Hi Solihat

Let me share with you here

  • Home
  • Contact Me
Photo by Pixabay


Seperti saat bermain catur, kamu bebas menentukan siapa yang akan lebih dulu memainkan peran. Setiap peran memiliki jalannya sendiri menuju tujuannya, yaitu mengalahkan raja. Namun, di sana juga kamu harus berpikir. Jalan mana yang bisa kamu kuasai dan hadapi untuk melawan musuh di depanmu. -Ihat Azmi-

Ditemani gemericik suara hujan di pagi hari yang tidak terlalu dingin, aku memutuskan mengawali weekend ku kali ini dengan menumpahkan segala kebisingan isi kepala melalui jari-jemari yang terus menari di atas keyboard pink kesayanganku. 

Ini adalah weekend pertama sejak aku memutuskan pindah ke kosan baru yang lokasinya agak jauh dari tempat bekerjaku. Semula, kosanku berada dekat dengan tempat kerjaku. 

Lucunya, banyak sekali orang-orang yang menyayangkan keputusanku ini. Hampir semua orang bertanya-tanya mengapa aku memutuskan untuk pindah, padahal jarak tempat kerja lebih dekat dari kosanku yang lama. Setiap kali mereka menyayangkan keputusanku, aku hanya tersenyum. Anehnya, aku sama sekali tidak menyesali keputusan ini. Sebaliknya, aku bersyukur dan mengapresiasi diriku sendiri karena sudah berani untuk mengambil langkah ini.  

Jika ditanya alasan sebenarnya ya, aku jenuh dengan situasi dan kondisi sebelumnya. Aku butuh sesuatu yang baru untuk menyelamatkan diriku dari rasa jenuh yang menganggu aktifitas sehari-hari. Misalnya, aku sering merasa malas beribadah, menunda-nunda waktu salat, bahkan menunda pekerjaan rumah. Aku lebih senang rebahan di atas kasur sambil scrolling di hp. Aku juga sering menunda berangkat ke tempat kerja, berpikir, 

"Tempatnya dekat ini, ngapain harus datang pagi-pagi?" 

Selain itu, aku merasa malas melakukan aktifitas pribadi seperti menulis, mengerjakan tugas tambahan atau belajar mandiri. Biasanya, aku memilih untuk pergi ke kafe untuk mengerjakan tugas-tugas tersebut karena jika dikerjakan di kosanku yang lama, aku akan berakhir dengan kembali ke atas kasur dan tidur. Bahkan, setiap kali weekend tiba,  aku lebih banyak menghabiskannya untuk tidur. Rasanya malas sekali melakukan apa pun. 

Dari situ aku sadar, ada sesuatu yang tak beres dengan diriku. Setelah mencoret-coret perhitungan biaya bulanan dan lain-lain, aku memutuskan untuk pindah. Bismillah! Dengan penuh keberanian, aku mengambil keputusan itu. Meski jaraknya lebih jauh dari tempat kerja, aku tahu ini akan memaksaku untuk bangun lebih pagi. Aku juga harus kembali menjadi penumpang angkot dan demi menghemat pengeluaran, akupun memutuskan untuk berjalan kaki dari jalan besar menuju tempat kerja. Dengan medan jalannya yang menanjak dan cukup jauh. Lucunya, aku justru memotivasi diriku sendiri, kan jarang olahraga. Nih sekalian olahraga. Itung-itung lagi di Korea jalannya banyak tanjakan gini. Biar nanti terbiasa. Kalau ada yang ngajak bareng naik kendaraan ikut, kalau enggak ya udah gak apa-apa. Bakar kalori biar sehat. 

Sejak pindah ke kosan baru ini, aku merasa seperti terlahir kembali. Aku menjadi lebih bersemangat untuk pergi ke tempat kerja, bangun lebih pagi, bisa bercengkerama lebih banyak juga dengan Pencipta-Ku, dan melihat orang-orang sekitar dengan ceritanya masing-masing. Hal itu sering membuatku lebih banyak bersyukur atas kehidupan yang aku miliki sekarang. Meski harus bangun lebih pagi, berjalan kaki sebanyak 1,3 KM di jalan yang menanjak :D, menghadapi kemacetan sepulang bekerja, atau menunggu penumpang lain di angkot, semuanya terasa lebih bermakna. Menyebrangi padatnya jalan raya atau pada akhirnya aku memutuskan untuk menaiki jembatan penyebrangan demi keselamatan diri. 

Aku merasa diriku yang energic dalam meraih mimpi kembali hadir. Jika banyak orang menyayangkan keputusanku, aku justru bersyukur. Aku kembali merasakan kebebasan dalam diriku, bisa melihat dunia ini lebih luas dan menemukan banyak hal yang patut aku syukuri dibanding terus mengeluh.

Pada awalnya, aku sempat merasa takut untuk melangkah. Jarak yang lebih jauh, belum lagi ongkos, harus bangun lebih pagi, dll, sempat menghantuiku. Namun, aku mencoba menguraikan ketakutan itu ke dalam bentuk coretan. Nyatanya setelah semua ketakutan itu aku uraikan, aku menyadari hanya ada satu hal yang perlu aku korbankan: waktu pagi.  Yang biasanya aku gunakan untuk berleha-leha kini aku harus memanfaatkan untuk bersiap lebih pagi. Setelah itu, aku mencoba menguatkan diri, belajar untuk tidak mendengar apa kata orang dan take action. Hasilnya? Tidak seseram yang aku bayangkan sebelumnya.

Kadang, yang membuat kita takut untuk melangkah adalah terlalu banyak mendengarkan apa kata orang dan membiarkan pikiran kita sendiri yang terlalu berisik. Namun, ketika kamu mencoba untuk melakukannya - tentu dengan penuh pertimbangan -  nyatanya tak semenakutkan yang kamu kira, kok.

Hai, diri! Terima kasih sudah mengawali 2025 dengan berani mengambil keputusan tanpa terlau banyak mendengarkan apa kata orang dan mulai percaya pada dirimu sendiri. 

Ya Allah, terima kasih atas bantuan-Mu yang telah membimbing diri ini menjadi lebih berani dan tidak takut dalam mengambil keputusan. Bahkan, hanya dari proses pindahan kosan ini, aku telah belajar banyak hal. 

There is no right or wrong in making decisions. It's about how you deal the risks that come with every decisions you make. -Ihat Azmi- 

Ini sama seperti permainan catur. Aku jadi teringat ketika dulu Bapak mengajarkan aku  bermain catur dan berkata bahwa setiap peran memiliki cara dan jalannya masing-masing. Kamu hanya perlu memilih cara mana yang kamu kuasai dan yang bisa mengalahkan lawan di depanmu. Tak ada yang salah dengan setiap peran yang kamu pilih, semua hanya bergantung pada risiko mana yang siap kamu tanggung untuk tetap bertahan dan mengalahkan lawan di depanmu.

Semangat untuk kamu yang sedang di ambang kebingungan dalam menentukan langkah ya :) Semua itu gak semenakutkan yang kamu bayangkan kok ;) 

Ihat

Photo by Photo By: Kaboompics.com


2025 sudah memasuki minggu ke dua. Bagaimana dengan rencana-rencana yang sudah dibuat di awal tahun ini? Sudahkah mulai terealisasi atau bahkan masih saja stuck seperti sebelumnya?

Di awal tahun, aku sangat bersemangat sekali untuk membuat my timetable yang sengaja ku susun agar aku bisa memaksimalkan waktu yang sudah Allah kasih. Waktu tersebut sengaja aku luangkan untuk improve diri. Seperti selepas kerja aku bisa belajar, membaca buku tentang self development atau mungkin aku bisa mengikuti kelas online lainnya. Sayangnya, kenyataan tak sesuai dengan jadwal yang aku buat. Kegiatan di pekerjaan lebih padat dari biasanya, pulang ke kosan rasanya aku sudah tak sanggup lagi untuk beraktifitas yang lainnya. Teringat janji yang sudah aku buat dengan diriku sendiri. Aku menengok lagi jadwal yang sudah aku buat. Namun, jujur. Aku sudah tak sanggup lagi untuk berfikir di sisa-sisa tenagaku. 

Aku marah pada temanku lantaran aku tak bisa melakukan aktifitas sesuai dengan timetable yang aku buat. Temanku tak banyak berkata, dia tahu aku hanya sedang kecewa dengan diriku sendiri dan keadaan yang ternyata belum bisa mendukung. 

"Udah, kamu gak harus memaksakan diri kamu sendiri untuk bisa kamu raih di saat ini. Mungkin dengan pekerjaan yang semakin padat, itu artinya Allah pengen kamu beresin dulu urusan kamu di sini satu persatu."

Aku diam, sembari mencerna ucapan temanku itu. 

"Kita kan cuma bisa berencana, tetep Allah yang menentukan. Lagi pula kalau kamu memaksakan diri kamu untuk tetap melakukan aktifitas sesuai dengan rencanamu itu di saat tubuhmu sudah minta istirahat, kamu udah dzalim sama diri kamu sendiri."

Aku berfikir.

"Iya ya, kalau dipaksakan justru akan kacau semua. Kamu gak akan fokus sama pekerjaan utama kamu saat ini, nanti malah nambah-nambah lagi masalah." Ucapku dalam hati.

Tak lama aku menelfon Mamah. Mamahpun mengutarakan hal yang sama.

"Fokus dulu satu-satu. Kerjaanmu aja udah dari pagi sampai sore, belum malam kalau masih ada yang harus dipersiapkan. Urusan rencanamu biar nanti kamu kerjakan setelah pekerjaan utamamu selesai aja. Beresin dulu di sana, nanti kalau sudah selesai kamu bebas mau melakukan apapun yang kamu inginkan."

Aku hanya manggut-manggut di seberang. Sembari berfikir, mungkin ini kali ya penyebab aku merasa overwhelmed selama ini? Aku seperti ingin melakukan semuanya dalam satu waktu sementara ya tubuh sendiri juga butuh istirahat.

Sampai kemudian pagi ini aku membaca sebuah artikel di blognya Marc and Angel

In life, we can't take more than one sip at a time. 

We have to take a step back on a regular basis and reevaluate what we're actually doing and why.

Instead of thinking, "Oh my gosh there's too much to do!".. Let's ask, "Should I actually be doing all of this?"

Marc and Angel

Aku termenung. Sebenarnya apa sih yang sebenarnya aku cari sampai ingin coba ini-itu, menambah beban fikiran yang pada akhirnya aku kewalahan sendiri dengan keinginan yang aku buat. Fokus dulu satu karena gak bisa kamu pengen melakukan yang lain sementara yang utama saja kamu sudah dibuat keteteran. 

Tenang, semua ada waktunya. Seperti yang teman dan Mamah aku bilang. Fokus dulu sama yang sedang dilakoni sekarang. Selesaikan dengan baik sebisa yang kamu beri. Jangan keras sama diri sendiri. Gak apa-apa kalau posisi kamu sekarang gak sama kayak orang lain. Fokus aja dulu sama hidupmu. Ingat, hidup di dunia ini semuanya silih berganti. Gak ada yang selamanya di atas, gak ada yang selamanya di bawah. Hanya saja, coba niatnya diperbaiki lagi.

Kamu coba menyibukkan diri sampai akhirnya bikin stress dan bikin dirimu sendiri kewalahan itu karena apa niatnya? Butuh validasi semua orang bahwa kamu itu produktif? Butuh validasi orang bahwa kamu juga punya keinginan lain? Atau buat apa?

Kalau jawabannya hanya sekedar validasi atau takut ketinggalan yang lain, coba tata ulang lagi yuk intentionnya. Kasian dirimu sendiri nanti yang repot, sakit. Lakukan sebisa yang kamu lakukan, jangan terlalu keras sama diri sendiri ya. :)


Ihat Azmi



Photo by Valeriia Miller

It’s been a long time I never share here ya.

2024 sudah berakhir bahkan kita sudah menginjak di hari ke 11 bulan Januari. Ada banyak hal yang ingin aku sampaikan kepada kalian semua.

2024.

Tahun penuh lika-liku dan juga kejutan.

Berawal dari kegiatan sekolah mengenai proyek drama yang membangkitkan kembali memori lamaku. Aku suka drama dan aku suka pementasan. 

Lalu bergabung di volunteers dan mengadakan kegiatan di bulan Ramadan di Tahura. Bertemu orang baru, mendapatkan pengalaman baru yang tentunya unforgettable moment banget. Dan kalian tahu? Aku kira tahun ini kita akan mengulangi hal yang sama ternyata tidak. Masing-masing dari kita sibuk dengan kehidupan pribadi kita dan beberapa sudah memilih jalan hidupnya masing-masing. Whenever you are, our memories is still alive.

Mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program PKGBI batch 2. Setiap Sabtu adalah jadwal kelas kami belajar bersama via g-meet. Belajar dari para senior membuatku sadar bahwa apa yang diraih mereka  pada saat ini adalah bentuk konsisten mereka dari awal mereka berkarya. 

Lanjut dengan badai kehidupan yang tiba-tiba datang. Kekecewaan, kesedihan, ketidakmampuan diri dalam memahami perasaan yang sedang dirasa rupanya cukup menguras energi. Aku yang berubah menjadi pemurung, selalu menarik diri dari orang-orang, menangis tanpa sebab sepanjang malam, sulit untuk tidur, bahkan ada dorongan ingin menyakiti diri sendiri. Aku tak bisa membagikan ini semua pada orang terdekatku saat itu. Aku hanya bisa membaginya melalui tulisan yang aku kirim pada temanku di beda negara. Aku menangis sesegukan begitu mendapatkan jawabannya. Jalannya hanya satu, aku tak perlu menghawatirkan masa depan karena itu adalah pekerjaannya Allah dan aku hanya perlu percaya sepenuhnya pada Allah. 

Meski begitu, berbulan-bulan bahkan sampai detik ini perasaan itu terus saja hadir. Sampai kemudian aku memutuskan untuk resign dari pekerjaan aku sekarang. Aku memilih untuk pulang ke rumah dan tinggal kembali bersama orang tua. Meski aku harus menunggu selama 6 bulan lagi, lantaran kontrak kerjaku berakhir di bulan Juni mendatang. 

Ada hal yang aku syukuri dari ujian perasaan yang tak menentu ini. Aku jadi terus memupuk diri untuk lebih bersabar, menerima perasaan yang hadir walau tidak tahu ini perasaan apa. Belajar untuk percaya serta menyerahkan sepenuhnya pada Allah. Karena banyak sekali hal-hal yang tak bisa kita kendalikan. Aku pun jadi sering bercerita pada orang tua ku, terutama Mamah. Dan Mamah kini bisa memahami apa yang aku rasakan. Kalau kata Mamah, jangan bosen-bosen untuk terus bertanya kepada diri sendiri, karena jawaban dari kebimbangan dan keputusasaan ini bisa kamu temukan dari dalam dirimu sendiri. 

Setelah itu, sedikit demi sedikit aku selalu mencoba untuk menyapa diriku sendiri, termasuk anak kecil yang ada dalam diri ini yang sering diabaikan. Rasanya bagaimana? Sungguh tidak enak. Ada rasa sakit begitu aku mencoba menyapanya. Belum juga belum udah nangis apalagi kalau udah lihat foto semasa kecil. Tapi ya aku harus terus menyapanya biar dia tidak merasa kesepian. 

Jangan kalian harap aku selesai dengan ujian ini. Belum. Tahun 2025 juga aku masih berjuang dengan ujian perasaan ini. Setelah coba cari tahu dari buku, internet, podcast apa yang aku alami saat ini adalah aku sedang memasuki fase life quarter crisis. Jujur aku demotivasi, bingung dengan tujuan hidupku, sering mempertanyakan kembali apa makna hidup ini. Fase tidak nyaman ini justru menuntunku untuk lebih melihat diriku sendiri secara utuh, mendengarkan apa yang sebenarnya aku inginkan dalam hidup ini, serta luka-luka pengasuhan dan pengabaian dulu yang kini lebih sering minta untuk dipeluk. 

Aku tahu ini tak mudah, tapi aku yakin aku mampu untuk melewatinya. Aku yakin aku akan baik-baik saja dengan bantuan dari Nya, dengan cinta dan kasih sayang-Nya. 

Menulis pada akhirnya menuntunku kembali untuk berdialog dengan diriku sendiri dan juga membuat fikiranku sedikit lebih ringan. Karena pada akhirnya yang bisa memahami dirimu adalah dirimu sendiri.


Ihat 



Photo by Alex Fu


Aku kembali gelisah

Waktu terus berputar tak bisa kuhentikan

Malam semakin larut, tetapi mata sulit untuk bisa dipejamkan

Kebisingan dunia sudah berhenti tinggal semilir angin yang terdengar, namun bisik di kepala rupanya masih salih bersahutan sulit untuk bisa dihentikan. 

Menatap jam yang kini jarumnya sudah berpindah ke hari baru 

Tiba-tiba perasaan sedih, rindu, kesal, bercampur marah kembali hadir

Air mata tak bisa lagi ku bendung

Aku kembali menangis sendirian, bayangan-bayangan yang menyebalkan itu kembali lagi datang

Ingin sekali aku menghubungimu saat itu

Menangis kembali dipelukanmu, sembari mendengar nasihatmu yang selalu menenangkanku

Tapi malam itu aku tak bisa 

Aku tak bisa melakukannya lagi

Teringat bahwa tujuan kita berbeda

Arah yang kita tuju ternyata tak sama

Aku memutuskan untuk segera pergi meninggalkanmu sebelum aku jatuh terlalu dalam

Dan kamu membiarkan aku pergi dengan keputusanku


Tak ada yang salah dengan pertemuan ini

Kesempatan yang kita lalui bersama

Kamu yang selalu ada untukku

Begitupun aku


Meski aku tahu jalanan yang harus ku tempuh ini masih jauh untuk menemukan cahaya

Tapi aku tak mau, saat aku sudah terlalu terbiasa denganmu dan perjalanan yang kita lalui sudah sangat jauh, sementara tujuan kita berbeda

Pada akhirnya kita akan tetap berpisah bukan?


Sungguh, jika harus ku katakan

Aku sangat merindukanmu

Namun keputusan yang aku buat

Aku tak bisa mengatakan itu kembali

Dan aku tak ingin kehilangan diriku lebih jauh lagi

Biarkan sepi malam dan segala riuh dalam isi kepala menemaniku

Meski harus tetap terjaga sampai fajar tiba


Ihat



 


Photo by alexandre saraiva carniato

Minggu ini rasanya masih menjadi minggu yang berat bagiku. Perasaanku kembali naik.  Aku malas beraktiftas, sering melamun bahkan terkadang lupa dengan apa yang akan aku kerjakan atau yang sudah aku kerjakan detik itu juga. Diam sedikit sudah bengong. Tidur tidak nyenyak. Sudah beberapa hari aku terbangun di tengah malam dan sulit kembali untuk memejamkan mata. Atau aku akan kesulitan untuk tidur sampai tengah malam dengan kondisi mata yang masih terjaga. Meski mataku terpejam, fikiranku tetap riuh berisik dan tidak berhenti mondar-mandir ke sana kemari. 

Selain itu, tak jarang aku menangis tanpa sebab setiap malam selama seminggu kebelakang ini. Lucunya lagi, saat minggu lalu aku mengajak diriku sendiri untuk jalan-jalan sebentar dengan naik bandros yang ada malah aku banyak bengong sepanjang jalan. Aku benar-benar tidak menikmati perjalananku di minggu lalu. Dan anehnya lagi justru aku sangat menikmati waktu liburku untuk tidak bertemu banyak orang, mengurung diri di kamar, mematikan ponsel, dan tidur seharian. 

Sungguh, saat tak mengetahui perasaan ini kenapa dan mengapa rasanya capek ya. Perasaan bingung dan sering berubah-rubah inilah yang mendominasiku kembali selama kurang lebih dua minggu kebelakang ini. Aku tahu menjadi dewasa tidak bisa seperti saat kamu kecil bisa berhenti sejenak bermain atau sekolah. Sudah dewasa ya mau seberantakan apapun diri kamu di dalam, kerja ya tetep harus kerja. Pasang muka baik-baik aja, walau jauh dalam hati kamu sudah ingin menyerah. 

Aku tahu, aku faham. Fase ini sangat sulit sekali untuk bisa aku lalui. Tapi di tengah-tengah kesulitan ini, aku hanya yakin bahwa Allah tetap ada di sampingku, tetap menemaniku, tetap menjagaku, membimbingku agar aku tetap berjalan melewati semua ujian perasaan ini. Aku bersyukur karena aku sudah bisa melawan perasaan untuk menyakiti diri sendiri. Bersyukur karena orang tuaku sangat memahami kondisiku di saat aku sering menghubungi mereka. 

Aku cuma mau bilang sama diri aku sendiri.

Hai,

Makasih ya udah mau bertahan sejauh ini. Tahu, ini berat banget dan kamu benar-benar sedang merasakan masa kegelapan dalam hidupmu. Gak apa-apa. Semuanya gak akan lama, semuanya akan berakhir. Percaya aja ya kamu akan baik-baik aja kok dan kamu akan menjadi semakin kuat juga tangguh setelah melewati perjalanan ini. 

Kalau mau nangis, nangis aja. Jangan ditahan. Sampaikan dan terima perasaan yang kamu rasakan saat ini. Kamu hebat. Kamu kuat. 

Tetep berjalan ya, jangan pernah berhenti. Titip. Jangan menyakiti diri sendiri, karena siapa lagi yang mau menemani kalau bukan diri sendiri. 


Love,

Ihat

Photo by Vlad Bagacian

Minggu lalu seperti biasa pulang pergi ke rumah itu aku pasti menggunakan kereta. Ketika berangkat aku bersyukur karena kereta yang aku pilih ternyata kereta yang sudah menggunakan rangkaian kereta api baru alias kereta new generation. Mana naik kelas eksekutif dan tentunya nyaman sekali. 

Pulangnya aku memilih perjalanan sore dengan menggunakan kereta api ekonomi. Seperti biasa, tidak ada yang berbeda dengan pilihanku. 

Sore itu ketika akan pulang ke tempat perantuan rasanya hati aku campur aduk lantaran kembali meninggalkan rumah dan harus menabung rindu untuk bertemu lagi di minggu-minggu selanjutnya. Diantar Bapak sampai stasiun dan begitu sampai stasiun, aku memesan iced cappucino; berharap diperjalanan aku bisa terjaga seraya memandang pemandangan lewat jendela. Karena tiket yang aku pesan itu dekat jendela. 

Begitu sampai di gerbong, aku cukup menarik nafas panjang lantaran banyak sekali penumpang yang naik sampai-sampai bagasi atas pun habis. Terpaksa aku hanya bisa menyimpan koperku di dekat pintu gerbong. Begitu aku sampai di kursiku rupanya kursiku sudah ditempati oleh seorang anak seusia SD. Kursi itu muat untuk tiga orang. Bapak-bapak yang ada di sana pergi karena dia sadar itu bukan kursinya.

"Maaf saya di kursi 9A." Kataku. 

"Oh iya, silahkan Teh." 

Begitu Bapak itu pergi, sekali lagi aku bilang bahwa aku duduk di kursi A. Namun si Ibu tidak mengindahkan ucapanku. Mungkin ucapanku pelan. Akhirnya dengan berat hati aku duduk di kursi C. Si Ibu yang berada di tengah hanya duduk santai tidak peduli bahwa kursi yang ditempati anaknya itu adalah kursiku. 

Berkali-kali pengumuman di kereta menyampaikan bahwa semua orang harus duduk sesuai dengan nomor yang tertera di tiket. Sampai pada akhirnya kereta itu berhenti di Stasiun Cipeundeuy dan si Ibu beserta anak itu turun. Aku bergeser dan duduk di kursiku. Begitu mereka kembali lagi aku bilang dengan sopan,

"Maaf Bu, ini kursi saya."

"Oh gimana ya, anak saya pengen duduk di dekat jendela." Ucapnya tanpa merasa bersalah sementara si anak entah mendengarkan Ibunya berbicara atau tidak nampaknya biasa-biasa saja berdiri di belakang Ibunya. 

Aku menarik nafas panjang mendengar jawaban si Ibu tersebut. 

"Oh gitu ya." Jawabku pendek, malas berdebat dan aku kembali mundur ke kursi C lagi. 

Lalu mereka kembali duduk seolah tak terjadi apa-apa. 

Oh gini doang? Gak ada minta maaf atau bagaimana?

Uuh.. Perasaan aku kesal bukan main. Ingin berdebat, marah tapi sungguh aku tak berani. Mana di bawah kursi si anak banyak banget barang. 

Fikiranku kacau selama perjalanan itu. Aku ingin protes, tapi masa harus berdebat hanya karena anak kecil? Gimana kata orang nanti? 

Aku hanya memikirkan bagaimana reaksi orang-orang tanpa mempedulikan hakku untuk duduk di sana.

Aku terus menenangkan diri. Mencari hal positif lainnya.

Koper kamu kan ada di ujung sana. Mungkin duduk di dekat gang biar mempermudah kamu pas nanti kamu turun. Atau ya udahlah orang udik, gak tahu aturan. Ngapain mesti didebat. 

Alangkah baiknya si Ibu itu tidak egois dan belajar untuk mendisiplinkan anak sedini mungkin. Jangan mentang-mentang status "anak" kemudian bisa seenak jidat ngambil alih hak orang lain di fasilitas umum. Emang sampai tua dia bakal terus berada di bawah perlindungan orang tua? Enggak! Anak juga harus belajar untuk menghargai dan menghormati hak orang lain. Kalau mau duduk di dekat jendela, tolonglah pas beli tiket pilih yang bener!

Dari hal ini aku belajar, bahwa aku pun sebagai orang dewasa berhak untuk menyampaikan dan memperjuangkan yang memang hakku. Dan juga sebagai reminder kalau aku punya anak nanti jangan sampai seenak jidat kayak ibu-ibu itu. Yang dengan entengnya bilang anaknya pengen duduk di sana tanpa diajari untuk izin dulu kepada yang berhak yang punya tempat duduk tersebut dan meminta maaf karena sudah mengambil tempat duduknya. Karena gak semua hal di dunia ini bisa kamu dapatkan sesuai dengan apa yang kamu mau. Itu poinnya. Apalagi udah jelas-jelas hak orang lain malah kamu ambil. 

Selain itu, aku tidak perlu takut atas cibiran orang-orang. Yang penting sampaikan dengan baik dan santun. Karena omongan orang kan gak bisa kita kendalikan. Lagi pula pada saat itu aku takut atas fikiran aku sendiri. 

Jika bertemu lagi dengan situasi itu, aku akan tegas bilang,

"Mohon maaf kursi saya di dekat jendela, silahkan bisa duduk sesuai kursi yang tertera pada tiket ya."

"Tapi anak saya duduknya ingin dekat dengan jendela."

"Mohon maaf Bu, saya jauh-jauh sudah pesan tiketnya yang memang duduk dengan jendela. Di kereta sendiri sudah ada aturannya untuk duduk sesuai dengan nomor yang tertera dengan tiket."

Kalau masig ngeyel?

Panggil Kondektur nya aja. Hahahahaaa.

Sampai pada akhirnya aku menemukan kata-kata di bukunya Haemin Sunim "Love for Imperfect Things: How to Accept Yourself in a World Striving for Perfection",


Be good to yourself first, then to other. 

Why am I such an idiot, that I can't express my feelings properly, can't even speak up honestly? 

 

Cukup sekian cerita yang membuat hati jengkel sepanjang jalan. 

Semoga teman-teman bisa tegas pada diri sendiri dan juga orang lain ya :)


Cheers,

Ihat

Newer Posts Older Posts Home

ABOUT ME

I'm a storyteller who could look back at my life and get a valuable story out of it. I'm trying to figure things out by writing. Welcome to my journey! Please hit me up hisolihat@gmail.com.

You are looking for...

  • ▼  2025 (20)
    • ▼  May (7)
      • Refleksi Catatan 15: Persoalan Rezeki dan Ujian Hidup
      • Pencapaian Tertinggi di Usia 23 Tahun
      • Tanya Sekali lagi Pada Hatimu
      • Pertama Kali Perpanjangan Hosting dan Domain: Biki...
      • Jazakallohu Khoiran Katsiiran Ukhti
      • Refleksi Catatan 14: Gak Harus Tahu Aku Siapa
      • Refleksi Catatan 13: Ketika Aku Memilih Untuk Mera...
    • ►  April (3)
    • ►  March (3)
    • ►  February (2)
    • ►  January (5)
  • ►  2024 (44)
    • ►  December (2)
    • ►  November (4)
    • ►  October (10)
    • ►  September (2)
    • ►  August (6)
    • ►  July (3)
    • ►  May (2)
    • ►  April (3)
    • ►  March (2)
    • ►  February (6)
    • ►  January (4)
  • ►  2023 (30)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  May (13)
    • ►  April (5)
    • ►  March (1)
    • ►  February (5)
    • ►  January (1)
  • ►  2022 (30)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  May (6)
    • ►  April (4)
    • ►  March (4)
    • ►  February (3)
    • ►  January (8)
  • ►  2021 (15)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (4)
    • ►  September (1)
    • ►  July (4)
    • ►  June (1)

Thank You!

Friends

Get new posts by email:
Powered by follow.it

1minggu1cerita
BloggerHub Indonesia

Follow Me On Instagram

Translate

Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Template