. Mulai tahu nih, kenapa perasaannya tiba-tiba kacau, kecewa, marah, merasa invisible dan pada saat diberi kepercayaan dengan begitu mudahnya ya perasaan aku switch gitu, jadi merasa utuh kembali. Merasa bahwa ya aku tuh helpful. Saat aku coba tanya diri aku pelan-pelan, coba flashback mungkin ada inner child aku yang terluka. Dan.. Ya, betul. Perasaan itu datang karena ternyata dari luka pengasuhan. 

Kemudian aku terus belajar, terus memupuk diri bahwa situasi apapun yang kamu hadapi saat ini; mau itu konflik pertemanan, tidak diandalkan lagi dalam hal pekerjaan, apa yang kamu inginkan ternyata gak bisa diwujudkan saat ini, kamu gagal dalam meraih impian, itu semua tidak mendefinisikan diri kamu kok. Bukan karena kamu gak dimintai tolong lantas kamu jadi useless. Enggak. Tenang ya. Don't take it personally. Setelah tahu sumber perasaan tidak mengenakan itu dari mana dan tahu cara menenangkannya, aku mulai terbiasa untuk mecoba tetap tenang saat menghadapi hal-hal yang memang tidak aku sukai. Tidak lagi buru-buru merasa kesal, kecewa, unseen meski ya belum bisa sepenuhnya plong tapi setidaknya aku sudah bisa menenangkan diriku sendiri setiap kali perasaan itu hadir atau saat anak kecil dalam diri ini butuh pengakuan dan pelukan. 

Lebih ringan kan? Makasih Ya Allah, sudah mengizinkan aku untuk terus mencari, mengenali diriku sendiri. Tanpa bantuan dan juga izinMu, pastinya aku masih terpuruk dan rentan untuk menyerah dan juga marah atas ujian dariMu. 

Ketiga, aku mau mengapresiasi diriku yang gak enakan ini. Karena seminggu kemarin aku mampu untuk menyampaikan apa yang sebenarnya aku rasakan, pendapat sendiri, mulai berani menyampaikan rutinitas aku meski agak was-was. Tapi pada akhirnya semua bisa dikomunikasikan juga kan? Termasuk menyampaikan pendapat yang dirasakan oleh diri sendiri pada saat rapat. Bangga banget sama keberanian kecil ini. Semoga besok-besok aku bisa tambah berani lagi untuk lebih mengedepankan kepentingan sendiri, jangan sampai mengalah terus dan akhirnya jadi people pleasure. Karena gak enakan, pada akhirnya waktu kita diinjak-injak, aktifitas kita jadi terbengkalai. Mungkin karena gak ada komunikasi, orang lain mikirnya kita se-flexible itu kan? Karena ya-ya mulu tiap dimintai untuk mengerjakan sesuatu hal. Hargai dan tepati janji dengan diri sendiri. Sampaikan dengan baik apa maunya kita atau kesibukan kita, sehingga orang lain tahu batasan kita. Semangat!

Keempat, aku bersyukur karena Sabtu kemarin diberi kesempatan untuk bisa olahraga pagi di lapangan Gasibu, diajak oleh sahabatku sendiri. Bersyukur karena bisa jalan-jalan di pagi hari mengelilingi lapangan Gasibu, bisa melihat orang lain yang sedang berolahraga juga, terus bisa masuk ke area halaman Gedung Sate karena emang lagi ada event juga di sana. Bersyukur karena pada saat kami berdua membeli bubur di pinggiran jalan lapangan Gasibu dan pada saat kita beli gerobaknya masih sepi pembeli,  alhamdulillah setelah kami makan di sana beberapa pembeli mulai berdatangan. Ditambah si Bapak penjualnya ramah dan baik. Bahkan pada saat kucing hitam datang, si Bapak memberikan tulang daging ayam ke si kucing itu. Sampai mikir pada aku lagi makan, hewan aja tuh rezekinya udah dijamin sama Allah. Masa manusia yang sama Allah dikasih akal, dikasih kemampuan untuk berikhtiar mencari rezeki, masih ragu dengan janji-Nya? Ya Allah, maafin aku yang kadang masih overthinking soal rezeki. Padahal rezeki kan bukan hanya uang aja. Kesehatan, kesempatan berbuat amal baik, bernafas, itu juga rezeki kan?

Kelima, di hari Sabtu itu juga aku alhamdulillah diberi kesempatan oleh Allah untuk bisa mengunjungi IDP Expo, ya Education Fair lah. Sebenarnya bingung ya mau pilih kampus mana, coba-coba aja tanya ini-itu dan ternyata betul, mau gak mau aku harus dobrak diri. Dobrak segala ketakutan dan mulai coba untuk apply. Yuk semangat terus untuk belajar bahasanya!  

Keenam, mm.. masih di hari Sabtu juga. Selesai mengunjungi pameran pendidikan itu aku langsung pergi menuju stasiun karena sore harinya aku ada agenda, diundang untuk hadir di acara Canadian Thanksgiving di Padalarang. Berkejaran dengan waktu sempat dagdigdug gak karuan, lari menuju loket karena waktu udah tinggal 2 menit lagi menuju pemberangkatan, eh ternyata keretanya ada di peron 3! Mau gak mau, aku harus jalan lagi melalui skybridge menuju peron 3. Seru sih, meski pada saat sampai di peron 3 hah-heh-hoh nafas tersegal-segal. Dan ternyata ya masih harus nunggu sekitar  3-4 menitan lah. Alhamdulillah, gak terlambat. Kemudian sampai juga di tempat yang dituju, masih harus join kegiatan PKGBI meski ya pada akhirnya aku left di tengah kelas. Berkumpul dengan teman-teman English Volunteers, dikasih kesempatan buat nyobain menu asal Canada. Bersyukur banget pokoknya. Sampai ketika jam pulang, karena menggunakan transportasi online, drivernya alhamdulillah baik, malah cerita soal kehidupan. Ya drivernya ngasih petuah, intinya jangan pernah takut perkara rezeki. Kan udah ada yang ngatur. Jleb sih. Relate sama dengan apa yang menjadi struggle aku saat ini. Hahahaaa.

Ditutup dengan panggilan tanpa rencana, dari teman beda negara, beda benua, dan beda jam tentunya. Kalau dia bilang good morning, tentu aku akan balas dengan good afternoon atau seringnya karena aku udah mau tidur, jadi ya good night. Terima kasih karena sudah menutup hari aku dengan gelak tawa bahagia. :)

Ternyata mensyukuri hal-hal kecil bisa bikin hati kita tentram ya dan malah mengundang banyak kebaikan. 

Sekian untuk cerita akhir pekan ini. Meski tak bisa dipungkiri, hati aku masih sedikit gelisah karena besok adalah Senin. But, that's ok. Everything will be smooth. :)


Cheers,

Ihat


Newer Posts Older Posts Home

ABOUT ME

I'm a storyteller who could look back at my life and get a valuable story out of it. I'm trying to figure things out by writing. Welcome to my journey! Please hit me up hisolihat@gmail.com.

You are looking for...

  • ▼  2025 (25)
    • ▼  July (2)
      • Refleksi Catatan 20: Lingkungan Baru dan Perasaan ...
      • Refleksi Catatan 19: I'm Still His Little Girl
    • ►  June (3)
    • ►  May (7)
    • ►  April (3)
    • ►  March (3)
    • ►  February (2)
    • ►  January (5)
  • ►  2024 (44)
    • ►  December (2)
    • ►  November (4)
    • ►  October (10)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (3)
    • ►  May (2)
    • ►  April (3)
    • ►  March (2)
    • ►  February (6)
    • ►  January (4)
  • ►  2023 (30)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  May (13)
    • ►  April (5)
    • ►  March (1)
    • ►  February (5)
    • ►  January (1)
  • ►  2022 (30)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  May (6)
    • ►  April (4)
    • ►  March (4)
    • ►  February (3)
    • ►  January (8)
  • ►  2021 (15)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (4)
    • ►  September (1)
    • ►  July (4)
    • ►  June (1)

Thank You!

Friends

Get new posts by email:
Powered by follow.it

1minggu1cerita
BloggerHub Indonesia

Follow Me On Instagram

Translate

Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Template