Hi Solihat

Let me share with you here

  • Home
  • Contact

Photo by Photo By: Kaboompics.com


Well, there are so many things I want to share with you from last week - so many lessons I've learned.  So, let's get started!

1. Hampir Ketinggalan Kereta 

Mendadak diajak pergi ke kampung halaman, rempong di jalanan karena komunikasi kurang baik, dan hampir saja tertinggal kereta. One thing that I can learn from the situation: keep calm, don't panic. Justru karena panik, semuanya jadi berantakan dan banyak hal terlupa. Selain itu, penting juga untuk merencanakan perjalanan dengan matang dan melihat kegiatan sendiri. Jika hati kecilmu sebenarnya enggan pergi karena tubuh benar-benar butuh istirahat, lebih baik dengarkan apa kata hatimu. Karena akibat dari memaksakan diri, beberapa hari kemudian I got a fever and fatigue for three days. :( 

2. Bersyukur atas Apa yang Dimiliki

Belajar mensyukuri apa yang ada daripada terus mempertanyakan apa yang belum kita miliki saat ini. Salah satu hal yang paling aku syukuri adalah masih memiliki orang tua yang kini semakin perhatian dan menyayangiku.  Inner child dalam diriku pun bisa merasakannya. Mungkin itulah sebabnya,  setiap kali pulang ke rumah, aku sering bertingkah seperti anak kecil yang masih butuh banyak kasih sayang. 

3. Melepaskan yang Tak Jelas

Melepaskan sesuatu yang sejak awal saja sudah tidak jelas memang sulit dan menyakitkan. Tapi daripada terus menginvestasikan perasaan kepada seseorang yang tidak memiliki purpose yang sama, untuk apa? Masih banyak hal yang lebih penting untuk aku lakukan dan perjuangkan. Lebih baik fokus  mengupgrade diri daripada bertahan pada sesuatu yang tidak sejalan. Dan aku bangga pada diriku sendiri karena bisa melepaskannya tanpa takut merasa kehilangan. 

4. People Come and Go

Tahun lalu, menjelang  Ramadan, aku sibuk dengan kegiatan volunteers di Tahura. Kini, orang-orang yang dulu berada dalam satu circle yang sama sudah berpencar mengikuti jalannya masing-masing. Dari sini, aku belajar bahwa  setiap peluang yang datang harus dinikmati dan dimanfaatkan dengan sebaik mungkin, karena bisa jadi kesempatan itu tidak akan datang lagi.

5. Making Mistake is Normal!

Yep! Saat mengikuti kelas volunteer, aku melihat guruku melakukan kesalahan dalam menyampaikan materi. Tapi beliau tetap tenang, tidak panik, dan melanjutkan dengan santai. Even as a teacher, of course. We are human. Dari situ aku belajar bahwa membuat kesalahan itu wajar. Justru dari kesalahanlah kita belajar dan bisa berhati-hati lagi ke depannya. 

6. Tidak Semua Komentar Harus Ditanggapi

Dalam hidup, selalu ada orang yang mendukung dan ada juga yang tidak setuju dengan pilihan kita. Itu hal yang wajar. Tapi satu hal yang aku sadari, komentar orang lain adalah sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan. Yang bisa kita kendalikan adalah bagaimana kita meresponsnya. Saat ini, aku merasa sudah mulai kebal terhadap komentar-komentar tentang pilihanku. Aku tahu mereka mungkin bermaksud baik, tapi yang menjalani hidup ini adalah aku. Aku tidak bisa menyerahkan hidupku sepenuhnya kepada pendapat orang lain. Ini hidupku sendiri, dan aku berhak menentukan jalan hidupku, selama tetap dalam koridor agama dan norma yang ada.

7. Percaya pada Diri Sendiri

Aku mulai belajar untuk percaya pada diri sendiri, meskipun kadang masih muncul perasaan ragu. Memang sulit, tapi aku akan terus berusaha. Semangat!

Sebenarnya masih banyak hal yang ingin aku sampaikan, tapi sepertinya cukup sampai di sini dulu. Semoga bisa menjadi pengingat, baik untukku maupun untuk kalian yang membaca ini. :)


Cheers,

Ihat

Photo by Tobi

Pernahkah gak sih, kamu merasa begitu bahagia karena suatu pencapaian, lalu sadar bahwa kebahagiaan itu hanya bertahan sebentar? 

Terus, gimana perasaan kamu ketika kebahagiaan itu mulai memudar dan kamu harus kembali menghadapi realitas perjuangan?

Aku tidak pernah menyangka, di tengah-tengah kebimbangan hidup yang sedang aku hadapi, di pagi hari itu, Allah seperti sedang berbicara kepadaku melalui orang tua salah satu siswa yang harus aku temui. Setelah selesai konsultasi tentang perkembangan anaknya, si Bunda ini tiba-tiba berkata,

"Bu, kalau kata saya dalam hidup ini 20% kebahagiaan, sisanya 80% adalah pilihan: bertahan atau menyerah."

Aku mengernyitkan dahi, mencoba memahami maksudnya. Seakan menyadari kebingunganku, beliau melanjutkan,

"Misalnya, saat kita diterima di universitas ternama, kita akan mendapat ucapan selamat, merasa bangga dengan almamater kita. Tapi, berapa lama kebahagiaan itu bertahan? Mungkin hanya beberapa minggu. Setelahnya, kita harus menghadapi tugas-tugas yang melelahkan, tekanan akademik, konflik pertemanan, dan tantangan lainnya. Kita akan menghabiskan 80% waktu kita untuk memilih: bertahan dan berjuang, atau menyerah."

Aku mengangguk, mulai memahami arah pembicaraan ini. 

"Saat lulus kuliah, kita kembali mendapat ucapan selamat, tapi itu hanya bertahan sebentar. Setelahnya? Kita harus kembali berjuang. Begitu juga saat diterima bekerja di perusahaan impian—20% awalnya penuh dengan kebahagiaan, tapi setelah itu kita kembali dihadapkan pada tekanan kerja, tuntutan, dan rasa jenuh. Sisanya? Lagi-lagi, kita memilih: bertahan atau menyerah."

Aku terdiam, mencerna kata-katanya.

20% kebahagiaan, 80% perjuangan. 

Perjuangan yang penuh dengan rasa capek, lelah, kecewa, marah, bahkan terkadang terselip perasaan ingin menyerah. 

"Makannya Bu, punya tujuan dalam hidup itu penting. Sebesar apa pun ujian yang datang, kalau kita tahu ke mana kita melangkah, kita akan tetap maju."

Pagi itu, rasanya seperti mendapat mata kuliah kehidupan. Aku mulai menyadari satu hal: tidak ada yang abadi di dunia ini, termasuk kebahagiaan.

Ucapan si Bunda terus terniang di telingaku, sampai kemudian pertanyaan ini bergema dalam benakku.

Apakah kebahagiaan sejati terletak pada hasil, atau pada proses bertahan dan berjuang? 

Tak lama setelahnya, aku mengikuti sebuah kajian, dan di sanalah aku menemukan jawabannya.

"Dialah yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji siapa di antara kalian yang terbaik amalnya." (QS. Al-Mulk: 2)

"Dan kehidupan dunia ini, hanyalah senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu mengerti?" (QS. Al-An'am:32)

"Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim." (QS. Ali-Imran: 140)

Aku terdiam. Rasanya ayat-ayat ini menamparku.

Di era media sosial ini, mudah sekali melihat hidup orang lain yang tampak lebih bahagia hanya dari postingannya. Aku lupa, bahwa yang mereka bagikan hanyalah potongan kecil  dari kehidupan 24 jam mereka. Aku terlalu sibuk membandingkan hidupku dengan orang lain, lalu merasa tertinggal. 

Tapi semakin dewasa, aku menyadari sesuatu.


Saat sesuatu yang ingin kamu capai ternyata belum bisa kamu capai, lepaskan. 

Jangan digenggam, biarkan ia berjalan menemui rumahnya sendiri. Kelak, kalau kamu adalah rumahnya, ia pasti kembali. 


Kadang keindahan postingan orang-orang di media sosial membutakan kita. Sampai-sampai kita sendiri merutuki nasib kita yang menyedihkan. Padahal, namanya juga media sosial. Semuanya diatur, dipoles, diperindah sesuai dengan apa yang kita mau tampilkan. Jangan pernah terkecoh dengan postingan-postingan yang tersebar. Setiap hidup akan selalu ada ujiannya, masalahnya. Karena udah Allah sampaikan, kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan sementara dan akhirat adalah kehidupan yang kekal. 


Kalau sekiranya media sosial itu malah bikin kamu banyak mengeluh dan terus membandingkan hidupmu dengan orang lain, mungkin saatnya mengambil jeda. Coba jalan keluar rumah, lihat sekitar kita. Masih banyak hal yang bisa kita syukuri tenyata. Terkadang, kebahagiaan sejati bukan tentang mencapai sesuatu yang besar, tetapi tentang menemukan keindahan dan ketulusan dalam hal-hal sederhana. 


Dan yang terpenting...


Gak apa-apa kalau jalan hidupmu berbeda dengan teman-temanmu yang lain. Jangan pernah merasa tertinggal. Semua ada masanya.  


Cheers,


Ihat

Newer Posts Older Posts Home

Thank You!

You are looking for...

  • ▼  2025 (15)
    • ►  May (2)
    • ►  April (3)
    • ►  March (3)
    • ▼  February (2)
      • Refleksi Catatan 6: Many Things That I Learned fro...
      • Refkleksi Catatan 5: Tentang 20% dan 80%
    • ►  January (5)
  • ►  2024 (44)
    • ►  December (2)
    • ►  November (4)
    • ►  October (10)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (3)
    • ►  May (2)
    • ►  April (3)
    • ►  March (2)
    • ►  February (6)
    • ►  January (4)
  • ►  2023 (30)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  May (13)
    • ►  April (5)
    • ►  March (1)
    • ►  February (5)
    • ►  January (1)
  • ►  2022 (30)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  May (6)
    • ►  April (4)
    • ►  March (4)
    • ►  February (3)
    • ►  January (8)
  • ►  2021 (15)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (4)
    • ►  September (1)
    • ►  July (4)
    • ►  June (1)

Friends

Community

Community

Subscribe Us

1minggu1cerita
BloggerHub Indonesia Logo Komunitas BRT Network

Featured post

Don't Worry. Don't Think Too Much.

Photo by Cup of Couple Dear you, I wanted to take a moment to express that I'm filled with gratitude for you and the incredible influen...

Translate

Copyright © 2016 Hi Solihat. Created by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates