![]() |
Photo by Kinga Longa |
Siang ini entah kenapa aku merasa sangat mengantuk. Tubuhku seolah meminta waktu istiriahat yang lebih panjang dari biasanya. Aku pun memutuskan untuk tidur siang. Awalnya aku terbangun di 30 menit pertama, namun karena rasa kantuk yang masih menyelimuti, aku kembali memejamkam mata. Tapi, tidur keduaku malah membawaku ke sebuah mimpi yang aneh, penuh kecemasan, dan membuatku terbangun dengan jantung berdebar keras.
Dalam mimpi itu, aku tertinggal kereta. Rasanya seperti menggambarkan bahwa aku terlambat dari sesuatu hal yang menjadi standar masyarakat pada umumnya. Lalu entah bagaimana, aku malah terdampar di sebuah rumah sakit yang mengharuskan aku menjalani pemeriksaan di sana. Ketika pulang, aku lupa membawa barang yang diberikan oleh pihak rumah sakit yang mengharuskan aku untuk kembali ke ruang tersebut.
Di sinilah mimpi mulai terasa aneh. Aku mencoba mengingat lift mana yang aku pakai dan juga lantai berapa tempat aku berobat tadi. Setelah aku yakin, aku menaiki lift tersebut dan ketika keluar dari lift tersebut ternyata aku salah lantai. Aku kembali lagi memasuki lift dan begitu masuk aku salah memencet tombol. Malah ke lantai yang paling atas. Aku panik, aku kembali memencet tombol 1. Lift melesat begitu cepat, karena tidak ada yang naik di lantai atas tersebut, lift turun begitu cepat membawa aku ke lantai 1. Begitu aku sampai di lantai satu, aku terus mencari tempat aku berobat sebelumnya untuk mengambil barang yang tertinggal. Tidak ada di lantai tersebut, aku kembali mengingat-ngingat sepertinya di lantai 3. Aku menaiki lift tersebut lagi menuju lantai 3, lalu aku mencari dengan susah payah dan akhirnya aku menemukan barang yang aku tinggalkan. Tapi kemudian muncul kecemasan yang lain, bagaimana cara aku keluar dari rumah sakit ini?
Aku memilih sebuah lift. Tapi begitu pintu lift tersebut terbuka, di dalamnya ada telfon genggam yang berasap, seperti akan meledak. Selain itu, ada juga seorang perempuan dengan pakaian urakan yang sedang makan sambil menatap ku sinis. Aku langsung panik dan menutup pintu lift secepat mungkin.
Aku memilih lift lain yang ada di sebarangnya. Aku langsung masuk ke dalam lift itu sembari ketakutan. Lalu memenceti tombol 1. Tapi lift ini malah turun dengan kecepatan tinggi dan ternyata lift itu rusak. Bukannya sampai di lantai 1, aku justru sampai di lantai dasar. Dengan jantung berdebar dan tubuh yang lelah, aku langsung keluar dan berjalan ngesot di atas lantai. Lalu saat melihat sekitar, di sekelilingku dipenuhi oleh jeruji besi berwarna hijau. Aku merasa terjebak kembali
Dan setelah terbangun, aku mencoba untuk menenangkan diri sekaligus merenung.
Iya. Aku merasakan ketertinggalan itu. Perasaan tertinggal dari teman-teman seusiaku. Meski aku sering meyakinkan diri bahwa hidup bukan perlombaan, tetap saja rasa iri dan rendah diri kadang muncul tanpa diundang.
Hi, Ihat
Tolong, jangan bandingkan hidupmu dengan kehidupan orang lain ya. Setiap orang punya timeline nya masing-masing. Kamu masih baru. Adaptasi di tempat baru itu gak mudah. Kamu pasti akan mengalami banyak error, dan itu wajar. Tulis saja kekuranganmu dan jadikan sebagai bahan perbaikan untuk esok hari. Jangan menyerah ya, semangat!
Aku sedang berada dalam proses penyembuhan. Bisa berada di titik ini - mulai menerima diri, mulai memaafkan masa lalu - adalah sebuah pencapaian yang tidak kecil. Setahun ke belakang sangat berat untukku. Aku harus melewati malam yang panjang, penuh suara dalam kepala yang mengkritik, menakuti, bahkan membuatku ingin melukai diri sendiri. Aku lelah sekali waktu itu.
Sekarang frekuensi kesedihannya memang tidak sesering dulu. Tapi prosesnya masih panjang. Aku sadar, aku tidak bisa memaksa diriku untuk pulig dalam semalam.
Kadang aku masih mempertanyakan pilihan hidupku. Apakah keputusan untuk langsung bekerja adalah langkah yang tepat? Padahal orang tuaku sendiri meminta aku untuk istirahat dulu. Tapi aku tidak mau membebani mereka. Setelah dewasa, aku menyadari bahwa dalam kondisi apapun, aku tidak bisa terus-menerus menjadikan rasa lelah sebagai alasan untuk lari dari tanggung jawab.
Aku juga masih bergulat dengan diriku sendiri. Takut tampil di depan umum, takut salah, takut tidak cukup baik. Padahal ketika akhirnya aku memberanikan diri, semuanya berjalan lebih baik dari yang aku bayangkan.
Dan kini, aku sedang mencari arah hidupku sendiri. Aku tahu, semua butuh proses. Tidak ada yang langsung jadi. Gak apa-apa kalau aku belum tahu semuanya sekarang. Yang penting, aku terus berjalan, gak apa-apa pelan-pelan juga. Karena aku percaya, setiap langkah kecil yang aku pilih hari ini akan membawaku menuju versi terbaik dari diriku di masa depan.
Kalau kamu juga pernah merasa tersesat seperti dalam mimpiku, mungkin kita sama-sama sedang dalam proses berjuang untuk keluar dari jeruji yang tak terlihat. Semoga kita bisa sampau di lantai yang kita tuju, dengan selamat.
0 Comments