Hi Solihat

Let me share with you here

  • Home
  • Contact Me
Photo by Photo By: Kaboompics.com


2025 sudah memasuki minggu ke dua. Bagaimana dengan rencana-rencana yang sudah dibuat di awal tahun ini? Sudahkah mulai terealisasi atau bahkan masih saja stuck seperti sebelumnya?

Di awal tahun, aku sangat bersemangat sekali untuk membuat my timetable yang sengaja ku susun agar aku bisa memaksimalkan waktu yang sudah Allah kasih. Waktu tersebut sengaja aku luangkan untuk improve diri. Seperti selepas kerja aku bisa belajar, membaca buku tentang self development atau mungkin aku bisa mengikuti kelas online lainnya. Sayangnya, kenyataan tak sesuai dengan jadwal yang aku buat. Kegiatan di pekerjaan lebih padat dari biasanya, pulang ke kosan rasanya aku sudah tak sanggup lagi untuk beraktifitas yang lainnya. Teringat janji yang sudah aku buat dengan diriku sendiri. Aku menengok lagi jadwal yang sudah aku buat. Namun, jujur. Aku sudah tak sanggup lagi untuk berfikir di sisa-sisa tenagaku. 

Aku marah pada temanku lantaran aku tak bisa melakukan aktifitas sesuai dengan timetable yang aku buat. Temanku tak banyak berkata, dia tahu aku hanya sedang kecewa dengan diriku sendiri dan keadaan yang ternyata belum bisa mendukung. 

"Udah, kamu gak harus memaksakan diri kamu sendiri untuk bisa kamu raih di saat ini. Mungkin dengan pekerjaan yang semakin padat, itu artinya Allah pengen kamu beresin dulu urusan kamu di sini satu persatu."

Aku diam, sembari mencerna ucapan temanku itu. 

"Kita kan cuma bisa berencana, tetep Allah yang menentukan. Lagi pula kalau kamu memaksakan diri kamu untuk tetap melakukan aktifitas sesuai dengan rencanamu itu di saat tubuhmu sudah minta istirahat, kamu udah dzalim sama diri kamu sendiri."

Aku berfikir.

"Iya ya, kalau dipaksakan justru akan kacau semua. Kamu gak akan fokus sama pekerjaan utama kamu saat ini, nanti malah nambah-nambah lagi masalah." Ucapku dalam hati.

Tak lama aku menelfon Mamah. Mamahpun mengutarakan hal yang sama.

"Fokus dulu satu-satu. Kerjaanmu aja udah dari pagi sampai sore, belum malam kalau masih ada yang harus dipersiapkan. Urusan rencanamu biar nanti kamu kerjakan setelah pekerjaan utamamu selesai aja. Beresin dulu di sana, nanti kalau sudah selesai kamu bebas mau melakukan apapun yang kamu inginkan."

Aku hanya manggut-manggut di seberang. Sembari berfikir, mungkin ini kali ya penyebab aku merasa overwhelmed selama ini? Aku seperti ingin melakukan semuanya dalam satu waktu sementara ya tubuh sendiri juga butuh istirahat.

Sampai kemudian pagi ini aku membaca sebuah artikel di blognya Marc and Angel

In life, we can't take more than one sip at a time. 

We have to take a step back on a regular basis and reevaluate what we're actually doing and why.

Instead of thinking, "Oh my gosh there's too much to do!".. Let's ask, "Should I actually be doing all of this?"

Marc and Angel

Aku termenung. Sebenarnya apa sih yang sebenarnya aku cari sampai ingin coba ini-itu, menambah beban fikiran yang pada akhirnya aku kewalahan sendiri dengan keinginan yang aku buat. Fokus dulu satu karena gak bisa kamu pengen melakukan yang lain sementara yang utama saja kamu sudah dibuat keteteran. 

Tenang, semua ada waktunya. Seperti yang teman dan Mamah aku bilang. Fokus dulu sama yang sedang dilakoni sekarang. Selesaikan dengan baik sebisa yang kamu beri. Jangan keras sama diri sendiri. Gak apa-apa kalau posisi kamu sekarang gak sama kayak orang lain. Fokus aja dulu sama hidupmu. Ingat, hidup di dunia ini semuanya silih berganti. Gak ada yang selamanya di atas, gak ada yang selamanya di bawah. Hanya saja, coba niatnya diperbaiki lagi.

Kamu coba menyibukkan diri sampai akhirnya bikin stress dan bikin dirimu sendiri kewalahan itu karena apa niatnya? Butuh validasi semua orang bahwa kamu itu produktif? Butuh validasi orang bahwa kamu juga punya keinginan lain? Atau buat apa?

Kalau jawabannya hanya sekedar validasi atau takut ketinggalan yang lain, coba tata ulang lagi yuk intentionnya. Kasian dirimu sendiri nanti yang repot, sakit. Lakukan sebisa yang kamu lakukan, jangan terlalu keras sama diri sendiri ya. :)


Ihat Azmi



Photo by Valeriia Miller

It’s been a long time I never share here ya.

2024 sudah berakhir bahkan kita sudah menginjak di hari ke 11 bulan Januari. Ada banyak hal yang ingin aku sampaikan kepada kalian semua.

2024.

Tahun penuh lika-liku dan juga kejutan.

Berawal dari kegiatan sekolah mengenai proyek drama yang membangkitkan kembali memori lamaku. Aku suka drama dan aku suka pementasan. 

Lalu bergabung di volunteers dan mengadakan kegiatan di bulan Ramadan di Tahura. Bertemu orang baru, mendapatkan pengalaman baru yang tentunya unforgettable moment banget. Dan kalian tahu? Aku kira tahun ini kita akan mengulangi hal yang sama ternyata tidak. Masing-masing dari kita sibuk dengan kehidupan pribadi kita dan beberapa sudah memilih jalan hidupnya masing-masing. Whenever you are, our memories is still alive.

Mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program PKGBI batch 2. Setiap Sabtu adalah jadwal kelas kami belajar bersama via g-meet. Belajar dari para senior membuatku sadar bahwa apa yang diraih mereka  pada saat ini adalah bentuk konsisten mereka dari awal mereka berkarya. 

Lanjut dengan badai kehidupan yang tiba-tiba datang. Kekecewaan, kesedihan, ketidakmampuan diri dalam memahami perasaan yang sedang dirasa rupanya cukup menguras energi. Aku yang berubah menjadi pemurung, selalu menarik diri dari orang-orang, menangis tanpa sebab sepanjang malam, sulit untuk tidur, bahkan ada dorongan ingin menyakiti diri sendiri. Aku tak bisa membagikan ini semua pada orang terdekatku saat itu. Aku hanya bisa membaginya melalui tulisan yang aku kirim pada temanku di beda negara. Aku menangis sesegukan begitu mendapatkan jawabannya. Jalannya hanya satu, aku tak perlu menghawatirkan masa depan karena itu adalah pekerjaannya Allah dan aku hanya perlu percaya sepenuhnya pada Allah. 

Meski begitu, berbulan-bulan bahkan sampai detik ini perasaan itu terus saja hadir. Sampai kemudian aku memutuskan untuk resign dari pekerjaan aku sekarang. Aku memilih untuk pulang ke rumah dan tinggal kembali bersama orang tua. Meski aku harus menunggu selama 6 bulan lagi, lantaran kontrak kerjaku berakhir di bulan Juni mendatang. 

Ada hal yang aku syukuri dari ujian perasaan yang tak menentu ini. Aku jadi terus memupuk diri untuk lebih bersabar, menerima perasaan yang hadir walau tidak tahu ini perasaan apa. Belajar untuk percaya serta menyerahkan sepenuhnya pada Allah. Karena banyak sekali hal-hal yang tak bisa kita kendalikan. Aku pun jadi sering bercerita pada orang tua ku, terutama Mamah. Dan Mamah kini bisa memahami apa yang aku rasakan. Kalau kata Mamah, jangan bosen-bosen untuk terus bertanya kepada diri sendiri, karena jawaban dari kebimbangan dan keputusasaan ini bisa kamu temukan dari dalam dirimu sendiri. 

Setelah itu, sedikit demi sedikit aku selalu mencoba untuk menyapa diriku sendiri, termasuk anak kecil yang ada dalam diri ini yang sering diabaikan. Rasanya bagaimana? Sungguh tidak enak. Ada rasa sakit begitu aku mencoba menyapanya. Belum juga belum udah nangis apalagi kalau udah lihat foto semasa kecil. Tapi ya aku harus terus menyapanya biar dia tidak merasa kesepian. 

Jangan kalian harap aku selesai dengan ujian ini. Belum. Tahun 2025 juga aku masih berjuang dengan ujian perasaan ini. Setelah coba cari tahu dari buku, internet, podcast apa yang aku alami saat ini adalah aku sedang memasuki fase life quarter crisis. Jujur aku demotivasi, bingung dengan tujuan hidupku, sering mempertanyakan kembali apa makna hidup ini. Fase tidak nyaman ini justru menuntunku untuk lebih melihat diriku sendiri secara utuh, mendengarkan apa yang sebenarnya aku inginkan dalam hidup ini, serta luka-luka pengasuhan dan pengabaian dulu yang kini lebih sering minta untuk dipeluk. 

Aku tahu ini tak mudah, tapi aku yakin aku mampu untuk melewatinya. Aku yakin aku akan baik-baik saja dengan bantuan dari Nya, dengan cinta dan kasih sayang-Nya. 

Menulis pada akhirnya menuntunku kembali untuk berdialog dengan diriku sendiri dan juga membuat fikiranku sedikit lebih ringan. Karena pada akhirnya yang bisa memahami dirimu adalah dirimu sendiri.


Ihat 



Photo by Alex Fu


Aku kembali gelisah

Waktu terus berputar tak bisa kuhentikan

Malam semakin larut, tetapi mata sulit untuk bisa dipejamkan

Kebisingan dunia sudah berhenti tinggal semilir angin yang terdengar, namun bisik di kepala rupanya masih salih bersahutan sulit untuk bisa dihentikan. 

Menatap jam yang kini jarumnya sudah berpindah ke hari baru 

Tiba-tiba perasaan sedih, rindu, kesal, bercampur marah kembali hadir

Air mata tak bisa lagi ku bendung

Aku kembali menangis sendirian, bayangan-bayangan yang menyebalkan itu kembali lagi datang

Ingin sekali aku menghubungimu saat itu

Menangis kembali dipelukanmu, sembari mendengar nasihatmu yang selalu menenangkanku

Tapi malam itu aku tak bisa 

Aku tak bisa melakukannya lagi

Teringat bahwa tujuan kita berbeda

Arah yang kita tuju ternyata tak sama

Aku memutuskan untuk segera pergi meninggalkanmu sebelum aku jatuh terlalu dalam

Dan kamu membiarkan aku pergi dengan keputusanku


Tak ada yang salah dengan pertemuan ini

Kesempatan yang kita lalui bersama

Kamu yang selalu ada untukku

Begitupun aku


Meski aku tahu jalanan yang harus ku tempuh ini masih jauh untuk menemukan cahaya

Tapi aku tak mau, saat aku sudah terlalu terbiasa denganmu dan perjalanan yang kita lalui sudah sangat jauh, sementara tujuan kita berbeda

Pada akhirnya kita akan tetap berpisah bukan?


Sungguh, jika harus ku katakan

Aku sangat merindukanmu

Namun keputusan yang aku buat

Aku tak bisa mengatakan itu kembali

Dan aku tak ingin kehilangan diriku lebih jauh lagi

Biarkan sepi malam dan segala riuh dalam isi kepala menemaniku

Meski harus tetap terjaga sampai fajar tiba


Ihat



 


Photo by alexandre saraiva carniato

Minggu ini rasanya masih menjadi minggu yang berat bagiku. Perasaanku kembali naik.  Aku malas beraktiftas, sering melamun bahkan terkadang lupa dengan apa yang akan aku kerjakan atau yang sudah aku kerjakan detik itu juga. Diam sedikit sudah bengong. Tidur tidak nyenyak. Sudah beberapa hari aku terbangun di tengah malam dan sulit kembali untuk memejamkan mata. Atau aku akan kesulitan untuk tidur sampai tengah malam dengan kondisi mata yang masih terjaga. Meski mataku terpejam, fikiranku tetap riuh berisik dan tidak berhenti mondar-mandir ke sana kemari. 

Selain itu, tak jarang aku menangis tanpa sebab setiap malam selama seminggu kebelakang ini. Lucunya lagi, saat minggu lalu aku mengajak diriku sendiri untuk jalan-jalan sebentar dengan naik bandros yang ada malah aku banyak bengong sepanjang jalan. Aku benar-benar tidak menikmati perjalananku di minggu lalu. Dan anehnya lagi justru aku sangat menikmati waktu liburku untuk tidak bertemu banyak orang, mengurung diri di kamar, mematikan ponsel, dan tidur seharian. 

Sungguh, saat tak mengetahui perasaan ini kenapa dan mengapa rasanya capek ya. Perasaan bingung dan sering berubah-rubah inilah yang mendominasiku kembali selama kurang lebih dua minggu kebelakang ini. Aku tahu menjadi dewasa tidak bisa seperti saat kamu kecil bisa berhenti sejenak bermain atau sekolah. Sudah dewasa ya mau seberantakan apapun diri kamu di dalam, kerja ya tetep harus kerja. Pasang muka baik-baik aja, walau jauh dalam hati kamu sudah ingin menyerah. 

Aku tahu, aku faham. Fase ini sangat sulit sekali untuk bisa aku lalui. Tapi di tengah-tengah kesulitan ini, aku hanya yakin bahwa Allah tetap ada di sampingku, tetap menemaniku, tetap menjagaku, membimbingku agar aku tetap berjalan melewati semua ujian perasaan ini. Aku bersyukur karena aku sudah bisa melawan perasaan untuk menyakiti diri sendiri. Bersyukur karena orang tuaku sangat memahami kondisiku di saat aku sering menghubungi mereka. 

Aku cuma mau bilang sama diri aku sendiri.

Hai,

Makasih ya udah mau bertahan sejauh ini. Tahu, ini berat banget dan kamu benar-benar sedang merasakan masa kegelapan dalam hidupmu. Gak apa-apa. Semuanya gak akan lama, semuanya akan berakhir. Percaya aja ya kamu akan baik-baik aja kok dan kamu akan menjadi semakin kuat juga tangguh setelah melewati perjalanan ini. 

Kalau mau nangis, nangis aja. Jangan ditahan. Sampaikan dan terima perasaan yang kamu rasakan saat ini. Kamu hebat. Kamu kuat. 

Tetep berjalan ya, jangan pernah berhenti. Titip. Jangan menyakiti diri sendiri, karena siapa lagi yang mau menemani kalau bukan diri sendiri. 


Love,

Ihat

Photo by Vlad Bagacian

Minggu lalu seperti biasa pulang pergi ke rumah itu aku pasti menggunakan kereta. Ketika berangkat aku bersyukur karena kereta yang aku pilih ternyata kereta yang sudah menggunakan rangkaian kereta api baru alias kereta new generation. Mana naik kelas eksekutif dan tentunya nyaman sekali. 

Pulangnya aku memilih perjalanan sore dengan menggunakan kereta api ekonomi. Seperti biasa, tidak ada yang berbeda dengan pilihanku. 

Sore itu ketika akan pulang ke tempat perantuan rasanya hati aku campur aduk lantaran kembali meninggalkan rumah dan harus menabung rindu untuk bertemu lagi di minggu-minggu selanjutnya. Diantar Bapak sampai stasiun dan begitu sampai stasiun, aku memesan iced cappucino; berharap diperjalanan aku bisa terjaga seraya memandang pemandangan lewat jendela. Karena tiket yang aku pesan itu dekat jendela. 

Begitu sampai di gerbong, aku cukup menarik nafas panjang lantaran banyak sekali penumpang yang naik sampai-sampai bagasi atas pun habis. Terpaksa aku hanya bisa menyimpan koperku di dekat pintu gerbong. Begitu aku sampai di kursiku rupanya kursiku sudah ditempati oleh seorang anak seusia SD. Kursi itu muat untuk tiga orang. Bapak-bapak yang ada di sana pergi karena dia sadar itu bukan kursinya.

"Maaf saya di kursi 9A." Kataku. 

"Oh iya, silahkan Teh." 

Begitu Bapak itu pergi, sekali lagi aku bilang bahwa aku duduk di kursi A. Namun si Ibu tidak mengindahkan ucapanku. Mungkin ucapanku pelan. Akhirnya dengan berat hati aku duduk di kursi C. Si Ibu yang berada di tengah hanya duduk santai tidak peduli bahwa kursi yang ditempati anaknya itu adalah kursiku. 

Berkali-kali pengumuman di kereta menyampaikan bahwa semua orang harus duduk sesuai dengan nomor yang tertera di tiket. Sampai pada akhirnya kereta itu berhenti di Stasiun Cipeundeuy dan si Ibu beserta anak itu turun. Aku bergeser dan duduk di kursiku. Begitu mereka kembali lagi aku bilang dengan sopan,

"Maaf Bu, ini kursi saya."

"Oh gimana ya, anak saya pengen duduk di dekat jendela." Ucapnya tanpa merasa bersalah sementara si anak entah mendengarkan Ibunya berbicara atau tidak nampaknya biasa-biasa saja berdiri di belakang Ibunya. 

Aku menarik nafas panjang mendengar jawaban si Ibu tersebut. 

"Oh gitu ya." Jawabku pendek, malas berdebat dan aku kembali mundur ke kursi C lagi. 

Lalu mereka kembali duduk seolah tak terjadi apa-apa. 

Oh gini doang? Gak ada minta maaf atau bagaimana?

Uuh.. Perasaan aku kesal bukan main. Ingin berdebat, marah tapi sungguh aku tak berani. Mana di bawah kursi si anak banyak banget barang. 

Fikiranku kacau selama perjalanan itu. Aku ingin protes, tapi masa harus berdebat hanya karena anak kecil? Gimana kata orang nanti? 

Aku hanya memikirkan bagaimana reaksi orang-orang tanpa mempedulikan hakku untuk duduk di sana.

Aku terus menenangkan diri. Mencari hal positif lainnya.

Koper kamu kan ada di ujung sana. Mungkin duduk di dekat gang biar mempermudah kamu pas nanti kamu turun. Atau ya udahlah orang udik, gak tahu aturan. Ngapain mesti didebat. 

Alangkah baiknya si Ibu itu tidak egois dan belajar untuk mendisiplinkan anak sedini mungkin. Jangan mentang-mentang status "anak" kemudian bisa seenak jidat ngambil alih hak orang lain di fasilitas umum. Emang sampai tua dia bakal terus berada di bawah perlindungan orang tua? Enggak! Anak juga harus belajar untuk menghargai dan menghormati hak orang lain. Kalau mau duduk di dekat jendela, tolonglah pas beli tiket pilih yang bener!

Dari hal ini aku belajar, bahwa aku pun sebagai orang dewasa berhak untuk menyampaikan dan memperjuangkan yang memang hakku. Dan juga sebagai reminder kalau aku punya anak nanti jangan sampai seenak jidat kayak ibu-ibu itu. Yang dengan entengnya bilang anaknya pengen duduk di sana tanpa diajari untuk izin dulu kepada yang berhak yang punya tempat duduk tersebut dan meminta maaf karena sudah mengambil tempat duduknya. Karena gak semua hal di dunia ini bisa kamu dapatkan sesuai dengan apa yang kamu mau. Itu poinnya. Apalagi udah jelas-jelas hak orang lain malah kamu ambil. 

Selain itu, aku tidak perlu takut atas cibiran orang-orang. Yang penting sampaikan dengan baik dan santun. Karena omongan orang kan gak bisa kita kendalikan. Lagi pula pada saat itu aku takut atas fikiran aku sendiri. 

Jika bertemu lagi dengan situasi itu, aku akan tegas bilang,

"Mohon maaf kursi saya di dekat jendela, silahkan bisa duduk sesuai kursi yang tertera pada tiket ya."

"Tapi anak saya duduknya ingin dekat dengan jendela."

"Mohon maaf Bu, saya jauh-jauh sudah pesan tiketnya yang memang duduk dengan jendela. Di kereta sendiri sudah ada aturannya untuk duduk sesuai dengan nomor yang tertera dengan tiket."

Kalau masig ngeyel?

Panggil Kondektur nya aja. Hahahahaaa.

Sampai pada akhirnya aku menemukan kata-kata di bukunya Haemin Sunim "Love for Imperfect Things: How to Accept Yourself in a World Striving for Perfection",


Be good to yourself first, then to other. 

Why am I such an idiot, that I can't express my feelings properly, can't even speak up honestly? 

 

Cukup sekian cerita yang membuat hati jengkel sepanjang jalan. 

Semoga teman-teman bisa tegas pada diri sendiri dan juga orang lain ya :)


Cheers,

Ihat

Photo by Paweł L.

Hallo Bapak,

Rasanya capek banget Pak, pengen nyerah iya. Tapi suka inget sama nasihat Bapak, sama ayat Qur'an yang suka Bapak bacain sama aku kalau aku udah mulai nyerah dengan ujian hidup. 

"Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, "Kapankah datang pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat." (QS. Al-Baqarah: 214)

Pak, makasih ya udah jadi Bapak yang baik buat aku, buat adek-adek juga. Terima kasih karena sudah mau berubah, udah bukan lagi pemarah kayak dulu.

Pak, segala bentakan dulu yang sering Bapak lakuin ke aku, dengan sepenuh hati aku sudah menerimanya dan ikhlas memaafkan. Termasuk pukulan yang pernah dilayangkan, ucapan yang tidak seharusnya disampaikan. Aku sudah memaafkan itu semua Pak. 

Meski di tengah-tengah amarah Bapak dulu yang sangat sulit untuk bisa diredam, Bapak masih mau nganter aku ke sekolah dibonceng naik sepeda, diajak ke festival meski pada saat aku minta untuk dibelikan gimbot, Bapak bilang Bapak lagi gak punya uang, dan aku hanya bisa memegangnya kemudian menyimpannya kembali seraya bilang,

"Iya ya Pak, mahal." 

Walau sungguh dalam hati aku ingin sekali memilikinya. 

Pak maafin aku juga ya. Mungkin aku dulu bandel banget ya ditambah kerjaan Bapak yang dibayar gak seberapa tapi capeknya luar biasa. Terima kasih karena sudah memilih untuk tetap bertahan dari pada berpaling lalu meninggalkan.

Maafin aku yang dulu tak sengaja membandingkanmu dengan Bapak temanku yang lain. Aku jahat sih, tapi Bapak gak pernah marah dan hanya memilih diam jika aku sudah membicarakan Bapak temanku yang lain yang memiliki jabatan tinggi atau mampu membelikan apapun yang diminta anaknya.

Pak, maafin aku juga yang dulu marah sama Bapak karena aku yang keukeuh pengen kuliah tapi Bapak larang aku karena memang tidak ada uang sama sekali. Maafin aku yang sebetulnya itu membuat Bapak frustasi kan?

"Sebenarnya Bapak juga pengen nguliahin kamu, tapi Bapak bener tidak punya apa-apa. Kamu tahu? Dulu Bapak setiap malam suka nangis, kenapa Bapak gak bisa nguliahin anak Bapak sendiri?" 

Atau ketika aku pada akhirnya memilih untuk bekerja sembari kuliah, membayar uang kuliah sendiri dan mampu membeli baju dengan uang sendiri, Bapak bilang,

"Maafin Bapak ya. Bapak gak bisa beliin baju buat kamu selama ini. Sampai akhirnya kamu harus kerja dan bisa beli sendiri baju kamu itu."

Atau ungkapan...

"Maafin Bapak ya, Bapak belum bisa bikin kamu bahagia. Semoga kamu mendapatkan suami yang baik, yang sayang sama kamu, yang gak main tangan..."

Bapak, I'm so proud of you. Meski pendidikanmu tidak setinggi orang lain, tapi menurutku Bapak justru lebih hebat. 

Bapak yang rela antar jemput anaknya buat bimbingan skripsi, rela nungguin aku yang lagi bimbingan berjam-jam, nunggunya di masjid. Rela bongkar celengan karena cartridge yang aku beli itu salah sementara uang aku udah mulai habis dan harus nunggu dulu uang gajihan.

Atau setiap mau pulang ke rumah pasti suka ditanya,

"Mau dibeliin apa?"

"Mau dimasakin apa?"

"Mau dianter ke mana?"

Atau kalau aku yang udah anteng di perantauan pasti ditanya,

"Kapan pulang?" 

"Gimana sehat?"

Yang rela ninggalin kerjaan rumah cuma buat dengerin aku curhat.

Yang cuma dengerin keluh-kesahnya aku tanpa disela ceritanya, tanpa disalahkan. Dibiarkan aku menangis sampai aku bisa tenang kembali. 

Yang kalau aku udah mulai nyerah, Bapak justru cuma mendengarkan aja habis itu support biar aku bisa maju lagi. Atau Bapak suka bilang,

"Katanya mau ke luar negeri, tapi segini aja udah banyak ngeluh."

Terima kasih ya, Pak.

Terima kasih udah jadi sosok yang hangat dan perhatian. 

Terima kasih karena selalu menomor satukan kami semua. 

Terima kasih karena pernah merelakan untuk tidak jualan demi mengantar aku interview kerja di luar kota setelah aku mengalami sakit parah. 

Kalau kata Bapak,

"Uang bisa dicari lagi, tapi waktu tak bisa diputar kembali."

Love you endlessly, 
Ihat
 

Newer Posts Older Posts Home

ABOUT ME

I'm a storyteller who could look back at my life and get a valuable story out of it. I'm trying to figure things out by writing. Welcome to my journey! Please hit me up hisolihat@gmail.com.

You are looking for...

  • ▼  2025 (20)
    • ▼  May (7)
      • Refleksi Catatan 15: Persoalan Rezeki dan Ujian Hidup
      • Pencapaian Tertinggi di Usia 23 Tahun
      • Tanya Sekali lagi Pada Hatimu
      • Pertama Kali Perpanjangan Hosting dan Domain: Biki...
      • Jazakallohu Khoiran Katsiiran Ukhti
      • Refleksi Catatan 14: Gak Harus Tahu Aku Siapa
      • Refleksi Catatan 13: Ketika Aku Memilih Untuk Mera...
    • ►  April (3)
    • ►  March (3)
    • ►  February (2)
    • ►  January (5)
  • ►  2024 (44)
    • ►  December (2)
    • ►  November (4)
    • ►  October (10)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (3)
    • ►  May (2)
    • ►  April (3)
    • ►  March (2)
    • ►  February (6)
    • ►  January (4)
  • ►  2023 (30)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  May (13)
    • ►  April (5)
    • ►  March (1)
    • ►  February (5)
    • ►  January (1)
  • ►  2022 (30)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  May (6)
    • ►  April (4)
    • ►  March (4)
    • ►  February (3)
    • ►  January (8)
  • ►  2021 (15)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (4)
    • ►  September (1)
    • ►  July (4)
    • ►  June (1)

Thank You!

Friends

Get new posts by email:
Powered by follow.it

1minggu1cerita
BloggerHub Indonesia

Follow Me On Instagram

Translate

Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Template