Hi Solihat

Let me share with you here

  • Home
  • Contact Me

Photo by Paweł L.

Hallo Bapak,

Rasanya capek banget Pak, pengen nyerah iya. Tapi suka inget sama nasihat Bapak, sama ayat Qur'an yang suka Bapak bacain sama aku kalau aku udah mulai nyerah dengan ujian hidup. 

"Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, "Kapankah datang pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat." (QS. Al-Baqarah: 214)

Pak, makasih ya udah jadi Bapak yang baik buat aku, buat adek-adek juga. Terima kasih karena sudah mau berubah, udah bukan lagi pemarah kayak dulu.

Pak, segala bentakan dulu yang sering Bapak lakuin ke aku, dengan sepenuh hati aku sudah menerimanya dan ikhlas memaafkan. Termasuk pukulan yang pernah dilayangkan, ucapan yang tidak seharusnya disampaikan. Aku sudah memaafkan itu semua Pak. 

Meski di tengah-tengah amarah Bapak dulu yang sangat sulit untuk bisa diredam, Bapak masih mau nganter aku ke sekolah dibonceng naik sepeda, diajak ke festival meski pada saat aku minta untuk dibelikan gimbot, Bapak bilang Bapak lagi gak punya uang, dan aku hanya bisa memegangnya kemudian menyimpannya kembali seraya bilang,

"Iya ya Pak, mahal." 

Walau sungguh dalam hati aku ingin sekali memilikinya. 

Pak maafin aku juga ya. Mungkin aku dulu bandel banget ya ditambah kerjaan Bapak yang dibayar gak seberapa tapi capeknya luar biasa. Terima kasih karena sudah memilih untuk tetap bertahan dari pada berpaling lalu meninggalkan.

Maafin aku yang dulu tak sengaja membandingkanmu dengan Bapak temanku yang lain. Aku jahat sih, tapi Bapak gak pernah marah dan hanya memilih diam jika aku sudah membicarakan Bapak temanku yang lain yang memiliki jabatan tinggi atau mampu membelikan apapun yang diminta anaknya.

Pak, maafin aku juga yang dulu marah sama Bapak karena aku yang keukeuh pengen kuliah tapi Bapak larang aku karena memang tidak ada uang sama sekali. Maafin aku yang sebetulnya itu membuat Bapak frustasi kan?

"Sebenarnya Bapak juga pengen nguliahin kamu, tapi Bapak bener tidak punya apa-apa. Kamu tahu? Dulu Bapak setiap malam suka nangis, kenapa Bapak gak bisa nguliahin anak Bapak sendiri?" 

Atau ketika aku pada akhirnya memilih untuk bekerja sembari kuliah, membayar uang kuliah sendiri dan mampu membeli baju dengan uang sendiri, Bapak bilang,

"Maafin Bapak ya. Bapak gak bisa beliin baju buat kamu selama ini. Sampai akhirnya kamu harus kerja dan bisa beli sendiri baju kamu itu."

Atau ungkapan...

"Maafin Bapak ya, Bapak belum bisa bikin kamu bahagia. Semoga kamu mendapatkan suami yang baik, yang sayang sama kamu, yang gak main tangan..."

Bapak, I'm so proud of you. Meski pendidikanmu tidak setinggi orang lain, tapi menurutku Bapak justru lebih hebat. 

Bapak yang rela antar jemput anaknya buat bimbingan skripsi, rela nungguin aku yang lagi bimbingan berjam-jam, nunggunya di masjid. Rela bongkar celengan karena cartridge yang aku beli itu salah sementara uang aku udah mulai habis dan harus nunggu dulu uang gajihan.

Atau setiap mau pulang ke rumah pasti suka ditanya,

"Mau dibeliin apa?"

"Mau dimasakin apa?"

"Mau dianter ke mana?"

Atau kalau aku yang udah anteng di perantauan pasti ditanya,

"Kapan pulang?" 

"Gimana sehat?"

Yang rela ninggalin kerjaan rumah cuma buat dengerin aku curhat.

Yang cuma dengerin keluh-kesahnya aku tanpa disela ceritanya, tanpa disalahkan. Dibiarkan aku menangis sampai aku bisa tenang kembali. 

Yang kalau aku udah mulai nyerah, Bapak justru cuma mendengarkan aja habis itu support biar aku bisa maju lagi. Atau Bapak suka bilang,

"Katanya mau ke luar negeri, tapi segini aja udah banyak ngeluh."

Terima kasih ya, Pak.

Terima kasih udah jadi sosok yang hangat dan perhatian. 

Terima kasih karena selalu menomor satukan kami semua. 

Terima kasih karena pernah merelakan untuk tidak jualan demi mengantar aku interview kerja di luar kota setelah aku mengalami sakit parah. 

Kalau kata Bapak,

"Uang bisa dicari lagi, tapi waktu tak bisa diputar kembali."

Love you endlessly, 
Ihat
 

Photo by Scott Webb


Sudah memasuki sore di akhir pekan nih. Udah saatnya nanti malam kita bersiap-siap untuk bertemu dengan minggu baru di bulan November. Enggak kerasa ya, November udah di tanggal 10 aja. Btw, gimana nih kabarnya? Semoga semuanya dalam keadaan sehat ya!

Hari Minggu, itu artinya aku sedang belajar untuk mendisiplinkan diri menulis, merefleksi hal-hal yang terjadi selama satu minggu ke belakang. Alhamdulillah, banyak sekali hal yang bisa aku syukuri dan aku pelajari dari kejadian satu minggu kebelakang ini. 

Flashback ke satu minggu belakang ini. Pertama adalah aku belajar untuk percaya dan memberikan tanggung jawab penuh kepada para pimpinan OSIS di sekolah. Sebagai pembina, tentu ada perasaan khawatir dan takut jika kegiatan yang akan dilaksanakannya gagal. Namun pada hari itu aku mencoba untuk menenangkan diri, yakin pada kemampuan siswa bimbinganku bahwa mereka pasti bisa melaluinya. Meski H-2, ppt belum selesai, mereka kewalahan untuk mencari waktu yang pas agar semua bisa berkumpul dan bersiap-siap. Fyi, jadi mereka ini diamanahi sebagai guest teacher oleh SD untuk berbagi ilmu mengenai organisasi. Dan kegiatan seperti sharing session ini adalah kegiatan yang pertama kalinya untuk mereka. Sempat degdegan dan overthinking ketika aku meminta mereka untuk sharing pptnya sebelum ditampilkan di hari H. Nyatanya mereka belum siap. Ingin marah sebenarnya (karena aku sendiri tipikal orang yang harus dipersiapkan jauh-jauh hari) lantaran informasi untuk kegiatan ini  sudah diberi tahu satu minggu sebelumnya. Namun aku mencoba tetap tetang dan mengingat mereka mau bagaimanapun caranya besok di H-1 itu harus sudah selesai PPT nya. Alhasil entah bagaimana ceritanya, keesokan paginya ketika briefing dan latihan sebentar, PPT tersebut sudah selesai dan hanya dirapih-rapihkan sedikit saja. Mereka sempat nervous dan ada yang bilang ingin mundur saja. Sebagai pembina tentunya aku terus mendukung dan meyakinkan bahwa semuanya pasti bisa dilalui dengan baik.

Jujur selama persiapan untuk kegiatan guest teacher ini aku tidak banyak ikut serta dalam mengonsep kegiatannya. Aku hanya memberikan garis-garis besar kegiatannya dan apa saja yang harus disampaikan. Sisanya mereka explore sendiri. Alhamdulillah, selama kegiatan berlangsung mereka mampu menampilkannya dengan baik. Beberapa feedback yang diberikan baik itu dari guru maupun dari siswa kelas 6, Alhamdulillah semuanya memberikan feedback positif. Dan itu rupanya memberikan rasa puas tersendiri kepada siswa karena mereka sebelumnya benar-benar merancang sendiri kegiatannya. 

Dari hal tersebut lah, aku merenung dan berefleksi untuk kegiatan selanjutnya aku harus memberikan kepercayaan lebih kepada siswa agar siswa tersebut merasa dipercaya, diberi tanggungjawab dan jika hasilnya bagus  ataupun tidak itu akan memberikan pengalaman tersendiri bagi mereka. Kalau kata supervisor ku yang sebelumnya juga menjabat sebagai pembina pernah bilang,

“Gak apa-apa, Bu. Kalaupun misal gagal tidak sesuai dengan harapan setidaknya anak akan belajar dari kesalahan itu sendiri. Berhasil ya Alhamdulillah. Bukan hanya sebagai ajang pamer bahwa OSIS itu ada dengan kegiatannya yang keren-keren. Kita coba untuk berikan ruang kepada mereka dalam berorganisasi agar mereka bisa belajar dan memiliki pengalaman yang lebih."

Kalau dulu di tahun pertama merasa terbebani dengan ekspektasi sendiri bahwa OSIS yang ada di bawah bimbinganku harus bagus, harus ada kegiatan yang keren-keren. Kini aku sudah mulai menemukan arahnya. Pujian, apresiasi, dan hadiah adalah bonus. Yang dicari adalah ilmu dan pengalaman. Dengan begini, aku bisa mengurangi rasa kekhawatiranku terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan dan aku juga jadi tidak menaruh banyak ekspektasi kepada anak-anak. Karena anak-anak sendiri pada dasarnya sedang belajar berorganisasi. 

Foto bersama setelah selesai memberikan pengalaman dalam berorganisasi.
Doc. pribadi

Well, terima kasih ya untuk diri ini yang setiap harinya tumbuh walaupun harus melalui hal-hal yang tidak menyenangkan.

Selain itu pula, aku mau mengucapkan terima kasih pada diri sendiri karena dengan kejadian-kejadian yang kadang mengecewakan, mengesalkan yang terjadi padaku, rupanya hal tersebut membuat diri aku menjadi semakin tangguh dan berani untuk membuat batasan diri. Semakin berani untuk menyatakan hal-hal yang tidak kusukai tanpa harus merasa bersalah lagi (porsinya sudah mulia berkurang, alhamdulillah yes!), sudah mulai bisa berfikir tenang, mengambil jeda dan tidak terburu-buru saat ditawari sesuatu. Berani meninggalkan hal yang memang tidak pantas untuk aku perjuangkan. Porsi people pleasurenya alhamdulillah sudah mulai berkurang.

Hei!

Terima kasih karena sudah memilih bertahan di tengah kegelapan hidup yang menyelimuti. Walau kamu sempat ragu, putus asa, bahkan hampir menyakiti dirimu sendiri. Meski sambil menangis, kecewa, marah dan bingung dengan perasaan yang hadir tapi kamu berhasil melaluinya dengan baik. Kamu mampu membuka dan menerima perasaan-perasaan aneh itu walau pada prosesnya memang tidak menyenangkan. 

Gak apa-apa, gak semuanya harus dapat jawabannya saat ini. Adakalanya Allah meminta kita untuk ikut saja aturan mainnya tanpa banyak bertanya, mengapa? Mengapa harus aku? Perlahan ikuti sambil tetap meminta bantuan dari-Nya. Walau bagaimanapun yang terjadi dalam hidup ini semua tak lepas dari izin dan kuasa-Nya. Jika kamu menemukan dirimu justru bisa tumbuh menjadi lebih baik lagi, itu semua karena Allah yang izinkan itu terjadi pada-Mu. 

Semoga, di hari-hari selanjutnya aku tetap bisa bertahan dengan apapun ujiannya yang akan dihadapi nanti. Karena aku yakin, Allah selalu ada untuk aku. :)

Cheers,
Ihat



Photo by Pixabay


Hi!

Gimana seminggu kemarin? Semua berjalan lancarkah?  Atau kamu harus merasakan kembali hari-hari berat tapi kamu berhasil melaluinya?

Di mulai dari Senin yang lalu, Allah kasih kesempatan untuk aku bisa mengobrol dan berbagi ilmu dengan guru dari Thailand pada saat mereka melakukan kunjungan ke sekolah tempat aku bekerja. Saling bertukar nomor handphone dan juga kalau pergi ke Thailand jangan lupa hubungi mereka. 

Sambung hari selanjutnya yang rasanya berat sekali, entah mengapa. Disusul dengan pengajuan resign ku secara lisan sebelum nanti form lanjut atau tidak resmi dikeluarkan. Rasanya setelah menyampaikan pengajuan itu hati ini menjadi lebih tenang. Kenapa ya?

Tidak ada rencana tiba-tiba diajak menjenguk teman yang sedang dirawat di RSHS. Sempat kesal karena harus menunggu teman yang salah arah, namun pada akhirnya malah jadi bahan tawa bersama. Makan cuanki di pinggir jalan Masjid Pusdai, rasanya menyenangkan dan mampu melepas penat pekerjaan. 

Tanpa rencana kembali keesokan harinya begitu hendak pulang, aku diajak untuk makan Mie Aceh bersama dengan genk yang baru saja terbentuk. Sambil makan, pada akhirnya kami mengutarakan rencana kami ke depan. Dan lucunya, salah satu temanku berkata,

"Baru juga terbentuk udah bubar lagi."

Yah, namanya hidup kadang tak sesuai dengan rencana. 

Lalu karena merasa sesak sekali entah mengapa, aku pada akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah. Rencananya tadinya aku akan menghadiri dulu acara International Education Fair di Pullman Hotel sayangnya ojeg online yang aku pesan tak ada satu pun yang bisa mengantar. Waktu terus berjalan ditambah hujan, rasanya tak mungkin aku bisa hadir di acara yang aku tunggu-tunggu itu mengingat aku juga akan pulang ke Tasik. Dengan berat hati, aku membatalkan rencana tersebut dan langsung mencari tiket pulang agar bisa sampai lebih pagi di sana. Qadarullah, hujan lebat, ditambah si drivernya telat sampai, jalanan yang super duper macet, sampai akhirnya aku harus merelakan tiket kereta eksekutif seharga 120 ribu melayang hangus karena aku tak bisa sampai di stasiun sebelum kereta itu berangkat. Sepanjang perjalanan aku sudah mencoba untuk menenangkan diri, tapi ya gimana? Pada akhirnya aku tak bisa membendung air mataku karena aku sudah pasti akan kehilangan 120 ribu itu sia-sia. Huhuu. 
Kemudian aku menyeka air mataku, berfikir. 

Lho aku nangis?

Bukannya dari kemarin-kemarin kamu minta nangis ya? Karena saking udah lelah dan merasa kecewa sulit untuk kamu bisa menangis? Hari ini Allah izinkan kamu menangis dengan perantara drivernya telat, jalanan macet, dan kamu harus kehilangan tiket eksekutif kamu seharga 120 ribu lalu kamu bisa menangis?

Meski harus menunggu kereta selanjutnya selama 2 jam. Kalau kamu tanya kenapa gak direscedule aja? Gak bisa, karena rescedule cuma bisa di atas dari 2 jam sebelum pemberangkatan. Kalau udah 2 jam sebelum pemberangkatan udah gak bisa diotak-atik lagi tiketnya. 

Pulang ke rumah dengan perasaan senang dan bahagia, meski keesokannya disuguhi pekerjaan yang banyak sampai harus begadang. Tapi kenapa ya rasanya ya seneng aja gitu, sambil bantu orang tua sambil cerita nostalgia juga. Keesokannya sebelum aku pergi kembali ke Bandung, Mamah seperti merasa bersalah karena sudah mempekerjakan aku, padahal itu adalah kemauan aku sendiri. Mamah bilang harusnya kan ke sini buat istirhat, ini malah disuruh kerja, maafin ya. 

Hmm.. Rasanya kenapa ya nyes gitu. 

Setelah selesai pekerjaan itu, Mamah langsung pergi buat beliin bubur karena Mamah tahu aku doyan makan bubur. Lalu ribut buat bikinin aku puding biar bisa dibawa pulang padahal aku tahu Mamah itu lagi capek banget. Nawarin aku banyak banget buat dibawa bekal, tapi aku menolak. Gak mau ngerepotin.

Terakhir, sewaktu aku pamit salaman buat berangkat lagi, Mamah berbisik seraya tersenyum,
"Sehat ya, maafin karena kamu malah bekerja di sini bantuin Mamah bukannya istirahat. Semoga dimudahkan jalan buat ketemu jodohnya." 

"Aamiin.." Kataku. 

Huft, aku tahu banget rasanya tahun ini adalah tahun-tahun terberat aku dalam menjalani hidup. Aku sempat frustasi dan terkadang masih menemui hari di mana hari-hari itu terasa gelap dan tak bermakna sama sekali. Tapi dari semua ujian yang Allah berikan pada aku saat ini, justru support dan kehadiran orang tualah yang membuat aku sanggup untuk bertahan dan melalui semua ini meski berat sekali pada saat melaluinya.

Sungguh, aku butuh jeda sesaat dari hiruk pikuk dunia ini. Fikiranku kusut, hatiku kacau balau, perasaanku sudah mulai mati, dan ya mungkin fase ini harus aku jalani sebelum aku bertemu dengan jalan yang lebih luas dan panjang lagi.

Tahu tulisan ini tidak terarah, hanya saja aku ingin mengucapkan terima kasih untuk diri ini yang mampu melewati hari demi harinya dengan baik meski banyak mengeluh jika malam tiba,

"Ya Allah, aku capek. Capek. Tapi mati juga gak bikin masalah selesai, karena di akhirat nanti kita akan mempertanggungjawabkan amalan yang sudah dikerjakan di dunia."

Hi, semangat! Terima kasih sudah bertahan dan tetap berjalan meski sambil misuh-misuh, nangis-nangis. Nikmati aja ya :)


Love,
Ihat
Photo by cottonbro studio


Seminggu ini cukup melelahkan. Banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikan. Ketidaknyamanan yang sedang aku hadapi saat ini rupanya mengajarkan aku untuk lebih tangguh dan lebih kuat lagi. 

"Gimana kabarnya? Udah sehat?" 

"Alhamdulillah sehat." 

"Bener-bener udah sehat? Sehat full?"

"Iya."

"Ah, enggak. Kamu itu sebenarnya sakit. Kita bisa lihat kalau kamu itu sedang tidak baik-baik saja."

"Udahlah, jangan bahas itu." Jawabku. "Iya aku tahu, aku lagi gak baik-baik aja. Sekarat malah. Hahahaaa.."

Pada akhirnya situasi apapun ya mau gak mau harus dihadapi bukan?

Aku bersyukur karena di minggu ini di balik kenyataan pahit yang harus aku jalani, aku masih punya teman-teman yang support, yang setia sama aku. Meskipun dengan hal-hal kecil, tapi itu mampu membuat aku kembali semangat lagi dan tak kehilangan harapan. 

Tiba-tiba harus menemani kegiatan siswa keluar, mendapatkan perspektif baru bahwa ya dicoba aja dulu, gak perlu harus nunggu sempurna. Semuanya kan proses pembelajaran. 

Mulai belajar tenang saat menghadapi hal-hal yang memang di luar kendali. 

Mulai belajar untuk tidak show off di depan orang yang tinggi hati, merasa serba tahu. Tersenyum tipis dan pura-pura bodoh ternyata menyenangkan juga ya. Kalau dulu biasanya aku tuh gak mau kalah, pasti aku akan menyampaikan hal lain lagi karena ya gak mau kalah saing itu. Kalau sekarang ya angguk-angguk, tersenyum tipis. Habis itu kalau obrolannya udah bukan urusan kerjaan lagi aku memilih untuk pergi, mengurusi urusanku sendiri. 

Aku juga mau ngucapin terima kasih sama diri sendiri, terima kasih karena kamu sudah bisa berani sendiri, keluar dari circle yang memang kamu tidak nyaman di sana. Sudah bisa menolak secara halus dan tegas. Udah mulai gak sakit hati lagi kalau diabaikan, atau diajak paling terakhir :D

Makasih karena kamu udah mulai bodo amat sama lingkungan yang memang mentreat kamu selalu menjadi the last one. Kalau dulu masih kefikiran, sakit hati karena gak diajak, atau terpaksa ikut karena diajak paling terakhir kemudian di sana kamu malah dikacangin. Kalau sekarang ya, mohon maaf. Diajak gak diajakin, I don't care. I can do it by myself. Diajakin terakhir? Wah udah langsung reject. 

Kalau bukan diri kita sendiri yang menghargai, lantas siapa lagi?

Terima kasih yaa sudah mulai berubah sedikit sedikit dan menetapkan boundaries. Mulai belajar berfikir tenang dan mengambil jeda sejenak sebelum mengambil keputusan, berani menolak, dan ngobrol seperlunya aja. 


Fighting!

Tenang, gak akan lama lagi kok :) 


Cheers

Ihat

Photo by Tara Winstead


Can we skip to the good part? -The Good Part, AJR-

Gak bisa, gak bisa. Kamu harus hadapi itu satu persatu-satu.

Cuma bisa menghela nafas, tersenyum getir, tertawa hambar, mau nangis sulit, mau teriak nanti disangka kek orang yang kesurupan. Mau guling-guling nanti disangka orang gila. Ya Allah, kamu tahu momen seperti ya betul mau tidak mau harus kamu hadapi, nikmati, dan gimana lagi ya? Intinya jangan nyerah lah. 

Gak nyaman dengan situasi saat ini, tapi Allah sudah menempatkan kamu sejauh ini bukan tanpa alasan. Gak ada di dunia ini yang Allah ciptakan dan ciptaannya itu sia-sia. 

"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka." (QS. Ali Imran: 191)

Lantas kamu saat ini masih terus bertanya-tanya,

Ya Allah kenapa ini begini?

Ya Allah kenapa ini begitu?

Kamu sibuk cari jawaban? Cari alasan kenapa semua harus terjadi? Sementara tugas kamu adalah mencari jalan keluarnya bukan mencari kenapanya. Ya iyalah gimana kamu gak pusing? Gimana kamu bisa nikmatin sekecil apapun nikmat yang udah Allah kasih, kalau kamunya aja masih belum bisa menerima kondisi kamu. 

Tenang, semua yang terjadi gak perlu harus selalu dicari alasannya. Cukup diterima dan tak perlu difikirkan masa depannya seperti apa. Nanti kamu tiap malam overthinking atau anxiety kamu tambah parah. Lepaskan, biar Allah yang atur. Percaya pada setiap ketetapanNya untuk kamu bahwa apapun yang terjadi dalam hidup ini gak ada yang sia-sia. 

Yuk, diperkuat lagi iman sama Allah nya, qada dan qadarNya. Tambahkan terus berdoa dan meminta pertolongan padaNya. Karena sejatinya dunia dan seisinya ini hanya milik Dia semata. 

Lelah boleh, tapi menyerah jangan ya. Sekali-kali jangan. 

Cukup jalani walau harus tertatih, gak apa-apa lambat asal selamat.

Selamat malam,

Ihat

Photo by Maria Geller

Hari itu sebenarnya aku cuma ingin perjalanan tenang. Aku udah capek banget dan perjalanan kereta selalu jadi waktu terbaik untuk menyendiri, dengerin playlist, atau tidur selama perjalanan. Apalagi naik kereta eksekutif! Tapi semua rencana itu berantakan begitu aku sampai di gerbong.

Seseorang sudah duduk di kursi yang tertera pada tiketku.

"Permisi, maaf Ma.." kataku, hampir menyebut Mas sampai akhirnya aku terlalu cepat untuk menyadari bahwa orang itu... "Daffa? Daff? Ini kursi aku." 

Dia terbangun dari tidurnya. Membuka selimut yang menyelimuti wajahnya dengan tatapan setengah linglung tapi ada sedikit kejutan di wajahnya. Ternyata dia adalah Daffa, teman SMA yang sudah 8 tahun tak pernah bertemu. Tapi nostalgia sirna begitu saja, karena bukannya pindah, dia malah berkata dengan nada santai,

"Ihat? Ih, udahlah udah pewe."

Aku mulai kesal. "Tapi ini kan kursi aku, pindah ih."

"Ya udah sih, santai aja. Kursi kan cuma kursi. Udah di sana aja duduk."

"Ih gak mau." Kataku kesal. 

"Ini temen SMA, Kak." Lanjut dia nunjuk aku sambil menoleh ke samping ujung dekat jendela. Rupanya dia pergi bersama Kakaknya. Aku hanya menoleh sebentar kepada Kakaknya itu tanpa senyuman sedikitpun. 

Aku mencoba menahan diri, tapi rasanya kayak semua energi buruk hari itu terkumpul di detik itu juga. Bukannya berdebat lebih jauh, aku langsung duduk di kursi sebelahnya—yang memang harusnya itu kursinya dia! 

"Dikira tadi Ibu-Ibu. Makannya bingung, Ibu-Ibu siapa sih. Eh taunya."

What? Ibu-Ibu? Aku menatap wajahnya yang jaraknya hanya 10 cm dengan tatapan kesal. 

"Dari mana?" Tanyanya kemudian sambil menoleh padaku. 

"Aku? Aku emang sekarang tinggal di Bandung." Kataku masih dengan perasaan menahan rasa kesal. 

"Di Bandung? Di mana?"

"Pasir Impun."

"Pasir Impun?"

Oh iya, mana dia tahu Pasir Impun. Batinku.

"Cicaheum."

"Masih kuliah?"

"Udah beres. Kerja."

"Kerja? Kerja apa?"

"Ngajar."

"Ngajar?"

"Ngajar di sekolah."

Ya ampun, ngeselin banget!!

"Sekolah?"

"SMP."

"SMP?"

"SMP Harapan."

"Oh..."

Aku menghebuskan nafas panjang. Lalu kami berdua pun terdiam. Dia sibuk dengan games di handphonenya sementara aku sibuk membalas chat di grup bersama sahabat-sahabat terdekatku. 

"Kamu naik dari stasiun Bandung?" tanyaku setelah hening lama.

"Iya. Mau pulang soalnya adek wisuda besok, tuh sama Kakak." Jawabnya lalu kembali memainkan smartphonenya.

Hatiku masih tetep dongkol sebenarnya karena itu kursi aku yang udah aku pesan sengaja deket jendela biar bisa bergalau ria. Rupanya rasa kesal tak bisa melawan rasa kantuk yang menyerang. Sayup-sayup mataku mulai tertutup dan aku mengambil posisi untuk tidur sambil nyerong ke arah dia! Sengaja! Biar dia risih lihat aku yang tidur dan menghadap ke dia! 

Aku menghitung dalam hati. Sudah sampai hitungan 20 kok gak ada perubahan sih. Dalam hati aku masih ngomel-ngomel meski mata tetap dipaksa untuk terpejam. 

"Hmm.." tak lama terdengar dia berdehem. "Ya udah Hat, gih pindah nih." Ucapnya sambil berdiri dan aku pura-pura terbangun lalu pindah ke kursi asliku. 

Yes! Berhasil. 

Setelah pindah ke kursi asliku, aku pura-pura tertidur kembali menghadap ke jendela dan membelakangi dia. Padahal dalam hati aku sudah gatal ingin membalas balasan chat yang sedang berlangsung di grup. Selang beberapa menit aku membuka hp dan malah cekikikan sendiri sambil membalas chat. 

"Adek wisuda besok?" tanyaku lagi setelah hening lama dengan perasaan yang sudah lebih ringan dari sebelumnya. 

"Iya, besok wisudanya. Makanya aku sama Kakak pulang."

"Oh gitu ya. Temen aku juga besok sama tuh wisuda, tapi dia wisuda S2."

"Besok kamu ke sana juga dong?"

"Mm, gak tahu sih ya. Kayaknya enggak deh." Hening sejenak kembali tercipta. "Jadi sekarang ini kamu di Bandung atau di Tasik?" Tanyaku lagi.

"Ya.. Aku sih di mana aja bebas." Jawabnya datar.

Heuhh!! Ditanya malah jawabnya gitu! Ngeselin!!

"Hahahaaaa..." Aku tertawa sumbang menahan kesal kembali dalam hati. 

Kami kembali sibuk dengan urusan masing-masing. Aku kembali memejamkan mata dan dia kembali pada permainan di smartphonenya. 

Tak terasa kereta yang aku tumpangi dalam hitungan menit akan segera berhenti di stasiun yang aku tuju. Sambil menghadap ke jendela dan mengahayal kehidupan yang lebih baik di masa depan tiba-tiba...

"Heh bangun Ihat, bentar lagi turun." 

Bayangan itu berhamburan kabur. Senyum yang terukir di wajah sirna dengan seketika. Sambil menarik nafas panjang menahan kesal aku jawab dengan nada ketus dan mendelik kesal.

"Iya." 

Eh yang bersangkutan malah tersenyum menahan tawa. 

"Duluan ya Daf, Kak." Ucapku pamit kepada dia dan kakaknya begitu kereta sudah berhenti di stasiun tujuanku. 

Untung saja perasaan kesalnya udah sirna sebelum keluar dari gerbong. 

Dan begitu sampai rumah, begitu aku cerita pada Mamah, Mamah tertawa terbahak mendengar cerita keributan kecilku itu.

Perasaan gak ada lucu-lucunya deh. Yang ada kesel setengah mati iya. Batinku. 


Newer Posts Older Posts Home

ABOUT ME

I'm a storyteller who could look back at my life and get a valuable story out of it. I'm trying to figure things out by writing. Welcome to my journey! Please hit me up hisolihat@gmail.com.

You are looking for...

  • ▼  2025 (20)
    • ▼  May (7)
      • Refleksi Catatan 15: Persoalan Rezeki dan Ujian Hidup
      • Pencapaian Tertinggi di Usia 23 Tahun
      • Tanya Sekali lagi Pada Hatimu
      • Pertama Kali Perpanjangan Hosting dan Domain: Biki...
      • Jazakallohu Khoiran Katsiiran Ukhti
      • Refleksi Catatan 14: Gak Harus Tahu Aku Siapa
      • Refleksi Catatan 13: Ketika Aku Memilih Untuk Mera...
    • ►  April (3)
    • ►  March (3)
    • ►  February (2)
    • ►  January (5)
  • ►  2024 (44)
    • ►  December (2)
    • ►  November (4)
    • ►  October (10)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (3)
    • ►  May (2)
    • ►  April (3)
    • ►  March (2)
    • ►  February (6)
    • ►  January (4)
  • ►  2023 (30)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  May (13)
    • ►  April (5)
    • ►  March (1)
    • ►  February (5)
    • ►  January (1)
  • ►  2022 (30)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  May (6)
    • ►  April (4)
    • ►  March (4)
    • ►  February (3)
    • ►  January (8)
  • ►  2021 (15)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (4)
    • ►  September (1)
    • ►  July (4)
    • ►  June (1)

Thank You!

Friends

Get new posts by email:
Powered by follow.it

1minggu1cerita
BloggerHub Indonesia

Follow Me On Instagram

Translate

Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Template