Hi Solihat

Let me share with you here

  • Home
  • Contact Me
Photo by Abdulmeilk Aldawsari

Berawal dari insta story yang lewat.

doc. pribadi


Seketika mulutku beristighfar. 

Kadang kita suka lupa kalau segala sesuatu sudah Allah atur, sudah Allah tetapkan sejak awal. Itulah mengapa dalam Islam kita diajarkan konsep tawakal. Tawakal itu sendiri berarti  menyerahkan segala urusan pada Allah setelah kita melakukan ikhtiar.  Sedangkan menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya' Ulumuddin, tawakkal adalah menyandarkan diri kepada Allah tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa dan hati yang tenang (Setiawan & Mufahirah, 2021). Aku sendiri mengartikan bahwa kita tidak lagi mengandalkan, menghamba atau menggantungkan hasil pada usaha yang sudah kita perbuat, tapi kita menerima dengan lapang dada atas apapun keputusan Allah nantinya. Dengan catatan, kita sudah berusaha serta berdoa  semaksimal mungkin.

Kini aku mulai faham, mengapa dulu Bapak sering bilang, "Tidak ada namanya gagal, yang ada hanyalah kemenangan yang tertunda." Dulu aku mengira itu hanya sekedar kata-kata penghibur. Ternyata, sekarang aku menyadari bahwa itu benar adanya.

Gagal itu sejatinya baru bisa disebut gagal, jika kita menyerah dan enggan memperbaiki diri. Bukankah begitu? 

Menurut KBBI sendiri gagal adalah tidak berhasil, tidak tercapai. Sedangkan dalam Cambridge Dictionary,  failed itu artinya unsucceful. 

Tapi, jika kita renungkan lebih dalam, apakah benar sesutau itu layak disebut "gagal" hanya karena belum mencapai hasil seperti yang kita harapkan? Bagaimana jika "gagal" itu sebenanarnya adalah cara Allah untuk membelokkan kita menuju jalan yang lebih baik? Atau mungkin, itu adalah bentuk latihan dari Allah agar hati  kita tidak mudah bergantung pada hasil, melainkan pada proses dan izin-Nya?

Sebab, ukuran keberhasilan dalam padangan manusia sering kali berbeda dengan ukuran keberhasilan menurut Allah. Apa yang tampak "tidak berhasil" hari ini, bisa jadi adalah langkah kecil menuju kemenangan besar di masa depan. Dan aku pernah melewati itu semua. Mungkin di kesempatan lain aku bahas itu.

Kembali ke story instagram yang aku lihat tadi, aku jadi teringat  dua kejadian besar dalam hidupku.

Saat Aku Yakin Allah yang Membiayai Kuliahku

Usia 18 tahun, harus membiayai kuliahnya sendiri dengan total hampir 30 juta? Bagi sebagian orang itu terdengar mustahil. Tapi saat itu, aku yakin bahwa Allah yang akan membiayai kuliahku, meskipun pada saat itu aku hanya memiliki uang pas-pasan. Keyakinan bukan hanya sekedar duduk manis mengharapkan uang dari langit berjatuhan begitu saja tanpa usaha. Tentu aku bekerja keras agar bisa membiayai kuliahku sendiri. Aku kerja sambil kuliah. Dua hal yang sungguh sangat melelahkan, dan hampir menyerah. Tapi, Alhamdulillah, Allah memampukan itu semua.

Di tengah kondisi ekonomi keluarga yang sulit, ditambah cibiran orang sekitar yang meremehkan pekerjaan orang tuaku, yang menurut mereka itu mustahil untuk bisa membiayai kuliahku.  Saat itu, yang ada di benakku adalah selama aku berbuat baik tapi kamu kekurangan secara materi - dalam hal ini kuliah ya mencari ilmu, aku yakin Allah pasti akan memudahkan itu semua. Allah tidak akan ingkar kepada hamba-Nya yang ingin berbuat kebaikan. 

Dengan keyakinan itu semua, ditambah ikhtiar dan do'a juga, alhamulillah aku bisa menyelesaikan kuliah meskipun harus menambah satu semester. Tapi justru itu adalah kado terbaik dari Allah, di saat aku tidak menaruh ekspektasi apapun, aku hanya terus meyakinkan diri bahwa Allah pasti memampukan aku. Dan yaaa. There is no impossible for Allah. Kun fa yaakun. 

Terlalu Percaya Diri, Lupa Bertawakal

Kejadian ini hal yang berbanding terbalik. 

Saat aku pindah ke tempat baru, aku merasa ilmu dan pengalamanku dari tempat sebelumnya bisa membawaku terus berada di urutan top, lupa bahwa di tempat baru akan selalu ada hal baru yang membuat kita harus belajar lagi dari awal. 

Tak lama setelah itu, aku diuji dengan berbagai kegagalan (kata orang gak apa-apa, tapi aku tetap berfikir bahwa semua itu gagal menurut pandanganku, belum ideal, semuanya tak sesuai dengan harapan) dan aku terlalu mengandalkan usahaku ketimbang meyakini bahwa sesuatu sudah Allah atur. Yang terjadi apa? Aku capek, merasa terus-terusan menjadi manusia gagal, dan pada akhirnya aku terus-menerus menyalahkan diri sendiri dan keadaan. Bahkan, sempat terbersit untuk melukai diri sendiri. 

Seiring berjalannya waktu aku sadar. Bahwa perkara izin dan tidak diizikannya sesuatu itu bukan serta merta karena usaha kita. Tapi ada andil Allah yang Maha Bijaksana di sana. Jika kita bertumpu pada usaha yang kita kerahkan, saat kegagalan datang menjumpai tentu kita cenderung menyalahkan diri sendiri dan keadaan. Berbeda pada saat kita sudah benar-benar tawakal kita akan dengan bijak take a step back, mengevaluasi dan jauh lebih mudah untuk maju kembali. Kenapa? Karena mindset dan keyakinan yang tertanam adalah Allah sudah atur semuanya. Allah sedang mendidik aku. Allah ingin aku belajar lagi. Allah sedang mempersiapkan hal lain yang lebih baik lagi.  

Pelajaran dari Perang Badar dan Hunain

Begitupun dengan kisah kedua perang tersebut. As we know, Perang Badar sendiri jumlah pasukan muslim sangat sedikit dibandingkan sengan pasukan kafir. Belum lagi, perlengkapan perang yang jauh lebih siap dibanding pasukan muslim. Namun dengan keyakinan dan tawakal yang kuat, Allah menurunkan pertolongan-Nya hingga kemenangan berpihak kepada kaum Muslimin. 

Berbeda dengan Perang Hunain. Dalam perang ini, jumlah pasukan Muslim sangat banyak bahkan lebih dari musuh. Namun justru karena merasa kuat dan terlalu percaya diri, pasukan Muslim sempat terdesak di awal peperangan. Allah mengabadikan kisah ini dalam QS. At-Taubah: 25-27)

Dari semua yang sudah aku tulis, aku terus mengingatkan diri sendiri bahwa hasil itu berada di tangan Allah. Setelah usaha dibarengi dengan do'a lalu diakhiri dengan tawakal: menyerahkan segala urusan kepada Allah, inshallah kamu akan lebih siap dalam menerima apapun hasilnya nanti. Tidak kecewa ketika kamu belum bisa meraihnya dan tidak menyombongkan diri ketika kamu bisa mendapatkannya. 

Kamu bukan gagal, tapi belum diizinkan.


Love,

Ihat


Daftar Pustaka

Setiawan, D & S. Mufarihah. (2021). Tawakal dalam Al-Qur'an Serta Implikasinya dalam Menghadapi Pandemi Covid-19. Jurnal Studi Al-Qur'an,17(1).

Newer Posts Older Posts Home

ABOUT ME

I'm a storyteller who could look back at my life and get a valuable story out of it. I'm trying to figure things out by writing. Welcome to my journey! Please hit me up hisolihat@gmail.com.

You are looking for...

  • ▼  2025 (21)
    • ▼  June (1)
      • Refleksi Catatan 16: Bukan Gagal, tapi Belum Diizi...
    • ►  May (7)
    • ►  April (3)
    • ►  March (3)
    • ►  February (2)
    • ►  January (5)
  • ►  2024 (44)
    • ►  December (2)
    • ►  November (4)
    • ►  October (10)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (3)
    • ►  May (2)
    • ►  April (3)
    • ►  March (2)
    • ►  February (6)
    • ►  January (4)
  • ►  2023 (30)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  May (13)
    • ►  April (5)
    • ►  March (1)
    • ►  February (5)
    • ►  January (1)
  • ►  2022 (30)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  May (6)
    • ►  April (4)
    • ►  March (4)
    • ►  February (3)
    • ►  January (8)
  • ►  2021 (15)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (4)
    • ►  September (1)
    • ►  July (4)
    • ►  June (1)

Thank You!

Friends

Get new posts by email:
Powered by follow.it

1minggu1cerita
BloggerHub Indonesia

Follow Me On Instagram

Translate

Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Template