Hi Solihat

Let me share with you here

  • Home
  • Contact Me
Photo by Scott Webb


Sudah memasuki sore di akhir pekan nih. Udah saatnya nanti malam kita bersiap-siap untuk bertemu dengan minggu baru di bulan November. Enggak kerasa ya, November udah di tanggal 10 aja. Btw, gimana nih kabarnya? Semoga semuanya dalam keadaan sehat ya!

Hari Minggu, itu artinya aku sedang belajar untuk mendisiplinkan diri menulis, merefleksi hal-hal yang terjadi selama satu minggu ke belakang. Alhamdulillah, banyak sekali hal yang bisa aku syukuri dan aku pelajari dari kejadian satu minggu kebelakang ini. 

Flashback ke satu minggu belakang ini. Pertama adalah aku belajar untuk percaya dan memberikan tanggung jawab penuh kepada para pimpinan OSIS di sekolah. Sebagai pembina, tentu ada perasaan khawatir dan takut jika kegiatan yang akan dilaksanakannya gagal. Namun pada hari itu aku mencoba untuk menenangkan diri, yakin pada kemampuan siswa bimbinganku bahwa mereka pasti bisa melaluinya. Meski H-2, ppt belum selesai, mereka kewalahan untuk mencari waktu yang pas agar semua bisa berkumpul dan bersiap-siap. Fyi, jadi mereka ini diamanahi sebagai guest teacher oleh SD untuk berbagi ilmu mengenai organisasi. Dan kegiatan seperti sharing session ini adalah kegiatan yang pertama kalinya untuk mereka. Sempat degdegan dan overthinking ketika aku meminta mereka untuk sharing pptnya sebelum ditampilkan di hari H. Nyatanya mereka belum siap. Ingin marah sebenarnya (karena aku sendiri tipikal orang yang harus dipersiapkan jauh-jauh hari) lantaran informasi untuk kegiatan ini  sudah diberi tahu satu minggu sebelumnya. Namun aku mencoba tetap tetang dan mengingat mereka mau bagaimanapun caranya besok di H-1 itu harus sudah selesai PPT nya. Alhasil entah bagaimana ceritanya, keesokan paginya ketika briefing dan latihan sebentar, PPT tersebut sudah selesai dan hanya dirapih-rapihkan sedikit saja. Mereka sempat nervous dan ada yang bilang ingin mundur saja. Sebagai pembina tentunya aku terus mendukung dan meyakinkan bahwa semuanya pasti bisa dilalui dengan baik.

Jujur selama persiapan untuk kegiatan guest teacher ini aku tidak banyak ikut serta dalam mengonsep kegiatannya. Aku hanya memberikan garis-garis besar kegiatannya dan apa saja yang harus disampaikan. Sisanya mereka explore sendiri. Alhamdulillah, selama kegiatan berlangsung mereka mampu menampilkannya dengan baik. Beberapa feedback yang diberikan baik itu dari guru maupun dari siswa kelas 6, Alhamdulillah semuanya memberikan feedback positif. Dan itu rupanya memberikan rasa puas tersendiri kepada siswa karena mereka sebelumnya benar-benar merancang sendiri kegiatannya. 

Dari hal tersebut lah, aku merenung dan berefleksi untuk kegiatan selanjutnya aku harus memberikan kepercayaan lebih kepada siswa agar siswa tersebut merasa dipercaya, diberi tanggungjawab dan jika hasilnya bagus  ataupun tidak itu akan memberikan pengalaman tersendiri bagi mereka. Kalau kata supervisor ku yang sebelumnya juga menjabat sebagai pembina pernah bilang,

“Gak apa-apa, Bu. Kalaupun misal gagal tidak sesuai dengan harapan setidaknya anak akan belajar dari kesalahan itu sendiri. Berhasil ya Alhamdulillah. Bukan hanya sebagai ajang pamer bahwa OSIS itu ada dengan kegiatannya yang keren-keren. Kita coba untuk berikan ruang kepada mereka dalam berorganisasi agar mereka bisa belajar dan memiliki pengalaman yang lebih."

Kalau dulu di tahun pertama merasa terbebani dengan ekspektasi sendiri bahwa OSIS yang ada di bawah bimbinganku harus bagus, harus ada kegiatan yang keren-keren. Kini aku sudah mulai menemukan arahnya. Pujian, apresiasi, dan hadiah adalah bonus. Yang dicari adalah ilmu dan pengalaman. Dengan begini, aku bisa mengurangi rasa kekhawatiranku terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan dan aku juga jadi tidak menaruh banyak ekspektasi kepada anak-anak. Karena anak-anak sendiri pada dasarnya sedang belajar berorganisasi. 

Foto bersama setelah selesai memberikan pengalaman dalam berorganisasi.
Doc. pribadi

Well, terima kasih ya untuk diri ini yang setiap harinya tumbuh walaupun harus melalui hal-hal yang tidak menyenangkan.

Selain itu pula, aku mau mengucapkan terima kasih pada diri sendiri karena dengan kejadian-kejadian yang kadang mengecewakan, mengesalkan yang terjadi padaku, rupanya hal tersebut membuat diri aku menjadi semakin tangguh dan berani untuk membuat batasan diri. Semakin berani untuk menyatakan hal-hal yang tidak kusukai tanpa harus merasa bersalah lagi (porsinya sudah mulia berkurang, alhamdulillah yes!), sudah mulai bisa berfikir tenang, mengambil jeda dan tidak terburu-buru saat ditawari sesuatu. Berani meninggalkan hal yang memang tidak pantas untuk aku perjuangkan. Porsi people pleasurenya alhamdulillah sudah mulai berkurang.

Hei!

Terima kasih karena sudah memilih bertahan di tengah kegelapan hidup yang menyelimuti. Walau kamu sempat ragu, putus asa, bahkan hampir menyakiti dirimu sendiri. Meski sambil menangis, kecewa, marah dan bingung dengan perasaan yang hadir tapi kamu berhasil melaluinya dengan baik. Kamu mampu membuka dan menerima perasaan-perasaan aneh itu walau pada prosesnya memang tidak menyenangkan. 

Gak apa-apa, gak semuanya harus dapat jawabannya saat ini. Adakalanya Allah meminta kita untuk ikut saja aturan mainnya tanpa banyak bertanya, mengapa? Mengapa harus aku? Perlahan ikuti sambil tetap meminta bantuan dari-Nya. Walau bagaimanapun yang terjadi dalam hidup ini semua tak lepas dari izin dan kuasa-Nya. Jika kamu menemukan dirimu justru bisa tumbuh menjadi lebih baik lagi, itu semua karena Allah yang izinkan itu terjadi pada-Mu. 

Semoga, di hari-hari selanjutnya aku tetap bisa bertahan dengan apapun ujiannya yang akan dihadapi nanti. Karena aku yakin, Allah selalu ada untuk aku. :)

Cheers,
Ihat



Photo by Pixabay


Hi!

Gimana seminggu kemarin? Semua berjalan lancarkah?  Atau kamu harus merasakan kembali hari-hari berat tapi kamu berhasil melaluinya?

Di mulai dari Senin yang lalu, Allah kasih kesempatan untuk aku bisa mengobrol dan berbagi ilmu dengan guru dari Thailand pada saat mereka melakukan kunjungan ke sekolah tempat aku bekerja. Saling bertukar nomor handphone dan juga kalau pergi ke Thailand jangan lupa hubungi mereka. 

Sambung hari selanjutnya yang rasanya berat sekali, entah mengapa. Disusul dengan pengajuan resign ku secara lisan sebelum nanti form lanjut atau tidak resmi dikeluarkan. Rasanya setelah menyampaikan pengajuan itu hati ini menjadi lebih tenang. Kenapa ya?

Tidak ada rencana tiba-tiba diajak menjenguk teman yang sedang dirawat di RSHS. Sempat kesal karena harus menunggu teman yang salah arah, namun pada akhirnya malah jadi bahan tawa bersama. Makan cuanki di pinggir jalan Masjid Pusdai, rasanya menyenangkan dan mampu melepas penat pekerjaan. 

Tanpa rencana kembali keesokan harinya begitu hendak pulang, aku diajak untuk makan Mie Aceh bersama dengan genk yang baru saja terbentuk. Sambil makan, pada akhirnya kami mengutarakan rencana kami ke depan. Dan lucunya, salah satu temanku berkata,

"Baru juga terbentuk udah bubar lagi."

Yah, namanya hidup kadang tak sesuai dengan rencana. 

Lalu karena merasa sesak sekali entah mengapa, aku pada akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah. Rencananya tadinya aku akan menghadiri dulu acara International Education Fair di Pullman Hotel sayangnya ojeg online yang aku pesan tak ada satu pun yang bisa mengantar. Waktu terus berjalan ditambah hujan, rasanya tak mungkin aku bisa hadir di acara yang aku tunggu-tunggu itu mengingat aku juga akan pulang ke Tasik. Dengan berat hati, aku membatalkan rencana tersebut dan langsung mencari tiket pulang agar bisa sampai lebih pagi di sana. Qadarullah, hujan lebat, ditambah si drivernya telat sampai, jalanan yang super duper macet, sampai akhirnya aku harus merelakan tiket kereta eksekutif seharga 120 ribu melayang hangus karena aku tak bisa sampai di stasiun sebelum kereta itu berangkat. Sepanjang perjalanan aku sudah mencoba untuk menenangkan diri, tapi ya gimana? Pada akhirnya aku tak bisa membendung air mataku karena aku sudah pasti akan kehilangan 120 ribu itu sia-sia. Huhuu. 
Kemudian aku menyeka air mataku, berfikir. 

Lho aku nangis?

Bukannya dari kemarin-kemarin kamu minta nangis ya? Karena saking udah lelah dan merasa kecewa sulit untuk kamu bisa menangis? Hari ini Allah izinkan kamu menangis dengan perantara drivernya telat, jalanan macet, dan kamu harus kehilangan tiket eksekutif kamu seharga 120 ribu lalu kamu bisa menangis?

Meski harus menunggu kereta selanjutnya selama 2 jam. Kalau kamu tanya kenapa gak direscedule aja? Gak bisa, karena rescedule cuma bisa di atas dari 2 jam sebelum pemberangkatan. Kalau udah 2 jam sebelum pemberangkatan udah gak bisa diotak-atik lagi tiketnya. 

Pulang ke rumah dengan perasaan senang dan bahagia, meski keesokannya disuguhi pekerjaan yang banyak sampai harus begadang. Tapi kenapa ya rasanya ya seneng aja gitu, sambil bantu orang tua sambil cerita nostalgia juga. Keesokannya sebelum aku pergi kembali ke Bandung, Mamah seperti merasa bersalah karena sudah mempekerjakan aku, padahal itu adalah kemauan aku sendiri. Mamah bilang harusnya kan ke sini buat istirhat, ini malah disuruh kerja, maafin ya. 

Hmm.. Rasanya kenapa ya nyes gitu. 

Setelah selesai pekerjaan itu, Mamah langsung pergi buat beliin bubur karena Mamah tahu aku doyan makan bubur. Lalu ribut buat bikinin aku puding biar bisa dibawa pulang padahal aku tahu Mamah itu lagi capek banget. Nawarin aku banyak banget buat dibawa bekal, tapi aku menolak. Gak mau ngerepotin.

Terakhir, sewaktu aku pamit salaman buat berangkat lagi, Mamah berbisik seraya tersenyum,
"Sehat ya, maafin karena kamu malah bekerja di sini bantuin Mamah bukannya istirahat. Semoga dimudahkan jalan buat ketemu jodohnya." 

"Aamiin.." Kataku. 

Huft, aku tahu banget rasanya tahun ini adalah tahun-tahun terberat aku dalam menjalani hidup. Aku sempat frustasi dan terkadang masih menemui hari di mana hari-hari itu terasa gelap dan tak bermakna sama sekali. Tapi dari semua ujian yang Allah berikan pada aku saat ini, justru support dan kehadiran orang tualah yang membuat aku sanggup untuk bertahan dan melalui semua ini meski berat sekali pada saat melaluinya.

Sungguh, aku butuh jeda sesaat dari hiruk pikuk dunia ini. Fikiranku kusut, hatiku kacau balau, perasaanku sudah mulai mati, dan ya mungkin fase ini harus aku jalani sebelum aku bertemu dengan jalan yang lebih luas dan panjang lagi.

Tahu tulisan ini tidak terarah, hanya saja aku ingin mengucapkan terima kasih untuk diri ini yang mampu melewati hari demi harinya dengan baik meski banyak mengeluh jika malam tiba,

"Ya Allah, aku capek. Capek. Tapi mati juga gak bikin masalah selesai, karena di akhirat nanti kita akan mempertanggungjawabkan amalan yang sudah dikerjakan di dunia."

Hi, semangat! Terima kasih sudah bertahan dan tetap berjalan meski sambil misuh-misuh, nangis-nangis. Nikmati aja ya :)


Love,
Ihat
Photo by cottonbro studio


Seminggu ini cukup melelahkan. Banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikan. Ketidaknyamanan yang sedang aku hadapi saat ini rupanya mengajarkan aku untuk lebih tangguh dan lebih kuat lagi. 

"Gimana kabarnya? Udah sehat?" 

"Alhamdulillah sehat." 

"Bener-bener udah sehat? Sehat full?"

"Iya."

"Ah, enggak. Kamu itu sebenarnya sakit. Kita bisa lihat kalau kamu itu sedang tidak baik-baik saja."

"Udahlah, jangan bahas itu." Jawabku. "Iya aku tahu, aku lagi gak baik-baik aja. Sekarat malah. Hahahaaa.."

Pada akhirnya situasi apapun ya mau gak mau harus dihadapi bukan?

Aku bersyukur karena di minggu ini di balik kenyataan pahit yang harus aku jalani, aku masih punya teman-teman yang support, yang setia sama aku. Meskipun dengan hal-hal kecil, tapi itu mampu membuat aku kembali semangat lagi dan tak kehilangan harapan. 

Tiba-tiba harus menemani kegiatan siswa keluar, mendapatkan perspektif baru bahwa ya dicoba aja dulu, gak perlu harus nunggu sempurna. Semuanya kan proses pembelajaran. 

Mulai belajar tenang saat menghadapi hal-hal yang memang di luar kendali. 

Mulai belajar untuk tidak show off di depan orang yang tinggi hati, merasa serba tahu. Tersenyum tipis dan pura-pura bodoh ternyata menyenangkan juga ya. Kalau dulu biasanya aku tuh gak mau kalah, pasti aku akan menyampaikan hal lain lagi karena ya gak mau kalah saing itu. Kalau sekarang ya angguk-angguk, tersenyum tipis. Habis itu kalau obrolannya udah bukan urusan kerjaan lagi aku memilih untuk pergi, mengurusi urusanku sendiri. 

Aku juga mau ngucapin terima kasih sama diri sendiri, terima kasih karena kamu sudah bisa berani sendiri, keluar dari circle yang memang kamu tidak nyaman di sana. Sudah bisa menolak secara halus dan tegas. Udah mulai gak sakit hati lagi kalau diabaikan, atau diajak paling terakhir :D

Makasih karena kamu udah mulai bodo amat sama lingkungan yang memang mentreat kamu selalu menjadi the last one. Kalau dulu masih kefikiran, sakit hati karena gak diajak, atau terpaksa ikut karena diajak paling terakhir kemudian di sana kamu malah dikacangin. Kalau sekarang ya, mohon maaf. Diajak gak diajakin, I don't care. I can do it by myself. Diajakin terakhir? Wah udah langsung reject. 

Kalau bukan diri kita sendiri yang menghargai, lantas siapa lagi?

Terima kasih yaa sudah mulai berubah sedikit sedikit dan menetapkan boundaries. Mulai belajar berfikir tenang dan mengambil jeda sejenak sebelum mengambil keputusan, berani menolak, dan ngobrol seperlunya aja. 


Fighting!

Tenang, gak akan lama lagi kok :) 


Cheers

Ihat

Photo by Tara Winstead


Can we skip to the good part? -The Good Part, AJR-

Gak bisa, gak bisa. Kamu harus hadapi itu satu persatu-satu.

Cuma bisa menghela nafas, tersenyum getir, tertawa hambar, mau nangis sulit, mau teriak nanti disangka kek orang yang kesurupan. Mau guling-guling nanti disangka orang gila. Ya Allah, kamu tahu momen seperti ya betul mau tidak mau harus kamu hadapi, nikmati, dan gimana lagi ya? Intinya jangan nyerah lah. 

Gak nyaman dengan situasi saat ini, tapi Allah sudah menempatkan kamu sejauh ini bukan tanpa alasan. Gak ada di dunia ini yang Allah ciptakan dan ciptaannya itu sia-sia. 

"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka." (QS. Ali Imran: 191)

Lantas kamu saat ini masih terus bertanya-tanya,

Ya Allah kenapa ini begini?

Ya Allah kenapa ini begitu?

Kamu sibuk cari jawaban? Cari alasan kenapa semua harus terjadi? Sementara tugas kamu adalah mencari jalan keluarnya bukan mencari kenapanya. Ya iyalah gimana kamu gak pusing? Gimana kamu bisa nikmatin sekecil apapun nikmat yang udah Allah kasih, kalau kamunya aja masih belum bisa menerima kondisi kamu. 

Tenang, semua yang terjadi gak perlu harus selalu dicari alasannya. Cukup diterima dan tak perlu difikirkan masa depannya seperti apa. Nanti kamu tiap malam overthinking atau anxiety kamu tambah parah. Lepaskan, biar Allah yang atur. Percaya pada setiap ketetapanNya untuk kamu bahwa apapun yang terjadi dalam hidup ini gak ada yang sia-sia. 

Yuk, diperkuat lagi iman sama Allah nya, qada dan qadarNya. Tambahkan terus berdoa dan meminta pertolongan padaNya. Karena sejatinya dunia dan seisinya ini hanya milik Dia semata. 

Lelah boleh, tapi menyerah jangan ya. Sekali-kali jangan. 

Cukup jalani walau harus tertatih, gak apa-apa lambat asal selamat.

Selamat malam,

Ihat

Photo by Maria Geller

Hari itu sebenarnya aku cuma ingin perjalanan tenang. Aku udah capek banget dan perjalanan kereta selalu jadi waktu terbaik untuk menyendiri, dengerin playlist, atau tidur selama perjalanan. Apalagi naik kereta eksekutif! Tapi semua rencana itu berantakan begitu aku sampai di gerbong.

Seseorang sudah duduk di kursi yang tertera pada tiketku.

"Permisi, maaf Ma.." kataku, hampir menyebut Mas sampai akhirnya aku terlalu cepat untuk menyadari bahwa orang itu... "Daffa? Daff? Ini kursi aku." 

Dia terbangun dari tidurnya. Membuka selimut yang menyelimuti wajahnya dengan tatapan setengah linglung tapi ada sedikit kejutan di wajahnya. Ternyata dia adalah Daffa, teman SMA yang sudah 8 tahun tak pernah bertemu. Tapi nostalgia sirna begitu saja, karena bukannya pindah, dia malah berkata dengan nada santai,

"Ihat? Ih, udahlah udah pewe."

Aku mulai kesal. "Tapi ini kan kursi aku, pindah ih."

"Ya udah sih, santai aja. Kursi kan cuma kursi. Udah di sana aja duduk."

"Ih gak mau." Kataku kesal. 

"Ini temen SMA, Kak." Lanjut dia nunjuk aku sambil menoleh ke samping ujung dekat jendela. Rupanya dia pergi bersama Kakaknya. Aku hanya menoleh sebentar kepada Kakaknya itu tanpa senyuman sedikitpun. 

Aku mencoba menahan diri, tapi rasanya kayak semua energi buruk hari itu terkumpul di detik itu juga. Bukannya berdebat lebih jauh, aku langsung duduk di kursi sebelahnya—yang memang harusnya itu kursinya dia! 

"Dikira tadi Ibu-Ibu. Makannya bingung, Ibu-Ibu siapa sih. Eh taunya."

What? Ibu-Ibu? Aku menatap wajahnya yang jaraknya hanya 10 cm dengan tatapan kesal. 

"Dari mana?" Tanyanya kemudian sambil menoleh padaku. 

"Aku? Aku emang sekarang tinggal di Bandung." Kataku masih dengan perasaan menahan rasa kesal. 

"Di Bandung? Di mana?"

"Pasir Impun."

"Pasir Impun?"

Oh iya, mana dia tahu Pasir Impun. Batinku.

"Cicaheum."

"Masih kuliah?"

"Udah beres. Kerja."

"Kerja? Kerja apa?"

"Ngajar."

"Ngajar?"

"Ngajar di sekolah."

Ya ampun, ngeselin banget!!

"Sekolah?"

"SMP."

"SMP?"

"SMP Harapan."

"Oh..."

Aku menghebuskan nafas panjang. Lalu kami berdua pun terdiam. Dia sibuk dengan games di handphonenya sementara aku sibuk membalas chat di grup bersama sahabat-sahabat terdekatku. 

"Kamu naik dari stasiun Bandung?" tanyaku setelah hening lama.

"Iya. Mau pulang soalnya adek wisuda besok, tuh sama Kakak." Jawabnya lalu kembali memainkan smartphonenya.

Hatiku masih tetep dongkol sebenarnya karena itu kursi aku yang udah aku pesan sengaja deket jendela biar bisa bergalau ria. Rupanya rasa kesal tak bisa melawan rasa kantuk yang menyerang. Sayup-sayup mataku mulai tertutup dan aku mengambil posisi untuk tidur sambil nyerong ke arah dia! Sengaja! Biar dia risih lihat aku yang tidur dan menghadap ke dia! 

Aku menghitung dalam hati. Sudah sampai hitungan 20 kok gak ada perubahan sih. Dalam hati aku masih ngomel-ngomel meski mata tetap dipaksa untuk terpejam. 

"Hmm.." tak lama terdengar dia berdehem. "Ya udah Hat, gih pindah nih." Ucapnya sambil berdiri dan aku pura-pura terbangun lalu pindah ke kursi asliku. 

Yes! Berhasil. 

Setelah pindah ke kursi asliku, aku pura-pura tertidur kembali menghadap ke jendela dan membelakangi dia. Padahal dalam hati aku sudah gatal ingin membalas balasan chat yang sedang berlangsung di grup. Selang beberapa menit aku membuka hp dan malah cekikikan sendiri sambil membalas chat. 

"Adek wisuda besok?" tanyaku lagi setelah hening lama dengan perasaan yang sudah lebih ringan dari sebelumnya. 

"Iya, besok wisudanya. Makanya aku sama Kakak pulang."

"Oh gitu ya. Temen aku juga besok sama tuh wisuda, tapi dia wisuda S2."

"Besok kamu ke sana juga dong?"

"Mm, gak tahu sih ya. Kayaknya enggak deh." Hening sejenak kembali tercipta. "Jadi sekarang ini kamu di Bandung atau di Tasik?" Tanyaku lagi.

"Ya.. Aku sih di mana aja bebas." Jawabnya datar.

Heuhh!! Ditanya malah jawabnya gitu! Ngeselin!!

"Hahahaaaa..." Aku tertawa sumbang menahan kesal kembali dalam hati. 

Kami kembali sibuk dengan urusan masing-masing. Aku kembali memejamkan mata dan dia kembali pada permainan di smartphonenya. 

Tak terasa kereta yang aku tumpangi dalam hitungan menit akan segera berhenti di stasiun yang aku tuju. Sambil menghadap ke jendela dan mengahayal kehidupan yang lebih baik di masa depan tiba-tiba...

"Heh bangun Ihat, bentar lagi turun." 

Bayangan itu berhamburan kabur. Senyum yang terukir di wajah sirna dengan seketika. Sambil menarik nafas panjang menahan kesal aku jawab dengan nada ketus dan mendelik kesal.

"Iya." 

Eh yang bersangkutan malah tersenyum menahan tawa. 

"Duluan ya Daf, Kak." Ucapku pamit kepada dia dan kakaknya begitu kereta sudah berhenti di stasiun tujuanku. 

Untung saja perasaan kesalnya udah sirna sebelum keluar dari gerbong. 

Dan begitu sampai rumah, begitu aku cerita pada Mamah, Mamah tertawa terbahak mendengar cerita keributan kecilku itu.

Perasaan gak ada lucu-lucunya deh. Yang ada kesel setengah mati iya. Batinku. 


Photo by Polina Tankilevitch

Seminggu ini rasanya seperti perjalanan emosional yang tak terduga. Senin pagi yang ceria, Selasa yang bahagia, Rabu penuh syukur dan gelak tawa, hingga Kamis aku memutuskan untuk tidak masuk lantaran perutku yang terasa begah dan sakit disusul mual-mual saat bangun tidur. Aku segera mengabari rekan kerjaku kalau aku hari itu tidak bisa masuk. Aku memilih untuk mengistirahatkan diri dan berfikir rasa sakit ini akan berakhir dengan beristirahat seharian ini saja, besok sudah pasti bisa masuk kembali untuk bekerja, inshallah. 

Jumat pagi. Sudah mandi, sudah merias diri ternyata pusing yang ku tahan sejak bangun pagi malah semakin menjadi-jadi. Duduk diam di pinggiran kasur sambil coba atur nafas tetap saja di sekelilingku rasanya seperti berputar-putar. Terpaksa aku mengirimkan pesan kembali bahwa aku belum bisa masuk bekerja. Sungguh, pagi itu rasanya tak bisa ditahan lagi, akhirnya akupun memutuskan untuk pergi ke dokter sendirian. Dengan naik transportasi online akhirnya aku sampai di klinik yang aku tuju. Sambil menunggu antrian rasanya ada yang lebih sesak dalam hati. Jauh dari keluarga, tidak ada sanak keluarga satupun, ya begitulah namanya anak rantau. Padahalkan merantau adalah keinginanku sendiri, tapi kalau udah sakit rasanya kok malah jadi tambah melow ya. Diperiksa dokter yang aku kira pasti akan cukup dengan diberi obat ternyata maag aku kondisinya udah mulai cukup parah dan dokter meminta aku untuk disuntik aja. 

Ku kira selama satu minggu kemarin, aku baik-baik saja. Ternyata jauh sebelum aku ambruk hari itu, sebenarnya tubuhku sudah banyak memberikan signal cuma ya aku ignore gitu aja. Barulah aku mengabari orang rumah bahwa aku sedang tidak sehat. Rencana untuk pulang sebenarnya sudah direncanakan dari seminggu sebelumnya ya, bahkan berniat untuk mengunjungi festival. Qadarullah, kondisi tubuhku yang menyerah, jadi aku pulang dalam rangka beristirahat. Meski, Mamaku khawatir sekali pada saat aku dalam perjalanan pulang, tapi alhamdulillah aku bisa pulang dengan selamat. 

Sedih sih, karena pas sampai rumah aku juga lebih banyak beristirahat. Adekku nampaknya kesal karena tidak jadi pergi ke festival. Padahal itu adalah momen yang aku nanti-nanti selama ini. Pergi ke festival bersama Mama di bulan Oktober. Karena selama 27 tahun ini aku belum pernah pergi ke festival bersama Mama, kalau sama Bapak pernah ya waktu aku kecil. Kadang suka bertanya-tanya, kemarin-kemarin aku kemana sih? Sibuk ya sama urusan kerjaan? Sekarang udah jauh baru deh kerasa. 

Selama beristirahat di rumah pun, Mama kelihatan sekali khawatirnya. Bilang, ya kalau jauh gini. Kalau sakit kan gak ada yang ngurusin. Apalagi memang seumur-umur kalau maag aku kambuh gak pernah sampai disuntik. Cukup dengan minum obat atau diistirahatkan biasanya cepat pulih lagi. Gak cuma Mama aja sih, Bapak pun sampai bilang, ini kalau sakit kayak gini terus mana bisa kamu jauh-jauh dari Bapak. 

Nyes! Rasanya kayak jleb gitu. Kenapa ya? Apa mungkin karena kedekatan kita baru terasa diakhir-akhir ini? Nyesek ada, pengen nangis iya. Aku tahu, orang tua aku tahu. Hubungan kita dulu gak sedekat ini, bahkan dulu waktu aku SD, kalau sakit tuh udah pasti ditinggal dan aku tinggal sendiri di rumah. Dan semuanya ya baru terbongkar sekarang. Mama yang ku kira dulu cuek dan lebih memilih kerjaan ternyata ya, hatinya tidak bisa fokus selama bekerja dan ingat aku yang lagi sakit di rumah sendiri. Makanya sekarang, tiap ada apa-apa pasti khawatiran banget.

Awalnya, aku pulang ke rumah kan hanya ingin istirahat, ingin sembuh. Tapi nyatanya, dalam prosesnya aku seperti menemukan alasan yang lebih dalam untuk tetap tinggal bersama mereka - orang tuaku yang sudah menua. 

"Kalau masih pusing, ya udah jangan dulu pulang. Nggak usah buru-buru balik," ucap Mama sore kemarin, membuat aku agak terdiam lama. 

"Maunya gitu sih, Mah. Tapi kalau udah dewasa gimana ya, gak bisa semudah izin kayak waktu sekolah." Jawabku sambil menahan buliran air mata. 

"Ya udah, besok mau dimasakin apa? Biar shubuh sekalian Bapak ke pasar."

Nyes. Udah, udah. Perasaan aku kacau balau. 

"Mm.. Pengen ayam aja, ayam goreng."

Dan tadaaa... keesokannya, bangun tidur sudah tercium aroma ayam goreng dari dapur. 

"Gimana masih pusing?" tanya Mama.

"Alhamdulillah udah mendingan Ma," jawabku.

Kesibukan di kota, jauh dari keluarga, di bawah tekanan pekerjaan kadang membuat aku lupa untuk bisa mengambil jeda sejenak. Merasakan kebahagiaan dari kesederhanaan suasana rumah yang sering kali kita lupa untuk bisa mengunjunginya. Ternyata support system terbaik aku saat ini adalah keluarga. Kehadiran dan perhatian Mama dan Bapak yang sedikit demi sedikit mampu mengobati anak kecil dalam diri ini, membuat aku merasa bahwa ternyata ada lho tempat di mana aku selalu diterima tanpa syarat. 

Mungkin perasaan-perasaan tidak nyaman yang aku rasakan selama berbulan-bulan ini dan juga suara-suara bising di kepala adalah pertanda aku harus lebih sering pulang kali ya? Ya, karena setiap kali pulang perasaan-perasaan dan suara-suara bising itu hilang, lenyap. Mungkin hal-hal yang dirasa tidak nyaman ini memberikan tanda untuk aku agar bisa tinggal lebih lama lagi dengan orang tuaku. 

Perihal waktu, kita tidak pernah tahu. Semoga di akhir bulan resignku nanti aku bisa pulang ke rumah dan menemani mereka sepenuhnya. Sungguh, aku sudah kehilangan waktu yang sangat banyak bersama mereka. Ya Allah, tolong takdirkan itu untukku. 


Untuk kamu, yang masih bisa pulang dan menemui orang tua, sesering mungkin temui mereka ya. :')


Cheers,

Ihat

Newer Posts Older Posts Home

ABOUT ME

I'm a storyteller who could look back at my life and get a valuable story out of it. I'm trying to figure things out by writing. Welcome to my journey! Please hit me up hisolihat@gmail.com.

You are looking for...

  • ▼  2025 (20)
    • ▼  May (7)
      • Refleksi Catatan 15: Persoalan Rezeki dan Ujian Hidup
      • Pencapaian Tertinggi di Usia 23 Tahun
      • Tanya Sekali lagi Pada Hatimu
      • Pertama Kali Perpanjangan Hosting dan Domain: Biki...
      • Jazakallohu Khoiran Katsiiran Ukhti
      • Refleksi Catatan 14: Gak Harus Tahu Aku Siapa
      • Refleksi Catatan 13: Ketika Aku Memilih Untuk Mera...
    • ►  April (3)
    • ►  March (3)
    • ►  February (2)
    • ►  January (5)
  • ►  2024 (44)
    • ►  December (2)
    • ►  November (4)
    • ►  October (10)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (3)
    • ►  May (2)
    • ►  April (3)
    • ►  March (2)
    • ►  February (6)
    • ►  January (4)
  • ►  2023 (30)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  May (13)
    • ►  April (5)
    • ►  March (1)
    • ►  February (5)
    • ►  January (1)
  • ►  2022 (30)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  May (6)
    • ►  April (4)
    • ►  March (4)
    • ►  February (3)
    • ►  January (8)
  • ►  2021 (15)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (4)
    • ►  September (1)
    • ►  July (4)
    • ►  June (1)

Thank You!

Friends

Get new posts by email:
Powered by follow.it

1minggu1cerita
BloggerHub Indonesia

Follow Me On Instagram

Translate

Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Template