![]() |
Photo by Pavel Danilyuk |
One thing that I have to be grateful for is my parents' support. They are the reason I can keep going when everything feels heavy.
Saat aku udah sering banget complain soal hidup ini, baliknya aku ke kampung halaman lantas tak membuat aku rehat sejenak. Aku kembali diberi pekerjaan dari pagi sampai malam yang benar-benar menguras seluruh tenagaku. Itu membuat aku bertanya-tanya. Kenapa harus begini?
Jika ditanya mengapa demikian, ya honestly I need money. Selain itu juga kesempatan datang pada saat aku hampir menyerah, namun ternyata Allah kasih aku jalan lain. Seolah Allah gak mau aku cuma diam aja, Allah mau aku terus berjuang. Jadi antara kebutuhan dan kesempatan, aku dipaksa untuk memilih tetap berjuang.
Dan kamu tahu? How my parents' responses?
Mereka benar-benar mendukung keputusan aku, mendukung kegiatan aku walau jika harus dilihat secara materi ya kurang lah. Kami sadar, secara ekonomi kami pun masih kekurangan. Keuda orang tuaku mendukung aku bukan karena secara materi, tapi karena mereka percaya pada usaha aku.
Padahal jadi guru di negeri ini banyak risikonya, bukan cuma soal gaji aja ya. Tapi kenapa mereka setulus itu buat dukung aku menjadi seorang guru? Yang di negeri ini sendiri, kesejahteraannya pun tidak diperhatikan. Bahkan saat ini, profesi guru jadi mengancam jiwa. (Lihat kasus MBG, guru yang keracunan makanannya), atau mungkin menjadi sasaran amukan orang tua kalau dapat laporan yang enggak-enggak dari anaknya.
Something that makes me sad is when my father always companies me to work. Rasanya gimana gitu. Atau mamah yang kini lebih khawatir apalagi dengan pekerjaan aku dari pagi sampai malam. Cucian aku aja dicuciin huhuuu meski udah disimpan di kamar, tetep aja malah diambil. Yallah. Sikap mereka bikin aku terharu sekaligus merasa bersalah. Aku pengen banget bisa balas kebaikan mereka.
I know this life is heavy, tapi keberadaan mereka sungguh membuatku selalu terus mencari cara ataupun jalan untuk bertahan atau berjuang. Aku mungkin belum punya pasangan, tapi dengan kehadiran mereka yang tidak pernah menuntut, mendukung setiap keputusan anaknya selama itu di jalan yang benar, bagi aku itu adalah suatu bentuk rezeki yang sangat mahal harganya.
Setiap kali diantar jemput oleh Bapak, rasanya hati aku kayak teriris perih. Kayak, kapan ya aku bisa ngasih mereka lebih biar mereka gak perlu bangun malam buat persiapan jualan? Tapi di balik rasa sayang itu, ada juga rasa tidak mampu yang terus mengantui aku.
Lagi dan lagi.
Aku pun belum bisa. Aku saja masih berjuang untuk hidup aku.
Sejatinya, mereka gak pernah minta tapi ya tetep namanya anak, apalagi anak pertama pasti pengen banget bisa ngasih banyak buat mereka.
Ya Allah, aku benar-benar tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Sungguh, saat ini aku benar-benar sedang kehilangan arah. Apa yang aku cita-citakan sedari dulu kini rasanya hambar, tak terasa berwarna dan aku bahkan sering mengeluh ingin minggat dan banting setir dari pekerjaan aku sekarang.
Tapi, lagi dan lagi.
Naluri selalu berkata lain.
Aku gak tahu harus berjalan ke arah mana lagi.
Aku lelah, aku ingin menyerah.
Namun di saat demikian, semangat dan dukungan mereka yang sering kali menjadi api pemantik untuk semangat aku yang hampir padam.
Bapak pernah bilang, sama seperti saat kamu sedang mengayuh sepeda, kamu hanya butuh untuk terus mengayuh sepeda seterjal apapun perjalanannya supaya kamu bisa sampai. Tapi kalau kamu memilih untuk berhenti dan turun, lantas apa bisa kamu bisa sampai ke tempat tujuan kamu?
I know, that is not easy as what my father said.
Tapi kenyatannya begitu.
Kalaupun saat ini aku tidak tahu ini arahnya ke mana, rencana-rencanaku gagal dari apa yang sudah aku rencanakan. Aku lupa, bahwa dalam hidup ini sudah ada yang mengaturnya. Sudah ada yang lebih hebat dalam membuat rencana. Aku lupa bahwa selama ini ternyata ibadahku, salatku belum sepenuhnya karena Allah. Masih hanya berupa ritual untuk menggugurkan kewajiban.
Buktinya? Aku masih meragukan hal-hal yang terjadi padaku. Aku terus merasa gagal padahal aku tak punya kuasa untuk menjadikan apa yang aku inginkan itu bisa terwujud. Padahal saat kita salat, doa-doa yang kita untaikan dalam bacaan salat itu maknanya adalah menyerahkan segala urusan kita kepada Allah.
Ø¥ِÙ†َّ صَÙ„َاتِÙ‰ ÙˆَÙ†ُسُÙƒِÙ‰ ÙˆَÙ…َØْÙŠَاىَ ÙˆَÙ…َÙ…َاتِÙ‰ Ù„ِÙ„َّÙ‡ِ رَبِّ ٱلْعَٰÙ„َÙ…ِينَ
Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
See? Lantas kenapa dalam menjalani kehidupan ini sering kali kita masih mencari atensi manusia? Masih mencari validasi orang lain? Masih melihat ukuran kesuksesan orang lain yang pada akhirnya membuat kita lupa untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang sudah diberikan oleh Allah?
Aku tahu, aku terima semua perasaan yang tidak nyaman ini. Aku kebingungan, aku ragu, aku ingin menyerah, aku ingin jawaban itu ada saat ini....
Yallah.
Aku tak tahu harus berbuat apalagi.
Aku tahu dan aku terima perasaan kecewa ini.
Tolong jangan biarkan aku berjalan sendiri. Kalau kamu baca ini, doakan aku ya. Semoga aku diberi jalan yang terang.
Love,
Solihat
4 Comments
Di saat kita lagi terpuruk, dukungan orang tua memang menjadi salah satu kekuatan kita ya, mbak. Dan orang tua yang bisa selalu membersamai anaknya di berbagai kondisi adalah orang tua yang hebat. Semoga bisa segera bangkit ya, mbak
ReplyDeleteTerima kasih Mbak :)
DeleteSemoga kebahagiaan dan ketenangan hati selalu menyertai dirimu. Kasih sayang orang tua sepanjang masa, kadang tidak peduli sebesar apa kita, di mata orang tua kita akan selalu menjadi bayi kecil mereka. Kita berpikir uang dan harta adalah segala hal yang bisa membuat mereka bahagia, membalas kebaikan mereka.
ReplyDeleteNyatanya, kebahagiaan terbesar orang tua adalah saat melihat anaknya tersenyum, sehat walafiat. Tentu kita bisa membalas kebaikan mereka dengan berbakti dan balik mencintai mereka sepanjang masa.
Terima kasih, Mbak. Jadi nangis baca komentarnya :'(
Delete